25.2 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

Enam Senator Gugat UU PIlkada ke MK

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Enam senator atau anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggugat atau mengajuan judicial review terhadap Undang Undang (UU) 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah (pilkada); gubernur, bupati, dan wali kota ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka merasa merasa hak konstitusi mereka dirugikan karena harus mundur sebagai anggota DPD sejak ditetapkan sebagai calon kepala daerah (kada).

Anggota DPD yang melakukan gugatan tersebut adalah Ahmad Muqowam (Jateng), M. Mawardi(Kalteng), Abdurrahman Lahabato (Maluku Utara), M. Syukur (Jambi), Intsiawati Ayyus (Riau), dan A. Kanedi (Bengkulu) serta dan Taufik Nugroho (anggota DPRD Barito Utara).

“Kami sebagai pemohon merasa dirugikan hak konstitusional kami atas jaminan dan perlindungan hukum yang adil, hak atas persamaan kesempatan dalam pemerintahan, dan hak bebas dari perlakuan diskriminatif atas ketentuan Pasal 7 ayat (2) hurus s UU 10/ 2016 berdasarkan penalaran yang wajar,” kata Ahmad Moqowam, di Jakarta, Jumat (25/8).

Selain menjelaskan materi gugatan sesuai dengan pedoman baku dan substansi dari perundangan, Moqowam juga menjelaskan hal yang berkaitan dengan lembaga politik, lembaga legislatif, lembaga eksekutif, jabatan publik, jabatan politik, dan jabatan karir.

“Lembaga politik adalah terkait dengan pengelolaan negara dan berurusan dengan kebijakan publik. Secara teoritik dikenal jabatan publik politik dan jabatan publik eksekutif. Jabatan Publik Politik, adalah jabatan publik yang ditetapka melalui mekanisme pemilihan oleh rakyat (election) mulai dari DPRD, DPR, DPD, bupati, wali kota, dan gubernur,” papar Moqowam.

Sedangkan Jabatan publik eksekutif jelas Moqowam, antara lain ditetapkan melalui Pengangkatan (appointee) meliputi dikategorikan ASN, Kepolisian Negara dan TNI. Oleh karena itu,mereka memohon pada MK agar mampu memberikan putusan sesuai jiwa konstitusi (soul of constitution) yang secara political science benar dan dapat dipertanggung jawabkan Dalam bingkai negara hukum.

“Biarlah ruang jabatan publik politik itu menjadi ruang gerak dan ruang pengabdian politisi, dan tentu tidak akan mengganggu ruang gerak yang dimiliki oleh pejabat dari jabatan publik eksekutif, dalam hal ini antara lain ASN, Polisi dan Tentara/ TNI. Posisioning dan ruangnya memang berbeda, tetapi ini atas nama kesetaraan (equality before the law) sebagai suatu kebenaran,” kata Moqowam.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Enam senator atau anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggugat atau mengajuan judicial review terhadap Undang Undang (UU) 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah (pilkada); gubernur, bupati, dan wali kota ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka merasa merasa hak konstitusi mereka dirugikan karena harus mundur sebagai anggota DPD sejak ditetapkan sebagai calon kepala daerah (kada).

Anggota DPD yang melakukan gugatan tersebut adalah Ahmad Muqowam (Jateng), M. Mawardi(Kalteng), Abdurrahman Lahabato (Maluku Utara), M. Syukur (Jambi), Intsiawati Ayyus (Riau), dan A. Kanedi (Bengkulu) serta dan Taufik Nugroho (anggota DPRD Barito Utara).

“Kami sebagai pemohon merasa dirugikan hak konstitusional kami atas jaminan dan perlindungan hukum yang adil, hak atas persamaan kesempatan dalam pemerintahan, dan hak bebas dari perlakuan diskriminatif atas ketentuan Pasal 7 ayat (2) hurus s UU 10/ 2016 berdasarkan penalaran yang wajar,” kata Ahmad Moqowam, di Jakarta, Jumat (25/8).

Selain menjelaskan materi gugatan sesuai dengan pedoman baku dan substansi dari perundangan, Moqowam juga menjelaskan hal yang berkaitan dengan lembaga politik, lembaga legislatif, lembaga eksekutif, jabatan publik, jabatan politik, dan jabatan karir.

“Lembaga politik adalah terkait dengan pengelolaan negara dan berurusan dengan kebijakan publik. Secara teoritik dikenal jabatan publik politik dan jabatan publik eksekutif. Jabatan Publik Politik, adalah jabatan publik yang ditetapka melalui mekanisme pemilihan oleh rakyat (election) mulai dari DPRD, DPR, DPD, bupati, wali kota, dan gubernur,” papar Moqowam.

Sedangkan Jabatan publik eksekutif jelas Moqowam, antara lain ditetapkan melalui Pengangkatan (appointee) meliputi dikategorikan ASN, Kepolisian Negara dan TNI. Oleh karena itu,mereka memohon pada MK agar mampu memberikan putusan sesuai jiwa konstitusi (soul of constitution) yang secara political science benar dan dapat dipertanggung jawabkan Dalam bingkai negara hukum.

“Biarlah ruang jabatan publik politik itu menjadi ruang gerak dan ruang pengabdian politisi, dan tentu tidak akan mengganggu ruang gerak yang dimiliki oleh pejabat dari jabatan publik eksekutif, dalam hal ini antara lain ASN, Polisi dan Tentara/ TNI. Posisioning dan ruangnya memang berbeda, tetapi ini atas nama kesetaraan (equality before the law) sebagai suatu kebenaran,” kata Moqowam.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/