26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

KPK Setor Rp1,8 Triliun ke Negara

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay Ketua KPK Agus Rahardjo (kiri) didampingi Wakil Ketua Laode M Syarif bersiap memberikan keterangan media tentang revisi UU KPK di Jakarta, Rabu (3/2). Mereka menyatakan 90 persen dari isi draf revisi RUU KPK melemahkan kewenangan dan kekuatan KPK.
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Ketua KPK Agus Rahardjo (kiri) didampingi Wakil Ketua Laode M Syarif bersiap memberikan keterangan media tentang revisi UU KPK di Jakarta, Rabu (3/2). Mereka menyatakan 90 persen dari isi draf revisi RUU KPK melemahkan kewenangan dan kekuatan KPK.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya menindak para koruptor. Komisi antirasuah juga menyetor uang ke negara dari hasil tindak pidana korupsi. Sampai saat ini, uang yang masuk ke kas negara mencapai Rp1,863 triliun. Namun, angka tersebut masih dinilai kecil.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, uang dari pemberantasan korupsi itu masuk dalam pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Menurut dia, pendapatan tersebut berasal dari denda yang dibayar para koruptor, uang pengganti, hasil gratifikasi, biaya perkara, dan hasil penjualan aset sitaan dari para koruptor.

Menurut dia, mulai 2005 hingga 31 Agustus 2016, pendapatan yang terkumpul mencapai Rp1,863 triliun. Khusus dari hasil lelang aset sitaan sebesar Rp13,338 miliar. Seperti, aset kendaraan. Baik kendaraan roda dua maupun roda empat, bangunan, lahan, dan aset lainnya. PNBP dari hasil pemberantasan korupsi itu sudah diserahkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Jadi, hasil rampasan dari para koruptor itu dikembalikan kepada negara.

KPK, kata dia, akan berusaha keras agar pendapatan dari pemberantasan korupsi bisa maksimal. Kerugian negara dari tindakan melanggar hukum itu bisa dikembalikan. Aset yang jelas-jelas hasil dari korupsi akan disita.

“Selanjutnya, aset itu dilelang dan hasilnya diserahkan ke negara lagi,” paparnya kemarin (25/9).

Alumnus Universitas Hasanuddin Makassar itu menyatakan, PNBP yang diserahkanKPK kepada negara tidak seberapa dibanding potensi pendapatan di sektor lain yang terancam hilang. Seharusnya, pendapatan itu bisa diperoleh negara, tapi karena tidak dimanfaatkan dengan baik, maka penghasilan itu akan hilang.

Misalnya, kata dia, pada sektor mineral dan batu bara. Pihaknya sudah melakukan kajian terhadap potensi pendapatan dari minerba. Komisinya menerima data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta gubernur. Hasil dari kajian itu, kata dia, terdapat potensi pendapatan sebesar Rp 23,7 triliun dari sektor minerba. Nilai itu cukup besar.

“Nilai itu bukan korupsi, tapi bisa menjadi potensi korupsi jika tidak dikelola dengan baik,” terang Laode. Pemerintah harus memanfaatkan potensi itu dan memungutnya menjadi pendapatan sah untuk negara.

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay Ketua KPK Agus Rahardjo (kiri) didampingi Wakil Ketua Laode M Syarif bersiap memberikan keterangan media tentang revisi UU KPK di Jakarta, Rabu (3/2). Mereka menyatakan 90 persen dari isi draf revisi RUU KPK melemahkan kewenangan dan kekuatan KPK.
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Ketua KPK Agus Rahardjo (kiri) didampingi Wakil Ketua Laode M Syarif bersiap memberikan keterangan media tentang revisi UU KPK di Jakarta, Rabu (3/2). Mereka menyatakan 90 persen dari isi draf revisi RUU KPK melemahkan kewenangan dan kekuatan KPK.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya menindak para koruptor. Komisi antirasuah juga menyetor uang ke negara dari hasil tindak pidana korupsi. Sampai saat ini, uang yang masuk ke kas negara mencapai Rp1,863 triliun. Namun, angka tersebut masih dinilai kecil.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, uang dari pemberantasan korupsi itu masuk dalam pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Menurut dia, pendapatan tersebut berasal dari denda yang dibayar para koruptor, uang pengganti, hasil gratifikasi, biaya perkara, dan hasil penjualan aset sitaan dari para koruptor.

Menurut dia, mulai 2005 hingga 31 Agustus 2016, pendapatan yang terkumpul mencapai Rp1,863 triliun. Khusus dari hasil lelang aset sitaan sebesar Rp13,338 miliar. Seperti, aset kendaraan. Baik kendaraan roda dua maupun roda empat, bangunan, lahan, dan aset lainnya. PNBP dari hasil pemberantasan korupsi itu sudah diserahkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Jadi, hasil rampasan dari para koruptor itu dikembalikan kepada negara.

KPK, kata dia, akan berusaha keras agar pendapatan dari pemberantasan korupsi bisa maksimal. Kerugian negara dari tindakan melanggar hukum itu bisa dikembalikan. Aset yang jelas-jelas hasil dari korupsi akan disita.

“Selanjutnya, aset itu dilelang dan hasilnya diserahkan ke negara lagi,” paparnya kemarin (25/9).

Alumnus Universitas Hasanuddin Makassar itu menyatakan, PNBP yang diserahkanKPK kepada negara tidak seberapa dibanding potensi pendapatan di sektor lain yang terancam hilang. Seharusnya, pendapatan itu bisa diperoleh negara, tapi karena tidak dimanfaatkan dengan baik, maka penghasilan itu akan hilang.

Misalnya, kata dia, pada sektor mineral dan batu bara. Pihaknya sudah melakukan kajian terhadap potensi pendapatan dari minerba. Komisinya menerima data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta gubernur. Hasil dari kajian itu, kata dia, terdapat potensi pendapatan sebesar Rp 23,7 triliun dari sektor minerba. Nilai itu cukup besar.

“Nilai itu bukan korupsi, tapi bisa menjadi potensi korupsi jika tidak dikelola dengan baik,” terang Laode. Pemerintah harus memanfaatkan potensi itu dan memungutnya menjadi pendapatan sah untuk negara.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/