Penambahan pidana yang dimuat dalam Perppu itu melingkupi kebiri kimia, pengungkapan identitas, dan pemasangan alat deteksi elektronik atau cip kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
“Ini memberikan ruang kepada hakim untuk menghukum seberat-beratnya sehingga memberikan efek jera,” ujar Jokowi.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menuturkan, Perppu tidak akan berlaku surut atau retroaktif terhadap terpidana kekerasan seksual kepada anak yang sebelumnya telah dijatuhi vonis.
Perppu Kebiri nantinya memberikan kewenangan kepada hakim dalam menentukan pidana tambahan berupa kebiri kimia, pengumuman identitas, dan pemasangan cip kepada predator. Putusan pidana tambahan diberikan bersamaan dengan pidana pokok.
Pasal 81 A ayat 1 mengatur bahwa hukuman tambahan, kebiri, dan pemasangan cip diberlakukan paling lama dua tahun setelah terpidana menjalani pidana pokok. Pelaksanaan kebiri kimia disertai rehabilitasi. Pemberlakuan kebiri dan pemasangan cip diawasi berkala oleh kementerian bidang hukum, sosial, dan kesehatan.
Secara terpisah, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan zat kimia yang digunakan untuk hukuman kebiri itu adalah obat antitestosteron.
“Bisa berupa medroxyprogesterone, cyproterone acetate, atau leuprolide acetate,” ujarnya.
Pribudiarta menuturkan obat itu diberikan kepada pelaku setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan kadar hormon testosteron lebih dari 1.000 nanogram. “Jadi tidak diberikan begitu saja, harus ada pemeriksaan klinis,” ucapnya.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Rachel Maryam menilai pemberian hukuman kebiri tidak tepat karena belum tentu menimbulkan efek jera. Sebab, menurutnya hukuman kebiri justru dikhawatikan memperpanjang dendam pelaku, karena psikologisnya terganggu.
“Saya tidak setuju dengan hukuman kebiri maupun mati. Jangan sampai justru menjadi menimbulkan pelanggaran HAM. Menurut saya hukuman kebiri harus dikaji lagi,” kata Rachel di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (26/5).
Menurutnya, meski pelaku telah melanggar HAM, pemberian hukuman tidak boleh melakukan hal yang sama. Rachel menganggap masih ada hukuman yang lebih efektif selain kebiri, seperti pelaku diisolasi dari lingkungannya.
Untuk itu, dia meminta agar pemberian hukuman pada pelaku, tidak dilakukan secara emosional dan reaktif atas kasus kekerasan seksual yang telah terjadi. “Sehingga, dalam mengambil hukuman tidak secara reaksional dan emosional,” kata dia. (jpnn)