26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Hukuman Kebiri Jawab Ketakutan Publik

Suntik kebiri-Ilustrasi
Suntik kebiri-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual pada Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menuai pro dan kontra di parlemen dan masyarakat. Namun, langkah itu diyakini jawaban atas ketakutan dan keresahan di tengah kian banyaknya ‘predator’ anak di sekeliling kita.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi langkah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Ketua KPAI Asrorun Ni’am menilai perppu tersebut merupakan bentuk komitmen Presiden untuk mencegah dan melindungi anak dari kejahatan seksual.

“Perppu ini diharapkan dapat memberikan efek jera sehingga dapat mencegah tindak kejahatan seksual terhadap anak,” tutur Asrorun, kemarin.

Asrorun menilai, Perppu itu bukan satu-satunya langkah yang paling sempurna untuk melindungi anak dari kejahatan seksual. Kendati demikian, setidaknya Perppu tersebut mampu memberi jawaban atas kekhawatiran masyarakat, khususnya orangtua yang selama ini gelisah terhadap maraknya aksi kejahatan seksual terhadap anak.

“Penerbitan Perppu ini menunjukkan negara hadir dalam upaya perlindungan anak-anak Indonesia dari ancaman kejahatan seksual terhadap anak,” ucapnya.

Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan mengaku tak heran jika masih banyak perbedaan pendapat dalam menyikapi usulan kebiri kimiawi, terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak.

“Tapi kan memperkosa atau seks abuse, dilakukan oleh orang semacam itu pada anak-anak kan tidak manusiawi,” ujar Luhut di sela-sela Pembukaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kepala Daerah Angkatan ke-2 2016, Kamis (26/5).

Karena itu pemerintah akan tetap menjalankan aturan sebagaimana yang telah dirumuskan dalam perppu dimaksud. “Saya kira kalau presiden sudah tanda tangan, akan dieksekusi sesegera mungkin. Soal teknis, nanti Menkumham dengan Setneg yang memprosesnya,” ujarnya.

Purnawirawan jenderal bintang tiga ini menyatakan, dirinya belum bisa memberi penjelasan lebih lanjut, karena teknis pelaksanaan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual bagi anak, masih akan dikoordinasikan terlebih dahulu.

“Saya kan belum bisa cerita, biar ahli hukum yang cerita. Yang pasti akan disinkronkan dengan RUU penghapusan kekerasan seksual yang tengah dibahas DPR. Sekarang belajar dari pengalaman yang lalu, banyak peraturan perundang-undangan itu satu sama lain saling mengunci, akhirnya merugikan kita sendiri,” ujarnya.

Presiden kata Luhut, meminta semua aturan yang saling berbenturan, untuk dievaluasi. Dengan demikian tidak ada tumpang tindih aturan.

Diketahui, selepas meneken Perppu Perlindungan Anak, Presiden Jokowi mengatakan bahwa peraturan itu dikeluarkan menyusul peningkatan signifikan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia saat ini.

“Butuh penanganan luar biasa karena mengancam, membahayakan jiwa dan tumbuh kembang anak. Kejahatan itu mengganggu rasa kenyamanan, keamanan, dan ketertiban masyarakat,” kata Jokowi di Istana Negara, Rabu (25/5).

Perppu tersebut memuat pemberatan dan penambahan hukuman, mulai dari hukuman pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun, hukuman penjara seumur hidup, dan hukuman mati.

Suntik kebiri-Ilustrasi
Suntik kebiri-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual pada Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menuai pro dan kontra di parlemen dan masyarakat. Namun, langkah itu diyakini jawaban atas ketakutan dan keresahan di tengah kian banyaknya ‘predator’ anak di sekeliling kita.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi langkah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Ketua KPAI Asrorun Ni’am menilai perppu tersebut merupakan bentuk komitmen Presiden untuk mencegah dan melindungi anak dari kejahatan seksual.

“Perppu ini diharapkan dapat memberikan efek jera sehingga dapat mencegah tindak kejahatan seksual terhadap anak,” tutur Asrorun, kemarin.

Asrorun menilai, Perppu itu bukan satu-satunya langkah yang paling sempurna untuk melindungi anak dari kejahatan seksual. Kendati demikian, setidaknya Perppu tersebut mampu memberi jawaban atas kekhawatiran masyarakat, khususnya orangtua yang selama ini gelisah terhadap maraknya aksi kejahatan seksual terhadap anak.

“Penerbitan Perppu ini menunjukkan negara hadir dalam upaya perlindungan anak-anak Indonesia dari ancaman kejahatan seksual terhadap anak,” ucapnya.

Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan mengaku tak heran jika masih banyak perbedaan pendapat dalam menyikapi usulan kebiri kimiawi, terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak.

“Tapi kan memperkosa atau seks abuse, dilakukan oleh orang semacam itu pada anak-anak kan tidak manusiawi,” ujar Luhut di sela-sela Pembukaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kepala Daerah Angkatan ke-2 2016, Kamis (26/5).

Karena itu pemerintah akan tetap menjalankan aturan sebagaimana yang telah dirumuskan dalam perppu dimaksud. “Saya kira kalau presiden sudah tanda tangan, akan dieksekusi sesegera mungkin. Soal teknis, nanti Menkumham dengan Setneg yang memprosesnya,” ujarnya.

Purnawirawan jenderal bintang tiga ini menyatakan, dirinya belum bisa memberi penjelasan lebih lanjut, karena teknis pelaksanaan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual bagi anak, masih akan dikoordinasikan terlebih dahulu.

“Saya kan belum bisa cerita, biar ahli hukum yang cerita. Yang pasti akan disinkronkan dengan RUU penghapusan kekerasan seksual yang tengah dibahas DPR. Sekarang belajar dari pengalaman yang lalu, banyak peraturan perundang-undangan itu satu sama lain saling mengunci, akhirnya merugikan kita sendiri,” ujarnya.

Presiden kata Luhut, meminta semua aturan yang saling berbenturan, untuk dievaluasi. Dengan demikian tidak ada tumpang tindih aturan.

Diketahui, selepas meneken Perppu Perlindungan Anak, Presiden Jokowi mengatakan bahwa peraturan itu dikeluarkan menyusul peningkatan signifikan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia saat ini.

“Butuh penanganan luar biasa karena mengancam, membahayakan jiwa dan tumbuh kembang anak. Kejahatan itu mengganggu rasa kenyamanan, keamanan, dan ketertiban masyarakat,” kata Jokowi di Istana Negara, Rabu (25/5).

Perppu tersebut memuat pemberatan dan penambahan hukuman, mulai dari hukuman pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun, hukuman penjara seumur hidup, dan hukuman mati.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/