SUMUTPOS.CO – Sementara, pabrik petasan milik PT Panca Buana Cahya di kampung Rawa Lindung Desa Belimbing baru beroperasi selama dua bulan. Pabrik yang mempunyai 103 pegawai itu tersebut baru memiliki surat keterangan domisili usaha (SKDU) dan diduga keras ilegal.
Camat Kosambi Toni Rustoni ditemui di lokasi kebakaran kemarin mengatakan sesuai Perda nomor 13 Tahun 2011 tentang rancangan tata ruang dan wilayah, tak boleh ada pabrik di kecamatan Kosambi. Di wilayah dekat Bandara Soekarno-Hatta itu hanya boleh ada pergudangan.
“PT Panca Buana Cahya ini tentu sudah melanggar Perda karena ini bukan gudang tapi pabrik,” ujar Toni sembari menyatakan akan berkoordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Modal Satu Pintu Kbaupaten Tangerang untuk mengetahui izin pabrik tersebut.
Toni mengaku masih fokus mendata jumlah korban yang luka dan tewas. Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk meminta bantuan bagi korban. “Saya belum bisa berkomentar banyak tapi saya pastikan korban pasti dapat santunan dari Pemkab Tangerang,” tuturnya.
Sementara itu, para pekerja di pabrik petasan tersebut dibayar harian. Di awal berdiri, para pekerja dibayar 50.500 rupiah per hari. Kemudian, upah mereka sempat diturunkan menjadi 40 ribu per hari. Akhir-akhir ini, perusahaan mengubah sistem gaji dengan sistem borongan per kelompok. Masing-masing kelompok yang terdiri dari 4 orang ditargetkan mampu membuat 921 pcs petasan setiap harinya. Jika target tercapai maka mereka mendapatkan upah 50.500 rupiah per hari.
“Istri saya bekerja dari jam 8 sampai jam 5 sore. Tapi biasanya sebelum jam 4 sore sudah pulang karena pekerjaan telah selesai,”ujar Widodo, suami dari Hamna, salah satu pekerja pabrik PT Panca Buana Cahya ditemui saat mencari keberadaan istrinya di RSU Kabupaten Tangerang kemarin sore.
Warga Desa Belimbing Yasin Roy mengatakan sebagian besar buruh di PT Panca Buana Cahya merupakan perempuan. Para pekerja itu rata-rata tidak memiliki pendidikan formal. “Mayoritas pekerjanya warga sekitar sini. Sebelum jadi pabrik, tempat itu dulunya gudang besi. Mereka baru beroperasi 2 bulan lalu,”ujar Roy. (cok/jpg/adz)
SUMUTPOS.CO – Sementara, pabrik petasan milik PT Panca Buana Cahya di kampung Rawa Lindung Desa Belimbing baru beroperasi selama dua bulan. Pabrik yang mempunyai 103 pegawai itu tersebut baru memiliki surat keterangan domisili usaha (SKDU) dan diduga keras ilegal.
Camat Kosambi Toni Rustoni ditemui di lokasi kebakaran kemarin mengatakan sesuai Perda nomor 13 Tahun 2011 tentang rancangan tata ruang dan wilayah, tak boleh ada pabrik di kecamatan Kosambi. Di wilayah dekat Bandara Soekarno-Hatta itu hanya boleh ada pergudangan.
“PT Panca Buana Cahya ini tentu sudah melanggar Perda karena ini bukan gudang tapi pabrik,” ujar Toni sembari menyatakan akan berkoordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Modal Satu Pintu Kbaupaten Tangerang untuk mengetahui izin pabrik tersebut.
Toni mengaku masih fokus mendata jumlah korban yang luka dan tewas. Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk meminta bantuan bagi korban. “Saya belum bisa berkomentar banyak tapi saya pastikan korban pasti dapat santunan dari Pemkab Tangerang,” tuturnya.
Sementara itu, para pekerja di pabrik petasan tersebut dibayar harian. Di awal berdiri, para pekerja dibayar 50.500 rupiah per hari. Kemudian, upah mereka sempat diturunkan menjadi 40 ribu per hari. Akhir-akhir ini, perusahaan mengubah sistem gaji dengan sistem borongan per kelompok. Masing-masing kelompok yang terdiri dari 4 orang ditargetkan mampu membuat 921 pcs petasan setiap harinya. Jika target tercapai maka mereka mendapatkan upah 50.500 rupiah per hari.
“Istri saya bekerja dari jam 8 sampai jam 5 sore. Tapi biasanya sebelum jam 4 sore sudah pulang karena pekerjaan telah selesai,”ujar Widodo, suami dari Hamna, salah satu pekerja pabrik PT Panca Buana Cahya ditemui saat mencari keberadaan istrinya di RSU Kabupaten Tangerang kemarin sore.
Warga Desa Belimbing Yasin Roy mengatakan sebagian besar buruh di PT Panca Buana Cahya merupakan perempuan. Para pekerja itu rata-rata tidak memiliki pendidikan formal. “Mayoritas pekerjanya warga sekitar sini. Sebelum jadi pabrik, tempat itu dulunya gudang besi. Mereka baru beroperasi 2 bulan lalu,”ujar Roy. (cok/jpg/adz)