30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Februari Eksekusi Mati Gelombang Dua

Eksekusi Mati-Ilustrasi
Eksekusi Mati-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kendati penuh tekanan dari dalam dan luar negeri, Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak menghentikan langkah memerangi narkotika dengan mengeksekusi terpidana mati. Rencananya, eksekusi mati gelombang dua akan dilakukan pada Februari mendatang.

Tak tanggung-tanggung, terpidana mati asal Brasil Rodrigo Gularte dan terpidana mati asal Australia Andrew Chan, serta Myuran Sukumaran masuk daftar eksekusi. Padahal,Brasil dan Australia merupakan negara yang paling keras dalam memprotes kebijakan hukum Indonesia mengeksekusi terpidana mati.

Saat WNA asal Brasil Marco Archer C Moreira dieksekusi, Brasil memprotes dengan menarik pulang duta besarnya Paulo Alberto da Siveira Soares. Sementara Perdana Menteri Australia Tony Abbott melobi Presiden Jokowi agar tidak mengeksekusi dua warganya. Namun, ternyata upaya kedua negara itu mengintervensi proses hukum di Indonesia tidak membuahkan hasil

Sumber Internal Kejagung menuturkan, eksekusi mati gelombang dua saat ini sedang dipersiapkan. Tidak perlu lama-lama, Februari nanti eksekusi akan dilakukan. “Sejak awal, rencananya memang setiap bulan,” ujarnya.

Soal jumlah terpidana mati yang dieksekusi, kemungkinan akan jauh lebih banyak dari eksekusi gelombang pertama. Dalam daftar itu, masuk nama Rodrigo Gularte, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. “Ini masih prediksi ya,” tuturnya.

Mengapa ketiganya masuk ke daftar eksekusi mati” Dia menuturkan bahwa sebenarnya untuk warga Brasil itu pesanan langsung dari Jaksa Agung H.M Prasetyo. “Untuk yang Australia, saya kurang mengetahui,” jelasnya.

Misalnya, untuk Kejati Bali yang tengah kebingungan karena mencari lokasi yang tepat untuk eksekusi. Pasalnya, masyarakat Bali kemungkinan besar menolak Pulau Dewata digunakan sebagai lokasi eksekusi. “Kemungkinan bisa seperti eksekusi mati gelombang pertama,” tuturnya.

Eksekusi mati gelombang pertama banyak terpidana mati yang kasusnya ditangani Kejati Tangerang. Namun, kondisi di Tangerang tidak memungkinkan untuk eksekusi mati, baik keamanan dan pertimbangan lain. “Akhirnya, lokasi eksekusi dipindah ke Nusakambangan, tentunya kemungkinan besar Nusakambangan juga akan menjadi lokasi eksekusi gelombang dua,” ujarnya.

Dikonfirmasi terkait eksekusi mati tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana menjelaskan, untuk Kejagung grasi merupakan proses hukum terakhir. Sehingga, kalau memang sudah sampai tahap itu dan ditolak, tentu eksekusi harus dilakukan. “Soal waktunya, saya belum dapat informasi apakah Februari atau tidak,” terangnya.

Namun, saat ini Kejagung sedang mengevaluasi pelaksanaan eksekusi mati gelombang pertama. Salah satu yang materi yang dievaluasi adalah adanya salah satu terpidana yang ternyata telah pindah agama. “Pelaksanaan eksekusi mati menjadi agak molor karena kami harus mencari rohaniawan,” paparnya.

Terkait Warga Brasil dan Australia yang masuk daftar eksekusi, Tony mengaku belum mendengar adanya rencana itu. “Saya tidak tau, apakah masuk atau tidak. Namun, saat ini daftar itu sedang dibuat. Siapa yang kasih tau?.” Tanyanya.

Sementara Kuasa Hukum Terpidana Mati Asal Australia Todung Mulya Lubis menuturkan, pihaknya akan mengajukan peninjauan kembali (PK) kedua untuk dua WNA Australia. “Kami sedang mempersiapkannya,” jelasnya.

PK lebih dari sekali, lanjut dia, telah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK). Tentunya, jalan itu akan coba ditempuh tim kuasa hukum. “Tentunya, kami melihat ada peluang kalau mengajukan PK,” jelasnya.

Dikonfrimasi soal pengajuan PK tersebut, Tony Spontana menjelaskan, pihaknya telah mengecek pada Kejari Bali bahwa belum ada pengajuan PK untuk warga Australia. “Silahkan, tapi harusnya ingat kalau ada surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri yang belum membolehkan PK kedua,” jelasnya.

Terpidana mati asal Brasil Rodrigo Gularte ditangkap pada 2004 di Bandara Soekarno Hatta. Saat itu dia terbukti berupaya menyelundupkan 6 kilogram heroin yang disembunyikan di papan seluncur. Untuk WNA Australia, Andrew Chan dan Sukumaran, keduanya merupakan terpidana mati kasus narkotika. Mereka ditangkap di Bali pada 2005 karena berupaya menyelundupkan 8,2 kg heroin dari Indonesia ke Australia. (idr)

Eksekusi Mati-Ilustrasi
Eksekusi Mati-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kendati penuh tekanan dari dalam dan luar negeri, Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak menghentikan langkah memerangi narkotika dengan mengeksekusi terpidana mati. Rencananya, eksekusi mati gelombang dua akan dilakukan pada Februari mendatang.

Tak tanggung-tanggung, terpidana mati asal Brasil Rodrigo Gularte dan terpidana mati asal Australia Andrew Chan, serta Myuran Sukumaran masuk daftar eksekusi. Padahal,Brasil dan Australia merupakan negara yang paling keras dalam memprotes kebijakan hukum Indonesia mengeksekusi terpidana mati.

Saat WNA asal Brasil Marco Archer C Moreira dieksekusi, Brasil memprotes dengan menarik pulang duta besarnya Paulo Alberto da Siveira Soares. Sementara Perdana Menteri Australia Tony Abbott melobi Presiden Jokowi agar tidak mengeksekusi dua warganya. Namun, ternyata upaya kedua negara itu mengintervensi proses hukum di Indonesia tidak membuahkan hasil

Sumber Internal Kejagung menuturkan, eksekusi mati gelombang dua saat ini sedang dipersiapkan. Tidak perlu lama-lama, Februari nanti eksekusi akan dilakukan. “Sejak awal, rencananya memang setiap bulan,” ujarnya.

Soal jumlah terpidana mati yang dieksekusi, kemungkinan akan jauh lebih banyak dari eksekusi gelombang pertama. Dalam daftar itu, masuk nama Rodrigo Gularte, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. “Ini masih prediksi ya,” tuturnya.

Mengapa ketiganya masuk ke daftar eksekusi mati” Dia menuturkan bahwa sebenarnya untuk warga Brasil itu pesanan langsung dari Jaksa Agung H.M Prasetyo. “Untuk yang Australia, saya kurang mengetahui,” jelasnya.

Misalnya, untuk Kejati Bali yang tengah kebingungan karena mencari lokasi yang tepat untuk eksekusi. Pasalnya, masyarakat Bali kemungkinan besar menolak Pulau Dewata digunakan sebagai lokasi eksekusi. “Kemungkinan bisa seperti eksekusi mati gelombang pertama,” tuturnya.

Eksekusi mati gelombang pertama banyak terpidana mati yang kasusnya ditangani Kejati Tangerang. Namun, kondisi di Tangerang tidak memungkinkan untuk eksekusi mati, baik keamanan dan pertimbangan lain. “Akhirnya, lokasi eksekusi dipindah ke Nusakambangan, tentunya kemungkinan besar Nusakambangan juga akan menjadi lokasi eksekusi gelombang dua,” ujarnya.

Dikonfirmasi terkait eksekusi mati tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana menjelaskan, untuk Kejagung grasi merupakan proses hukum terakhir. Sehingga, kalau memang sudah sampai tahap itu dan ditolak, tentu eksekusi harus dilakukan. “Soal waktunya, saya belum dapat informasi apakah Februari atau tidak,” terangnya.

Namun, saat ini Kejagung sedang mengevaluasi pelaksanaan eksekusi mati gelombang pertama. Salah satu yang materi yang dievaluasi adalah adanya salah satu terpidana yang ternyata telah pindah agama. “Pelaksanaan eksekusi mati menjadi agak molor karena kami harus mencari rohaniawan,” paparnya.

Terkait Warga Brasil dan Australia yang masuk daftar eksekusi, Tony mengaku belum mendengar adanya rencana itu. “Saya tidak tau, apakah masuk atau tidak. Namun, saat ini daftar itu sedang dibuat. Siapa yang kasih tau?.” Tanyanya.

Sementara Kuasa Hukum Terpidana Mati Asal Australia Todung Mulya Lubis menuturkan, pihaknya akan mengajukan peninjauan kembali (PK) kedua untuk dua WNA Australia. “Kami sedang mempersiapkannya,” jelasnya.

PK lebih dari sekali, lanjut dia, telah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK). Tentunya, jalan itu akan coba ditempuh tim kuasa hukum. “Tentunya, kami melihat ada peluang kalau mengajukan PK,” jelasnya.

Dikonfrimasi soal pengajuan PK tersebut, Tony Spontana menjelaskan, pihaknya telah mengecek pada Kejari Bali bahwa belum ada pengajuan PK untuk warga Australia. “Silahkan, tapi harusnya ingat kalau ada surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri yang belum membolehkan PK kedua,” jelasnya.

Terpidana mati asal Brasil Rodrigo Gularte ditangkap pada 2004 di Bandara Soekarno Hatta. Saat itu dia terbukti berupaya menyelundupkan 6 kilogram heroin yang disembunyikan di papan seluncur. Untuk WNA Australia, Andrew Chan dan Sukumaran, keduanya merupakan terpidana mati kasus narkotika. Mereka ditangkap di Bali pada 2005 karena berupaya menyelundupkan 8,2 kg heroin dari Indonesia ke Australia. (idr)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/