26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mendesak, Rekrutmen Sipir Besar-besaran

Saat ini rasio sipir dengan napi 1:55, yang berarti satu sipir harus mengawasi sekitar 55 warga binaan. Rasio itu jelas tidak afektif untuk pengawasan di lapas ataupun rutan.
Saat ini rasio sipir dengan napi 1:55, yang berarti satu sipir harus mengawasi sekitar 55 warga binaan. Rasio itu jelas tidak afektif untuk pengawasan di lapas ataupun rutan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Akar persoalan di lembaga pemasyarakatan (lapas) atau pun di rumah tahanan (rutan) selama ini sudah jelas, yakni jumlah sipir yang masih sangat kurang. Karena rasio sipir dengan penghuni sel yang tak seimbang, muncul beragam masalah seperti peredaran narkoba di dalam lapas dan napi kabur.

Untuk mengatasi hal itu, anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad mendesak Kementerian Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) segera melakukan rekrutmen sipir secara besar-besaran .

Dikatakan, MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi tidak bisa berdalih saat ini masih masa moratorium penerimaan CPNS. Yuddy harus melihat kenyataan di lapangan, sehingga bisa mengeluarkan kebijakan khusus, yakni penerimaan tenaga sipir secepatnya.

“MenPAN-RB harus buat kebijakan khusus soal LP. Jika terus dibiarkan maka LP justru akan menjadi surga bagi pecandu narkoba karena pengawasannya lemah,” ujar Sufmi Dasco Ahmad di Jakarta, kemarin (27/3).

Politikus Partai Gerindra itu tidak sepakat jika setiap ada masalah di lapas, selalu saja yang disalahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Alasannya yaitu tadi, akar masalah terletak pada kurangnya jumlah sipir dan itu merupakan kewenangan Menteri Yuddy untuk melakukan rekrutmen CPNS formasi sipir.

Menurutnya, secara umum saat ini rasio sipir dengan napi 1:55, yang berarti satu sipir harus mengawasi sekitar 55 warga binaan. Rasio itu jelas tidak afektif untuk pengawasan di lapas ataupun rutan. Kondisi ini akan semakin parah karena masih ada kebijakan moratorium penerimaan CPNS, sementara penghuni rutan dan lapas terus bertambah.

Terlebih lagi, di beberapa daerah sedang dibangun lapas baru, yang sipirnya diambilkan dari lapas lain.

“Saya dengar di beberapa daerah seperti Kabupaten Bogor, karena ada LP Cibinong yang baru dan LP Gunung Sindur, satu regu pegawai penjaga yang tadinya terdiri dari 15 orang sekarang hanya 9 orang karena sebagian dialihkan ke LP yang baru,” urai Sufmi Dasco.

Menurutnya, minimal rasio sipir dengan napi 1:25 sehingga pengawasan bisa afektif.Berbeda dengan Sufmi Dasco, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo tetap saja menyorti kinerja Kemenkum HAM, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS).

Politikus Partai Golkar itu menilai, Dirjen PAS gagal mengelola Lapas sebagai lembaga pembinaan. Buktinya, banyak kasus lapas menjadi sarang peredaran narkoba. Bahkan, lanjutnya, lapas berubah fungsi menjadi ‘kantor’ bagi sejumlah terpidana untuk mengelola dan mengendalikan bisnis barang haram itu.

Dia mendorong Kemenkum HAM untuk lebih intensif menjalin kerja sama khusus dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk melaksanakan program pembersihan di dalam lapas.

Terpisah, Anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Al Habsy mendesak pemerintah benar-benar tegas menghadapi para sindikat narkoba yang bermain dari dalam lapas.”Negara tidak boleh kalah dengan jaringan narkoba, tidak boleh menyerah dengan aksi-aksi perlawanan seperti ini,” kata Aboe, terkait kerusuhan dan pembakaran rutan Malabero, Kota Bengkulu, Jumat pekan lalu. (sam/adz)

Saat ini rasio sipir dengan napi 1:55, yang berarti satu sipir harus mengawasi sekitar 55 warga binaan. Rasio itu jelas tidak afektif untuk pengawasan di lapas ataupun rutan.
Saat ini rasio sipir dengan napi 1:55, yang berarti satu sipir harus mengawasi sekitar 55 warga binaan. Rasio itu jelas tidak afektif untuk pengawasan di lapas ataupun rutan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Akar persoalan di lembaga pemasyarakatan (lapas) atau pun di rumah tahanan (rutan) selama ini sudah jelas, yakni jumlah sipir yang masih sangat kurang. Karena rasio sipir dengan penghuni sel yang tak seimbang, muncul beragam masalah seperti peredaran narkoba di dalam lapas dan napi kabur.

Untuk mengatasi hal itu, anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad mendesak Kementerian Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) segera melakukan rekrutmen sipir secara besar-besaran .

Dikatakan, MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi tidak bisa berdalih saat ini masih masa moratorium penerimaan CPNS. Yuddy harus melihat kenyataan di lapangan, sehingga bisa mengeluarkan kebijakan khusus, yakni penerimaan tenaga sipir secepatnya.

“MenPAN-RB harus buat kebijakan khusus soal LP. Jika terus dibiarkan maka LP justru akan menjadi surga bagi pecandu narkoba karena pengawasannya lemah,” ujar Sufmi Dasco Ahmad di Jakarta, kemarin (27/3).

Politikus Partai Gerindra itu tidak sepakat jika setiap ada masalah di lapas, selalu saja yang disalahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Alasannya yaitu tadi, akar masalah terletak pada kurangnya jumlah sipir dan itu merupakan kewenangan Menteri Yuddy untuk melakukan rekrutmen CPNS formasi sipir.

Menurutnya, secara umum saat ini rasio sipir dengan napi 1:55, yang berarti satu sipir harus mengawasi sekitar 55 warga binaan. Rasio itu jelas tidak afektif untuk pengawasan di lapas ataupun rutan. Kondisi ini akan semakin parah karena masih ada kebijakan moratorium penerimaan CPNS, sementara penghuni rutan dan lapas terus bertambah.

Terlebih lagi, di beberapa daerah sedang dibangun lapas baru, yang sipirnya diambilkan dari lapas lain.

“Saya dengar di beberapa daerah seperti Kabupaten Bogor, karena ada LP Cibinong yang baru dan LP Gunung Sindur, satu regu pegawai penjaga yang tadinya terdiri dari 15 orang sekarang hanya 9 orang karena sebagian dialihkan ke LP yang baru,” urai Sufmi Dasco.

Menurutnya, minimal rasio sipir dengan napi 1:25 sehingga pengawasan bisa afektif.Berbeda dengan Sufmi Dasco, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo tetap saja menyorti kinerja Kemenkum HAM, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS).

Politikus Partai Golkar itu menilai, Dirjen PAS gagal mengelola Lapas sebagai lembaga pembinaan. Buktinya, banyak kasus lapas menjadi sarang peredaran narkoba. Bahkan, lanjutnya, lapas berubah fungsi menjadi ‘kantor’ bagi sejumlah terpidana untuk mengelola dan mengendalikan bisnis barang haram itu.

Dia mendorong Kemenkum HAM untuk lebih intensif menjalin kerja sama khusus dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk melaksanakan program pembersihan di dalam lapas.

Terpisah, Anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Al Habsy mendesak pemerintah benar-benar tegas menghadapi para sindikat narkoba yang bermain dari dalam lapas.”Negara tidak boleh kalah dengan jaringan narkoba, tidak boleh menyerah dengan aksi-aksi perlawanan seperti ini,” kata Aboe, terkait kerusuhan dan pembakaran rutan Malabero, Kota Bengkulu, Jumat pekan lalu. (sam/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/