30 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Aduhh… Lapas Jadi ‘Sekolah Kejahatan’

Foto: Tusda Adham/Rakyat Bengkulu/JPNN Rutan Malabero, Bengkulu, Jumat (25/3) malam, dibakar tahanan yang rusuh pascarazia BNN.
Foto: Tusda Adham/Rakyat Bengkulu/JPNN
Rutan Malabero, Bengkulu, Jumat (25/3) malam, dibakar tahanan yang rusuh pascarazia BNN.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kerusuhan Lapas Bengkulu yang menewaskan lima orang napi, Jumat (25/3) malam lalu, menguatkan dugaan bahwa kondisi penjara se-Indonesia saat ini bak api dalam sekam. Polri, Badan Nasional Narkotika (BNN), dan Kejaksaan Agung (Kejagung) mau tak mau harus ikut berperan dalam over kapasitas yang terjadi di 477 lapas se-Indonesia. Kini saatnya saling membantu bersinergi memadamkan api di dalam penjara.

Sesuai data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum dan HAM), saat ini 181 ribu napi harus berhimpit-himpitan di 477 lapas dan rutan yang kapasitasnya hanya 118 ribu napi. Lapas dan rutan se-Indonesia kelebihan beban sebanyak 63 ribu napi.

Dalam kamar sel setiap lapas, bisa jadi sel berukuran 20 meter persegi harus diisi puluhan napi. Sempit, gerah dan susah tidur menjadi keseharian para napi. Maka, wajar napi bisa berubah menjadi beringas karena terpicu dengan apapun yang mengusiknya.

Dirjen Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM I Wayan Kushmiantha Dusak menuturkan, kebetulan di Lapas Bengkulu itu yang mengusik adalah pengambilan seorang napi. Tapi, pemicu kericuhan dalam lapas itu bisa berasal dari apa pun.

”Pada dasarnya, over kapasitas di lapas memang menjadi problem utama. Over kapasitas ini terjadi di sebagian besar lapas,” tuturnya.

Jumlah narapidana saat ini terus bertambah. Namun, pembangunan lapas dan rutan tidak mungkin mengimbangi. Misalnya, penjara dengan resiko paling tinggi di pulau penjara, Nusakambangan. Dari tujuh lapas di pulau tersebut, ada dua lapas yang tergolong baru, yakni Pasir Putih dan Narkotika. Lalu, yang baru direvonasi ada dua lapas, hanya Lapas Batu dan Permisan.

”Lapas Kembangkuning dan Besi belum direnovasi,” paparnya.

Dengan begitu, dipastikan bahwa pembangunan infrasruktur lapas bukan solusi utama untuk memperbaiki kondisi lapas. Dia mengatakan, perbaikan sistem penegakan hukum yang menjadi jurus ampuh untuk membuat penjara tidak lagi bermasalah.

”Selama ini hukuman itu selalu berdasar pada balas dendam, padahal justru jauh lebih baik bila hukuman itu berdasar pada memperbaiki diri setiap narapidana,” terangnya.

Konsep hukuman yang dilakukan penegak hukum ini tentunya bisa diubah. Ada berbagai cara yang bisa ditempuh dalam menghukum orang, namun justru mendorong membentuk kepribadian yang lebih baik. Seperti, kerja sosial dan rehabilitasi.

”Saat ini penting untuk mencari solusi agar penjara tidak lagi over kapasitas,” tuturnya.

Dia mengatakan, memang saat ini belum ada konsep kerja sosial di lapas. Namun, setidaknya kebijakan bahwa napi bisa bekerja di luar lapas dengan persyaratan telah menjalani setengah dari masa hukuman. Ada sekitar 15 ribu napi yang saat ini tercatat bekerja di luar lapas.

”Mereka pagi hingga sore bekerja di luar dan malamnya menginap di lapas. Tentunya, ini upaya untuk membuat lapas tidak over kapasitas juga,” tegasnya.

Foto: Tusda Adham/Rakyat Bengkulu/JPNN Rutan Malabero, Bengkulu, Jumat (25/3) malam, dibakar tahanan yang rusuh pascarazia BNN.
Foto: Tusda Adham/Rakyat Bengkulu/JPNN
Rutan Malabero, Bengkulu, Jumat (25/3) malam, dibakar tahanan yang rusuh pascarazia BNN.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kerusuhan Lapas Bengkulu yang menewaskan lima orang napi, Jumat (25/3) malam lalu, menguatkan dugaan bahwa kondisi penjara se-Indonesia saat ini bak api dalam sekam. Polri, Badan Nasional Narkotika (BNN), dan Kejaksaan Agung (Kejagung) mau tak mau harus ikut berperan dalam over kapasitas yang terjadi di 477 lapas se-Indonesia. Kini saatnya saling membantu bersinergi memadamkan api di dalam penjara.

Sesuai data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum dan HAM), saat ini 181 ribu napi harus berhimpit-himpitan di 477 lapas dan rutan yang kapasitasnya hanya 118 ribu napi. Lapas dan rutan se-Indonesia kelebihan beban sebanyak 63 ribu napi.

Dalam kamar sel setiap lapas, bisa jadi sel berukuran 20 meter persegi harus diisi puluhan napi. Sempit, gerah dan susah tidur menjadi keseharian para napi. Maka, wajar napi bisa berubah menjadi beringas karena terpicu dengan apapun yang mengusiknya.

Dirjen Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM I Wayan Kushmiantha Dusak menuturkan, kebetulan di Lapas Bengkulu itu yang mengusik adalah pengambilan seorang napi. Tapi, pemicu kericuhan dalam lapas itu bisa berasal dari apa pun.

”Pada dasarnya, over kapasitas di lapas memang menjadi problem utama. Over kapasitas ini terjadi di sebagian besar lapas,” tuturnya.

Jumlah narapidana saat ini terus bertambah. Namun, pembangunan lapas dan rutan tidak mungkin mengimbangi. Misalnya, penjara dengan resiko paling tinggi di pulau penjara, Nusakambangan. Dari tujuh lapas di pulau tersebut, ada dua lapas yang tergolong baru, yakni Pasir Putih dan Narkotika. Lalu, yang baru direvonasi ada dua lapas, hanya Lapas Batu dan Permisan.

”Lapas Kembangkuning dan Besi belum direnovasi,” paparnya.

Dengan begitu, dipastikan bahwa pembangunan infrasruktur lapas bukan solusi utama untuk memperbaiki kondisi lapas. Dia mengatakan, perbaikan sistem penegakan hukum yang menjadi jurus ampuh untuk membuat penjara tidak lagi bermasalah.

”Selama ini hukuman itu selalu berdasar pada balas dendam, padahal justru jauh lebih baik bila hukuman itu berdasar pada memperbaiki diri setiap narapidana,” terangnya.

Konsep hukuman yang dilakukan penegak hukum ini tentunya bisa diubah. Ada berbagai cara yang bisa ditempuh dalam menghukum orang, namun justru mendorong membentuk kepribadian yang lebih baik. Seperti, kerja sosial dan rehabilitasi.

”Saat ini penting untuk mencari solusi agar penjara tidak lagi over kapasitas,” tuturnya.

Dia mengatakan, memang saat ini belum ada konsep kerja sosial di lapas. Namun, setidaknya kebijakan bahwa napi bisa bekerja di luar lapas dengan persyaratan telah menjalani setengah dari masa hukuman. Ada sekitar 15 ribu napi yang saat ini tercatat bekerja di luar lapas.

”Mereka pagi hingga sore bekerja di luar dan malamnya menginap di lapas. Tentunya, ini upaya untuk membuat lapas tidak over kapasitas juga,” tegasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/