26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Wow, Kini Penetapan Tersangka Masuk Objek Praperadilan

Hukum-Ilustrasi
Hukum-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penetapan tersangka akhirnya resmi masuk ke dalam objek sengketa praperadilan. Hal itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan secara sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Uji materi ini diajukan oleh terpidana kasus bio remediasi Chevron, Bachtiar Abdul Fatah.

Dalam putusannya mahkamah menyatakan bahwa Pasal 77 huruf a KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan,” ujar Ketua MK Arif Hidayat membacakan putusan dalam sidang di Gedung MK, Selasa (28/4).

Menurut mahkamah, hakikat keberadaan pranata praperadilan adalah sebagai mekanisme pengawasan terhadap proses penegakan hukum. Hal ini terkait erat dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM).

Sementara, penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap HAM seseorang. Karena itu, sewajarnya warga negara diberi kesempatan untuk menguji penetapan tersangka melalui praperadilan.

“Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang penyidik,” ucap Hakim Anwar Usman membacakan pertimbangan mahkamah.

Dalam putusannya mahkamah juga menambahkan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dengan frasa “minimal dua alat bukti”. Sehingga menegaskan bahwa proses penetapan dan penyidikan seseorang sampai menjadi tersangka harus didahului dengan adanya dua alat bukti.

Suara mahkamah tidak bulat dalam putusan ini. Dari sembilan hakim, tiga berpendapat bahwa penetapan tersangka bukan bagian dari obyek praperadilan. Hakim-hakim itu adalah I Dewa Gede Palguna, Muhammad Alim dan Aswanto. (dil/jpnn)

Hukum-Ilustrasi
Hukum-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penetapan tersangka akhirnya resmi masuk ke dalam objek sengketa praperadilan. Hal itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan secara sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Uji materi ini diajukan oleh terpidana kasus bio remediasi Chevron, Bachtiar Abdul Fatah.

Dalam putusannya mahkamah menyatakan bahwa Pasal 77 huruf a KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan,” ujar Ketua MK Arif Hidayat membacakan putusan dalam sidang di Gedung MK, Selasa (28/4).

Menurut mahkamah, hakikat keberadaan pranata praperadilan adalah sebagai mekanisme pengawasan terhadap proses penegakan hukum. Hal ini terkait erat dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM).

Sementara, penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap HAM seseorang. Karena itu, sewajarnya warga negara diberi kesempatan untuk menguji penetapan tersangka melalui praperadilan.

“Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang penyidik,” ucap Hakim Anwar Usman membacakan pertimbangan mahkamah.

Dalam putusannya mahkamah juga menambahkan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dengan frasa “minimal dua alat bukti”. Sehingga menegaskan bahwa proses penetapan dan penyidikan seseorang sampai menjadi tersangka harus didahului dengan adanya dua alat bukti.

Suara mahkamah tidak bulat dalam putusan ini. Dari sembilan hakim, tiga berpendapat bahwa penetapan tersangka bukan bagian dari obyek praperadilan. Hakim-hakim itu adalah I Dewa Gede Palguna, Muhammad Alim dan Aswanto. (dil/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/