31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Kemenaker Sebut Tak Sampai 1.000 Pekerja, Data Imigrasi…

Foto: Fachrul Rozi/Sumut Pos Sejumlah tenaga kerja asing (TKA) saat beristirahat di sekitar lokasi proyek pembangunan PLTU Paluhkurau, Langkat, Sumut, Senin (18/7/2016).
Foto: Fachrul Rozi/Sumut Pos
Sejumlah tenaga kerja asing (TKA) saat beristirahat di sekitar lokasi proyek pembangunan PLTU Paluhkurau, Langkat, Sumut, Senin (18/7/2016).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kengototan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tentang data tenaga kerja asing (TKA) ilegal yang tidak sampai angka 1.000 patut dipertanyakan. Sebab, jumlah TKA yang mereka sebutkan sangat timpang dengan data keimigrasian pekerja asing yang dikeluarkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Sesuai data Ditjen Imigrasi, warga negara asing (WNA) yang mengurus izin tinggal terbatas (Itas) dan izin tinggal tetap (Itap) per 18 Desember lalu sebanyak 164.698. Izin tinggal itu bisa digunakan untuk bekerja di Indonesia. Sementara data TKA yang dirilis Kemenaker 74.183. Dengan demikian, terdapat selisih 90.515 izin tinggal warga asing. Jumlah itu berpotensi menjadi TKA ilegal karena tidak mengurus izin kerja di Kemenaker.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengamini selisih tersebut mengindikasikan bahwa ada celah warga asing yang bekerja di Indonesia secara ilegal. Hal itu bisa dilihat dari UU Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian yang menyebut bahwa Itas dan Itap bisa diberikan bagi pekerja, investor, hingga orang asing yang menikah dengan warga Indonesia.

“Logikanya, buat apa mereka minta izin tinggal di Indonesia, kalau bukan untuk bekerja,” ujarnya kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos), Selasa (27/12). Modus bekerja yang hanya menggunakan izin tinggal ditengarai merupakan cara untuk menghindari kewajiban badan atau instansi membayar dana pengembangan keahlian dan keterampilang (DPKK) sebesar USD 100 per TKA per jabatan per bulan.

Pemerintah pun dinilai tidak tegas menyikapi TKA ilegal, khususnya dari Tiongkok. Sebaliknya, persoalan itu justru direspon berlebihan, seperti mencari sumber provokator penyebar isu soal serbuan TKA. Padahal, bila pemerintah bijak, informasi itu mestinya bisa dijadikan acuan untuk terjun ke lapangan. ”Fakta kehadiran TKA ilegal itu memang ada, apalagi dari Tiongkok,” tuturnya.

Timboel mengaku kerap menjumpai TKA yang tidak sesuai ketentuan ketenagakerjaan. Dia menceritakan pengalamannya bertemu warga asing yang bekerja di sebuah perusahaan swasta asing di Jakarta. TKA itu bernama Le Hang, kewarganegaraan Tiongkok. Perempuan tersebut bekerja sebagai operator engineering. ”Saat saya ajak bicara, sama sekali tidak bisa bahasa Indonesia, bahasa Inggrisnya saja masih terbata-bata,” bebernya.

Temuan itu mengindikasikan lemahnya pengawasan ketenagakerjaan dan imgrasi. Pemerintah semestinya merespon temuan itu dengan memperkuat pengawasan. Bukan malah ngotot mempertahankan data masing-masing. ”Koordinasi antara Kemenaker, imigrasi dan polisi harusnya diperkuat,” ucapnya.

Foto: Fachrul Rozi/Sumut Pos Sejumlah tenaga kerja asing (TKA) saat beristirahat di sekitar lokasi proyek pembangunan PLTU Paluhkurau, Langkat, Sumut, Senin (18/7/2016).
Foto: Fachrul Rozi/Sumut Pos
Sejumlah tenaga kerja asing (TKA) saat beristirahat di sekitar lokasi proyek pembangunan PLTU Paluhkurau, Langkat, Sumut, Senin (18/7/2016).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kengototan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tentang data tenaga kerja asing (TKA) ilegal yang tidak sampai angka 1.000 patut dipertanyakan. Sebab, jumlah TKA yang mereka sebutkan sangat timpang dengan data keimigrasian pekerja asing yang dikeluarkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Sesuai data Ditjen Imigrasi, warga negara asing (WNA) yang mengurus izin tinggal terbatas (Itas) dan izin tinggal tetap (Itap) per 18 Desember lalu sebanyak 164.698. Izin tinggal itu bisa digunakan untuk bekerja di Indonesia. Sementara data TKA yang dirilis Kemenaker 74.183. Dengan demikian, terdapat selisih 90.515 izin tinggal warga asing. Jumlah itu berpotensi menjadi TKA ilegal karena tidak mengurus izin kerja di Kemenaker.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengamini selisih tersebut mengindikasikan bahwa ada celah warga asing yang bekerja di Indonesia secara ilegal. Hal itu bisa dilihat dari UU Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian yang menyebut bahwa Itas dan Itap bisa diberikan bagi pekerja, investor, hingga orang asing yang menikah dengan warga Indonesia.

“Logikanya, buat apa mereka minta izin tinggal di Indonesia, kalau bukan untuk bekerja,” ujarnya kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos), Selasa (27/12). Modus bekerja yang hanya menggunakan izin tinggal ditengarai merupakan cara untuk menghindari kewajiban badan atau instansi membayar dana pengembangan keahlian dan keterampilang (DPKK) sebesar USD 100 per TKA per jabatan per bulan.

Pemerintah pun dinilai tidak tegas menyikapi TKA ilegal, khususnya dari Tiongkok. Sebaliknya, persoalan itu justru direspon berlebihan, seperti mencari sumber provokator penyebar isu soal serbuan TKA. Padahal, bila pemerintah bijak, informasi itu mestinya bisa dijadikan acuan untuk terjun ke lapangan. ”Fakta kehadiran TKA ilegal itu memang ada, apalagi dari Tiongkok,” tuturnya.

Timboel mengaku kerap menjumpai TKA yang tidak sesuai ketentuan ketenagakerjaan. Dia menceritakan pengalamannya bertemu warga asing yang bekerja di sebuah perusahaan swasta asing di Jakarta. TKA itu bernama Le Hang, kewarganegaraan Tiongkok. Perempuan tersebut bekerja sebagai operator engineering. ”Saat saya ajak bicara, sama sekali tidak bisa bahasa Indonesia, bahasa Inggrisnya saja masih terbata-bata,” bebernya.

Temuan itu mengindikasikan lemahnya pengawasan ketenagakerjaan dan imgrasi. Pemerintah semestinya merespon temuan itu dengan memperkuat pengawasan. Bukan malah ngotot mempertahankan data masing-masing. ”Koordinasi antara Kemenaker, imigrasi dan polisi harusnya diperkuat,” ucapnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/