Dia menambahkan, TKA ilegal bisa dikategorikan menjadi 2 jenis. Yakni TKA tanpa ijin atau IMTA (izin mempekerjakan tenaga asing) dan TKA yang punya izin tapi jabatan dan posisi pekerjaan tidak sesuai dengan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA). Keduanya menyalahi aturan dan harus ditindak tegas. ”Jadi yang legal itu belum tentu sesuai ketentuan di UU atau peraturan menaker,” imbuhnya.
Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM Agung Sampurno menerangkan, data orang asing yang dikeluarkan lembaganya memang belum mencerminkan jumlah TKA. Namun, dia tidak menampik bahwa mayoritas izin tinggal yang diberikan kepada orang asing banyak digunakan untuk keperluan bisnis dan investasi. ”Memang perlu dilihat (satu per satu) apakah mereka punya izin kerja (dari Kemenaker) atau tidak,” tuturnya.
Sayang, Kemenaker belum merespon selisih data dan kritik lemahnya pengawasan ketenagakerjaan itu. Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan Kemenaker Maruli Apul Hasioloan belum memberikan komentar saat dikonfirmasi melalui pesan singkat. Dia juga tidak merespon saat dihubungi. Pejabat berwenang lainnya juga tidak berada di kantor saat wartawan koran ini mencoba menemui.
Meski demikian, sumber di Kemenaker mengatakan, ketimpangan data antara imigrasi dan Kemenaker tentang TKA memang wajar terjadi. Sebab, data di Kemenaker hanya mencatat pekerja asing yang mengurus izin kerja. Sementara warga asing yang tidak mengurus izin, belum terdeteksi berapa jumlahnya. ”Kalau (TKA ilegal) yang ditemukan selama ini tidak sampai 1.000,” dalihnya. (tyo/byu/jun)