30.6 C
Medan
Saturday, June 15, 2024

Nasib Anas Tergantung TB Silalahi

JAKARTA- Penonaktifan petinggi partai di Partai Demokrat, termasuk ketua umum, tak terlepas dari peran penting Komite Pengawas. Lembaga semacam tim kecil penyidik di bawah Dewan Kehormatan itu dipimpin oleh TB Silalahi. Anggota Dewan Pembina sekaligus purnawirawan jenderal yang dikenal dekat dengan Susilo Bambang Yudhoyono.

Wasekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustofa mengungkapkan, komite yang baru ditetapkan terbentuk pada Rakornas Demokrat di Bogor, Juli 2011 lalu, itu merupakan alat Dewan Kehormatan mengumpulkan semua fakta terkait kasus tertentu.

Fakta-fakta itulah yang akan dijadikan dasar Dewan Kehormatan menjatuhkan putusan.

Komite itu beranggotakan sembilan orang. Beberapa nama yang masuk diantaranya, Suaedy Marasabessy, Sumaryono, dan Cacuk Sudaryanto.

“Jadi, kami itu punya mekanisme tertentu mengganti pejabat partai yang terindikasi melakukan pelanggaran, ada mekanismenya,” kata Saan Mustofa, di sela acara diskusi, di Jakarta, kemarin (28/1).

Karenanya, pihaknya mempertanyakan adanya wacana pelengseran Anas sebagai ketua umum yang terus mengemuka belakangan ini. Sebagaimana yang diketahuinya, belum ada petinggi partai yang membicarakan nasib Anas dan penonaktifannya dari partai. “Tidak ada yang membicarakan apalagi sampai mengagendakan Anas harus nonaktif atau mundur,” tegasnya.

Saan menambahkan, selain sejumlah kasus lain, Komisi Pengawas juga mengikuti perkembangan terakhir kasus yang masih juga marak jadi perbincangan public. Yaitu, kasus suap Wisma Atlet yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin. Beberapa nama petinggi partai menyusul ikut terseret namanya. Mulai dari Wasekjen Angelina Sondakh, Wabendum Mirwan Amir, Sekretaris Dewan Pembina Andi Mallarangeng, hingga terakhir Ketua Umum Anas Urbaningrum.

“Tentu ketika ada temuan yang jelas terhadap semua kader, pasti akan diproses. Termasuk jika itu ketua umum,” tandas politisi yang dikenal dekat dengan Anas tersebut.

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari melihat, posisi Anas Urbaningrum masih belum aman. Kongres Luar Biasa (KLB) tetap bisa terlaksana kapanpun. Pasalnya sejumlah posisi strategis didominasi oleh kubu SBY.

Dia mengungkapkan salah satunya adalah komposisi di Majelis Tinggi. Majelis ini beranggotakan sembilan orang yang dipimpin langsung SBY sebagai ketua Dewan Pembina. Anggota lainnya yakni Wakil Ketua Dewan Pembina Marzuki Alie, Sekretaris Dewan Pembina Andi Mallarangeng, dan Ketua Umum Anas Urbaningrum. Ada pula Wakil Ketua Umum Max Sopacua, Wakil Ketua Umum Jhonny Allen, Sekjen Edhie Baskoro Yudhoyono, Direktur Eksekutif Partai Demokrat Toto Riyanto, dan bendahara umum yang posisinya masih kosong.

Qodari menyatakan, di lembaga partai yang memiliki kewenangan luar biasa itu orang yang dikenal dekat dengan SBY lebih dominan, yaitu sekitar 70 persen. Sisanya, baru orang dekat Anas. “Padahal, KLB bisa terjadi karena tiga hal, salah satunya usulan Majelis Tinggi ini,” tandasnya. Dia melanjutkan, faksi-faksi ini sesungguhnya adalah cerminan konflik yang masih tersisa pasca kompetisi di Kongres Demokrat 2010 lalu. “Dan, ini bisa meledak kapan saja,” imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, pada kongres lalu, ada tiga calon ketua umum. Selain Anas Urbaningrum yang akhirnya terpilih, ada pula nama Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng. Tentu sudah menjadi rahasia umum, SBY dan orang-orang dekatnya sebenarnya lebih menghendaki Andi Mallarangeng yang terpilih.

Namun demikian, potensi KLB atas usulan Majelis Tinggi itu dibantah oleh Saan Mustofa. Menurut dia, kewenangan strategis yang dimiliki Majelis Tinggi bukan diwilayah usulan penyelenggaraan KLB. Namun, menentukan kebijakan-kebijakan politik strategis, semisal penentuan capres/ cawapres yang akan diusung partai ataupun penentuan calon kepala daerah.

Sebab, di dalam ketentuan AD/ART, wewenang mengusulkan KLB memang tidak dimiliki Majelis Tinggi. Namun, terkait ketentuan mengenai Dewan Kehormatan, Majelis Tinggi memiliki peranan yang luar biasa. DK yang mengurusi persoalan etik organisasi itu harus melaporkan keputusan-keputusannya pada Majelis Tinggi. Selanjutnya, DPP harus menjalankan apapun keputusan Dewan Kehormatan.

(dyn/jpnn)

JAKARTA- Penonaktifan petinggi partai di Partai Demokrat, termasuk ketua umum, tak terlepas dari peran penting Komite Pengawas. Lembaga semacam tim kecil penyidik di bawah Dewan Kehormatan itu dipimpin oleh TB Silalahi. Anggota Dewan Pembina sekaligus purnawirawan jenderal yang dikenal dekat dengan Susilo Bambang Yudhoyono.

Wasekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustofa mengungkapkan, komite yang baru ditetapkan terbentuk pada Rakornas Demokrat di Bogor, Juli 2011 lalu, itu merupakan alat Dewan Kehormatan mengumpulkan semua fakta terkait kasus tertentu.

Fakta-fakta itulah yang akan dijadikan dasar Dewan Kehormatan menjatuhkan putusan.

Komite itu beranggotakan sembilan orang. Beberapa nama yang masuk diantaranya, Suaedy Marasabessy, Sumaryono, dan Cacuk Sudaryanto.

“Jadi, kami itu punya mekanisme tertentu mengganti pejabat partai yang terindikasi melakukan pelanggaran, ada mekanismenya,” kata Saan Mustofa, di sela acara diskusi, di Jakarta, kemarin (28/1).

Karenanya, pihaknya mempertanyakan adanya wacana pelengseran Anas sebagai ketua umum yang terus mengemuka belakangan ini. Sebagaimana yang diketahuinya, belum ada petinggi partai yang membicarakan nasib Anas dan penonaktifannya dari partai. “Tidak ada yang membicarakan apalagi sampai mengagendakan Anas harus nonaktif atau mundur,” tegasnya.

Saan menambahkan, selain sejumlah kasus lain, Komisi Pengawas juga mengikuti perkembangan terakhir kasus yang masih juga marak jadi perbincangan public. Yaitu, kasus suap Wisma Atlet yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin. Beberapa nama petinggi partai menyusul ikut terseret namanya. Mulai dari Wasekjen Angelina Sondakh, Wabendum Mirwan Amir, Sekretaris Dewan Pembina Andi Mallarangeng, hingga terakhir Ketua Umum Anas Urbaningrum.

“Tentu ketika ada temuan yang jelas terhadap semua kader, pasti akan diproses. Termasuk jika itu ketua umum,” tandas politisi yang dikenal dekat dengan Anas tersebut.

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari melihat, posisi Anas Urbaningrum masih belum aman. Kongres Luar Biasa (KLB) tetap bisa terlaksana kapanpun. Pasalnya sejumlah posisi strategis didominasi oleh kubu SBY.

Dia mengungkapkan salah satunya adalah komposisi di Majelis Tinggi. Majelis ini beranggotakan sembilan orang yang dipimpin langsung SBY sebagai ketua Dewan Pembina. Anggota lainnya yakni Wakil Ketua Dewan Pembina Marzuki Alie, Sekretaris Dewan Pembina Andi Mallarangeng, dan Ketua Umum Anas Urbaningrum. Ada pula Wakil Ketua Umum Max Sopacua, Wakil Ketua Umum Jhonny Allen, Sekjen Edhie Baskoro Yudhoyono, Direktur Eksekutif Partai Demokrat Toto Riyanto, dan bendahara umum yang posisinya masih kosong.

Qodari menyatakan, di lembaga partai yang memiliki kewenangan luar biasa itu orang yang dikenal dekat dengan SBY lebih dominan, yaitu sekitar 70 persen. Sisanya, baru orang dekat Anas. “Padahal, KLB bisa terjadi karena tiga hal, salah satunya usulan Majelis Tinggi ini,” tandasnya. Dia melanjutkan, faksi-faksi ini sesungguhnya adalah cerminan konflik yang masih tersisa pasca kompetisi di Kongres Demokrat 2010 lalu. “Dan, ini bisa meledak kapan saja,” imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, pada kongres lalu, ada tiga calon ketua umum. Selain Anas Urbaningrum yang akhirnya terpilih, ada pula nama Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng. Tentu sudah menjadi rahasia umum, SBY dan orang-orang dekatnya sebenarnya lebih menghendaki Andi Mallarangeng yang terpilih.

Namun demikian, potensi KLB atas usulan Majelis Tinggi itu dibantah oleh Saan Mustofa. Menurut dia, kewenangan strategis yang dimiliki Majelis Tinggi bukan diwilayah usulan penyelenggaraan KLB. Namun, menentukan kebijakan-kebijakan politik strategis, semisal penentuan capres/ cawapres yang akan diusung partai ataupun penentuan calon kepala daerah.

Sebab, di dalam ketentuan AD/ART, wewenang mengusulkan KLB memang tidak dimiliki Majelis Tinggi. Namun, terkait ketentuan mengenai Dewan Kehormatan, Majelis Tinggi memiliki peranan yang luar biasa. DK yang mengurusi persoalan etik organisasi itu harus melaporkan keputusan-keputusannya pada Majelis Tinggi. Selanjutnya, DPP harus menjalankan apapun keputusan Dewan Kehormatan.

(dyn/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/