26.7 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Militan Abu Sayyaf Sandera ABK WNI, Minta Tebusan Rp14,4 Miliar

grafis-bajak kapal
grafis-bajak kapal

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kasus pembajakan kapal kembali menghantui Indonesia. Setelah kapal MV Sinar Kudus pada 2014, kini giliran kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang menjadi korban. Kapal pengangkut batu bara dari Banjarmasin itu disergap perompak yang terafiliasi dengan kelompok militan Abu Sayyaf di perairan selatan Filipina.

Selain kapal, pembajakan tersebut membawa korban sepuluh warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi awak kapal. Mereka menjadi sandera sejak 26 Maret lalu, bersamaan dengan pembajakan dilakukan.

Juru Bicara Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengonfirmasi kasus itu, kemarin (29/3). ”Saat dibajak, kedua kapal dalam perjalanan dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menuju Batangas, Filipina Selatan,” katanya di Jakarta.

”Kami belum mengetahui persis kapan kapal dibajak. Namun, pihak pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada 26 Maret 2016. Informasi tersebut diterima saat ada telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf,” lanjutnya.

Arrmanatha menjelaskan, saat ini kapal Brahma sudah ditinggalkan pihak pembajak dan diamankan otoritas Filipina. Namun, kapal Anand 12 yang berisi 7 ribu ton batu bara dan sepuluh awak kapal masih berada di tangan pembajak.

”Menurut informasi, pembajak menyampaikan tuntutan sejumlah uang tebusan. Sejak 26 Maret pihak pembajak sudah dua kali menghubungi pemilik kapal,” imbuhnya.

Sampai saat ini tuntutan pembajak mencapai 50 juta peso (Rp 14,4 miliar).

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan mengerahkan seluruh konsentrasi untuk menyelesaikan kasus tersebut. Termasuk berkoordinasi secara langsung dengan Menteri Luar Negeri Filipina Jose Rene Dimataga Almendras.

”Prioritas kami saat ini adalah keselamatan sepuluh WNI yang disandera,” tegasnya.

Prioritas pembebasan tentu saja dilakukan dengan jalan negosiasi. Namun, jika tidak berhasil, pemerintah siap melakukan operasi militer. Sebagaimana yang dilakukan pada kapal MV Sinar Kudus di perairan Somalia lalu.

Di sisi lain, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menjelaskan, pihaknya saat ini terus melakukan koordinasi dengan pihak Menhan Filipina. Sebab, saat ini posisi tahanan berada di wilayah kedaulatan Filipina sehingga TNI tidak bisa masuk begitu saja.

Ryamizard memastikan, TNI berada dalam posisi siap siaga jika sewaktu-waktu diperlukan Filipina untuk melakukan pembebasan. ”Kami monitor terus. Kapal patroli AL sudah siap di dekat Ambalat,” ujarnya di kantor Kemenhan. Namun, jika pihak Filipina menyatakan kesiapannya, Indonesia tidak akan memberikan bantuan militer.

Soal negosiasi, Ryamizard menegaskan bahwa hal tersebut menjadi domain Kementerian Luar Negeri. Termasuk kemungkinan melakukan penebusan atau tidak.

”Kalau kita bisa lepas tanpa bayar, ya buat apa bayar?” imbuhnya.

Mantan KSAD itu menduga perampok memanfaatkan ketegangan Laut China Selatan untuk melakukan aksinya. ”Sudah saya sampaikan dari dulu, harus ada patroli bersama. Kalau ada patroli bersama, tak akan ada perompak pencuri ikan,” tuturnya.

Mulai kemarin pasukan TNI dari berbagai matra sudah mendarat di Tarakan, Kalimantan Utara. Mereka disiagakan di Pangkalan Aju Tarakan jika operasi militer diperlukan untuk pembebasan sandera.

grafis-bajak kapal
grafis-bajak kapal

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kasus pembajakan kapal kembali menghantui Indonesia. Setelah kapal MV Sinar Kudus pada 2014, kini giliran kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang menjadi korban. Kapal pengangkut batu bara dari Banjarmasin itu disergap perompak yang terafiliasi dengan kelompok militan Abu Sayyaf di perairan selatan Filipina.

Selain kapal, pembajakan tersebut membawa korban sepuluh warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi awak kapal. Mereka menjadi sandera sejak 26 Maret lalu, bersamaan dengan pembajakan dilakukan.

Juru Bicara Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengonfirmasi kasus itu, kemarin (29/3). ”Saat dibajak, kedua kapal dalam perjalanan dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menuju Batangas, Filipina Selatan,” katanya di Jakarta.

”Kami belum mengetahui persis kapan kapal dibajak. Namun, pihak pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada 26 Maret 2016. Informasi tersebut diterima saat ada telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf,” lanjutnya.

Arrmanatha menjelaskan, saat ini kapal Brahma sudah ditinggalkan pihak pembajak dan diamankan otoritas Filipina. Namun, kapal Anand 12 yang berisi 7 ribu ton batu bara dan sepuluh awak kapal masih berada di tangan pembajak.

”Menurut informasi, pembajak menyampaikan tuntutan sejumlah uang tebusan. Sejak 26 Maret pihak pembajak sudah dua kali menghubungi pemilik kapal,” imbuhnya.

Sampai saat ini tuntutan pembajak mencapai 50 juta peso (Rp 14,4 miliar).

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan mengerahkan seluruh konsentrasi untuk menyelesaikan kasus tersebut. Termasuk berkoordinasi secara langsung dengan Menteri Luar Negeri Filipina Jose Rene Dimataga Almendras.

”Prioritas kami saat ini adalah keselamatan sepuluh WNI yang disandera,” tegasnya.

Prioritas pembebasan tentu saja dilakukan dengan jalan negosiasi. Namun, jika tidak berhasil, pemerintah siap melakukan operasi militer. Sebagaimana yang dilakukan pada kapal MV Sinar Kudus di perairan Somalia lalu.

Di sisi lain, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menjelaskan, pihaknya saat ini terus melakukan koordinasi dengan pihak Menhan Filipina. Sebab, saat ini posisi tahanan berada di wilayah kedaulatan Filipina sehingga TNI tidak bisa masuk begitu saja.

Ryamizard memastikan, TNI berada dalam posisi siap siaga jika sewaktu-waktu diperlukan Filipina untuk melakukan pembebasan. ”Kami monitor terus. Kapal patroli AL sudah siap di dekat Ambalat,” ujarnya di kantor Kemenhan. Namun, jika pihak Filipina menyatakan kesiapannya, Indonesia tidak akan memberikan bantuan militer.

Soal negosiasi, Ryamizard menegaskan bahwa hal tersebut menjadi domain Kementerian Luar Negeri. Termasuk kemungkinan melakukan penebusan atau tidak.

”Kalau kita bisa lepas tanpa bayar, ya buat apa bayar?” imbuhnya.

Mantan KSAD itu menduga perampok memanfaatkan ketegangan Laut China Selatan untuk melakukan aksinya. ”Sudah saya sampaikan dari dulu, harus ada patroli bersama. Kalau ada patroli bersama, tak akan ada perompak pencuri ikan,” tuturnya.

Mulai kemarin pasukan TNI dari berbagai matra sudah mendarat di Tarakan, Kalimantan Utara. Mereka disiagakan di Pangkalan Aju Tarakan jika operasi militer diperlukan untuk pembebasan sandera.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/