25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

DPR Dorong Penyelidikan Dugaan Suap Maruli

Didik Mukrianto, anggota komisi hukum (III) lainnya, juga mengingatkan bahwa segala hal yang berkaitan dengan penegakan hukum harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. ”Prinsipnya, penegakan hukum tidak boleh dilaksanakan dengan tebang pilih,” tuturnya.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat itu menambahkan, proses hukum terhadap siapa pun harus hanya digantungkan pada kepentingan penegakan hukum dan prinsip keadilan. ”Semua pihak akan menjunjung tinggi yang dilakukan aparat penegak hukum tanpa terkecuali sepanjang dilakukan dengan transparansi dan independensi,” tandasnya.

Terpisah, anggota Komisi III DPR Raden M Syafii mengkritisi lambannya proses penyelidikan KPK terkait kasus dugaan suap Maruli Hutagalung. Legislator Partai Gerindra itu menduga, lamanya penyelidikan dugaan suap Kajati Jatim itu ada kaitannya dengan kekuasaan. “KPK saat ini bekerja tidak hanya dengan hukum, tetapi juga sebagai alat kekuasaan,” kata politisi yang akrab disapa Romo ini saat dihubungi.

Romo yang juga Ketua Pansus RUU Terorisme itu mengingatkan, publik menaruh kepercayaan tinggi kepada KPK. Namun, saat ini banyak kasus yang menggantung dalam proses penyelidikan KPK. Menurut dia, hal tersebut merupakan ujian tersendiri bagi KPK. “Jangan sampai KPK tebang pilih dalam menyelesaikan kasus,” ujarnya.

Ketidakpatuhan Kajati Jatim Maruli Hutagalung dalam melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga terus menjadi sorotan banyak pihak. Pakar Pencucian Uang Yenti Garnasih menyatakan, menyerahkan laporan harta kekayaan penyelanggara negara (LHKPN) kepada KPK wajib hukumnya bagi pejabat negara. Baik ketika dia baru menjabat dan ketika meletakkan jabatannya. “Ketika dilantik jabatan baru dia harus lapor. Saat selesai tuga, dia juga harus lapor. Dari situ akan diketahui berapa nilai harta kekayaannya selama menjabat,” terang dia.

Apakah orang yang tidak lapor LHKPN ada kemungkinan sengaja menyembunyikan nilai hartanya? Menurut dosen fakultas hukum Universitas Trisakti itu menyatakan, ada banyak faktor kenapa pejabat tidak melaporkan hartanya. Mungkin dia malas, kesulitan mengisi, dan bisa saja memang dia sengaja menyembunyikan hartanya.

Namun, kata dia, tidak bisa secara langsung dikatakan harta itu diperoleh secara tidak benar. Jadi, butuh penelusuran untuk memastikan apakah harta itu didapat secara benar atau hasil dari kejahatan. Menurut dia, aturan LHKPN setengah hati. Pejabat negara diwajibkan menyerahkan laporan harta kekayaan, tapi tidak diikuti dengan pemberian sanksi.

Ketika ada penyelenggara negara yang tidak menyerahkan LHKPN, dia dibiarkan saja. Tidak ada sanksi bagi yang melanggar. Terkait dengan kasus Maruli, lanjut Yenti, sebagai pejabat negara seharusnya dia melaporkan harta kekayaannya. Apalagi sejak 2013 mantan direktur penyidikan Jampidsus Kejagung itu tidak pernah melaporkan harta kekayaannya.

Menurut dia, sudah saatnya ada perubahan dalam aturan LHKPN. Dia pun mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo agar ada sanksi tegas bagi pejabat yang tidak lapor harta mereka. Salah satunya sanksi administratif. Jika pejabat itu diketahui tidak melapor, maka dia bisa dicopot dari jabatannya, karena dianggap tidak patuh dan tidak layak menduduki jabatan strategis.

Penerapan sanksi itu bisa dimasukkan dalam paket kebijakan reformasi hukum yang sekarang sedang digodok pemerintah. “Sanksi bagi tidak melapor sangat penting agar pejabat patuh melapor,” papar dia saat dihubungi Jawa Pos, Sabtu (29/10).

Didik Mukrianto, anggota komisi hukum (III) lainnya, juga mengingatkan bahwa segala hal yang berkaitan dengan penegakan hukum harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. ”Prinsipnya, penegakan hukum tidak boleh dilaksanakan dengan tebang pilih,” tuturnya.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat itu menambahkan, proses hukum terhadap siapa pun harus hanya digantungkan pada kepentingan penegakan hukum dan prinsip keadilan. ”Semua pihak akan menjunjung tinggi yang dilakukan aparat penegak hukum tanpa terkecuali sepanjang dilakukan dengan transparansi dan independensi,” tandasnya.

Terpisah, anggota Komisi III DPR Raden M Syafii mengkritisi lambannya proses penyelidikan KPK terkait kasus dugaan suap Maruli Hutagalung. Legislator Partai Gerindra itu menduga, lamanya penyelidikan dugaan suap Kajati Jatim itu ada kaitannya dengan kekuasaan. “KPK saat ini bekerja tidak hanya dengan hukum, tetapi juga sebagai alat kekuasaan,” kata politisi yang akrab disapa Romo ini saat dihubungi.

Romo yang juga Ketua Pansus RUU Terorisme itu mengingatkan, publik menaruh kepercayaan tinggi kepada KPK. Namun, saat ini banyak kasus yang menggantung dalam proses penyelidikan KPK. Menurut dia, hal tersebut merupakan ujian tersendiri bagi KPK. “Jangan sampai KPK tebang pilih dalam menyelesaikan kasus,” ujarnya.

Ketidakpatuhan Kajati Jatim Maruli Hutagalung dalam melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga terus menjadi sorotan banyak pihak. Pakar Pencucian Uang Yenti Garnasih menyatakan, menyerahkan laporan harta kekayaan penyelanggara negara (LHKPN) kepada KPK wajib hukumnya bagi pejabat negara. Baik ketika dia baru menjabat dan ketika meletakkan jabatannya. “Ketika dilantik jabatan baru dia harus lapor. Saat selesai tuga, dia juga harus lapor. Dari situ akan diketahui berapa nilai harta kekayaannya selama menjabat,” terang dia.

Apakah orang yang tidak lapor LHKPN ada kemungkinan sengaja menyembunyikan nilai hartanya? Menurut dosen fakultas hukum Universitas Trisakti itu menyatakan, ada banyak faktor kenapa pejabat tidak melaporkan hartanya. Mungkin dia malas, kesulitan mengisi, dan bisa saja memang dia sengaja menyembunyikan hartanya.

Namun, kata dia, tidak bisa secara langsung dikatakan harta itu diperoleh secara tidak benar. Jadi, butuh penelusuran untuk memastikan apakah harta itu didapat secara benar atau hasil dari kejahatan. Menurut dia, aturan LHKPN setengah hati. Pejabat negara diwajibkan menyerahkan laporan harta kekayaan, tapi tidak diikuti dengan pemberian sanksi.

Ketika ada penyelenggara negara yang tidak menyerahkan LHKPN, dia dibiarkan saja. Tidak ada sanksi bagi yang melanggar. Terkait dengan kasus Maruli, lanjut Yenti, sebagai pejabat negara seharusnya dia melaporkan harta kekayaannya. Apalagi sejak 2013 mantan direktur penyidikan Jampidsus Kejagung itu tidak pernah melaporkan harta kekayaannya.

Menurut dia, sudah saatnya ada perubahan dalam aturan LHKPN. Dia pun mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo agar ada sanksi tegas bagi pejabat yang tidak lapor harta mereka. Salah satunya sanksi administratif. Jika pejabat itu diketahui tidak melapor, maka dia bisa dicopot dari jabatannya, karena dianggap tidak patuh dan tidak layak menduduki jabatan strategis.

Penerapan sanksi itu bisa dimasukkan dalam paket kebijakan reformasi hukum yang sekarang sedang digodok pemerintah. “Sanksi bagi tidak melapor sangat penting agar pejabat patuh melapor,” papar dia saat dihubungi Jawa Pos, Sabtu (29/10).

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/