MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kerusuhan suporter usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10) malam WIB memakan korban jiwa hingga 127 orang. Ini merupakan tragedi paling buruk dalam sejarah sepak bola dunia.
Dalam pertandingan lanjutan BRI Liga 1 tersebut, Arema FC sebagai tuan rumah kalah dengan skor 2-3. Tidak terima, para suporter kemudian berusaha untuk masuk ke lapangan. Hal ini memicu terjadinya bentrok antara suporter dan polisi.
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta dalam jumpa pers di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10), mengatakan dari 127 orang yang meninggal dunia tersebut, dua di antaranya merupakan anggota Polri. ”Dalam kejadian itu, telah meninggal 127 orang, dua di antaranya adalah anggota Polri,” kata Nico seperti dilansir Jawa pos.com.
Pemerhati sepak bola asal Sumatera Utara, Indra Efendi Rangkuti menegaskan kejadian ini merupakan tragedi memilukan karena memakan korban jiwa. Dia menilai peristiwa di Malang itu lebih buruk dari dua tragedi besar sebelumnya dalam sejarah sepak bola dunia.
“Kalau melihat jumlah korban jiwa, maka ini lebih buruk dari Tragedi Hillsborough dan Tragedi Heysell,” ujar Indra Rangkuti kepada Sumut Pos, Minggu (2/10).
Dijelaskan Tragedi Hillsborough yang terjadi pada tahun 1989 menewaskan 96 orang. Kemudian Tragedi Heysell yang terjadi pada tahun 1985 menewaskan 39 orang. “Kejadian di Kanjuruhan itu lebih besar dari dua sejarah sebelumnya,” ungkapnya.
Indra memprediksi berdasarkan beberapa kejadian sebelumnya, FIFA bisa memberikan sanksi kepada sepak bola Indonesia. Pasalnya kejadian ini berhubungan dengan keamanan penonton.
“Kalau saat Tragedi Heysell seluruh klub Inggris dilarang ikut kompetisi UEFA. Tapi kalau tragedi Kanjuruhan ini belum bisa dipastikan apa sanksinya. Tapi ini merupakan tantangan bagi PSSI dalam membina klub dan suporter,” ungkapnya. (dek)