PSSI dan KPSI Sama-sama Ngotot Gelar Kongres
MEDAN- Kongres PSSI dan KPSI di dua tempat berbeda pada Senin (10/12) kemarin, semakin mencuatkan kemungkinan soal sanksi yang bakal diberikan FIFA untuk sepakbola Indonesia. Kisruh dualisme kompetisi dan kepengurusan tidak terlihat tanda-tanda akan berakhir dan FIFA akan bersidang pada 14 Desember di Tokyo, Jepang.
Lantas bagaimana tanggapan pengurus PSMS soal sanksi yang semakin dekat? Kedua kubu hadir pada dua kongres berbeda tersebut. Baik PSMS versi Benny Sihotang yang menghadiri kongres PSSI di Palangkaraya dan kubu Indra Sakti Harahap menghadiri kongres tahunan KPSI di Jakarta.
Wakil Ketua II, Julius Raja yang menjadi wakil pada KLB PSSI Palangkaraya meyakini sanksi tidak akan diberikan untuk Indonesia. Pria yang akrab disapa King itu merujuk pada kehadiran utusan FIFA dan AFC pada KLB yang digelar di lobi Hotel Aquarius Boutique itu.
“Kemungkinan kena sanksi belum bisa. Karena kongres PSSI dihadiri langsung FIFA dan AFC. Mereka telah melihat langsung kongres berjalan dengan baik dan memenuhi kriteria yang mereka minta. Lagipula ada 97 suara yang datang dan absen langsung diawasi. Belakangan Menpora juga telah memberi rekomendasi,” kata King.
Namun, dari hasil keputusan soal penyatuan kompetisi profesional sepertinya sulit diwujudkan. Kedua kubu masih berseteru dan keukeuh dengan keputusannya masing-masing.
“Kalau PSSI sendiri telah siap dengan format penyatuan kompetisi. Tapi karena KPSI tidak datang, mungkin pembahasanya akan dilakukan pada waktu work shop jika tidak kena sanksi,” kataya.
Tapi bagaimana jika sanksi tetap diberikan? Para pemain tentu mendapatkan imbasnya. Gelandang PSMS versi Kepengurusan Indra Sakti Harahap, Affan Lubis sangat menyesakan sikap PSSI dan KPSI yang masih mengedepankan ego dan tidak menghiraukan dampaknya.
“Kasihan pemain-pemain muda yang punya potensi. Mereka punya kemampuan untuk bermain di tingkat internasional tapi dengan tingkah mereka kita khawatir, potensi ini sia-sia,” ujarnya.
Sementara Donny F Siregar berharap sanksi justru menjadi cambuk untuk sepakbola Indonesia bangkit. “Sanksi itu saya harap tidak membuat kompetisi domestik berhenti. Kalau hanya keikutsertaan timnas di ajang internasional maupun klub diajang AFC saya harap itu jadi pelajaran. Harus ada perubahan agar tidak lagi ada dualisme jika benar sanksi FIFA diberikan,” pungkasnya.
Senada dengan Julius Raja, Sekjen PSSI Halim Mahfudz menilai kongres ini sah karena sudah berdasarkan statuta PSSI. Namun begitu, mengenai potensi sanksi yang akan dijatuhkan FIFA, pihaknya menyerahkan semua kepada FIFA.
Menurut Halim, insiden yang terjadi di KLB tak membuat PSSI dinilai negatif oleh FIFA. Menurut Halim, FIFA justru memahami kesulitan PSSI menyelenggarakan KLB Palangkaraya.
Awalnya, KLB Palangkaraya dijadwalkan digelar di Aquarius Boutique Hotel. Namun, KLB Palangkaraya akhirnya digelar di lobi hotel tersebut karena izin pelaksanaan KLB PSSI Palangkaraya dicabut Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah.
Pencabutan izin tersebut merupakan respons polisi terhadap keputusan pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga, yaitu tidak merekomendasi KLB PSSI Palangkaraya karena PSSI dinilai melanggar MoU antara PSSI dan KPSI.
Insiden itu disaksikan wakil FIFA dan AFC, yaitu Marco Leal (Manajer Asosiasi-asosiasi Anggota FIFA), James Kitching (wakil AFC), dan Jeysing Muthiah (wakil FIFA). Keputusan pindah lokasi ke lobi juga merupakan hasil diskusi PSSI dengan wakil-wakil FIFA dan AFC tersebut.
KLB Palangkaraya, yang berlangsung selama 30 menit, memutuskan membatalkan MoU dengan KPSI dan membubarkan Joint Committee (JC). Hasil KLB PSSI Palangkaraya itu akan dibawa wakil FIFA dan AFC tersebut ke rapat Komite Eksekutif FIFA di Tokyo, Jumat (14/12) mendatang.(son/abu/jpnn/don)