31.7 C
Medan
Monday, May 6, 2024

RAGU UNITED

Nama Sir Alex Ferguson memang sangat fe

TERBAIK: Pelatih Manchester United Sir Alex Ferguson menjadi yang terbaik di pentas Premier League  dengan pemain binaan Manchester United.
TERBAIK:
Pelatih Manchester United Sir Alex Ferguson menjadi yang terbaik di pentas Premier League dengan pemain binaan Manchester United.

nomenal. Dia menjadi salah satu di antara beberapa masyarakat awam di Inggris yang mendapat gelar Sir oleh pihak kerajaan.

Tak hanya itu yang mampu dilakukan Fergie, mantan pemain termahal Glasgow Rangers itupun mampu mengaburkan mania bola, apakah mereka seorang Manchunian (sebutan untuk fans Manchester United) sejati, atau hanya ikut-ikutan menjadi fans dan bahkan memaksakan diri menjadi fans United karena prestasi yang dipersembahkan Fergie kepada klub berjuluk The Red Devils itu.
Artinya, akan timbul sedikit pertanyaan nakal, apakah seseorang yang terlahir di atas tahun 1980 tetap akan menjadi seorang Manchunian jika Fergie tak bergabung di sana pada 1986? Belum tentu!

Betapa tidak, hingga awal tahun 1990, The Red Devils hanya mampu meraih 7 gelar (1908, 1911, 1952, 1956, 1957, 1965, 1967). Jangan dibandingkan dengan Liverpool yang telah mengoleksi 18 gelar, dibanding Arsenal (13 gelar) dan Everton (9) saja pun torehan gelar The Red Devils masih kalah mentereng. Praktis hanya torehan Aston Villa yang mampu disamakan United dan hanya unggul satu trofi  atas Sunderland (6 gelar).

Tapi setelah datangnya Fergie ke Old Trafford, puasa gelar selama 26 tahun (sama dengan masa bakti Fergie di Manchester United), mampu dibayar pada tahun 1993. Sejak itu, satu persatu trofi di pentas domestik dan Eropa singgah di lemari United.
Modalnya, apalagi kalau bukan Class of ’92 yang berisikan pemain mantan akademi sepak bola Manchester United seperti Ryan Giggs, David Beckham, Neville bersaudara, Paul Scholes dan Nicky Butt. Namun generasi itu sudah berakhir dan tinggal Giggs saja yang masih berseragam United.

Bersama mereka Fergie membangun tim dengan karakter tak kenal menyerah. Bahkan dalam kondisi tertinggal, Fergie pun tak pernah ragu dengan kemampuan pemainnya untuk berbalik mengungguli lawan. Salah satu momen yang tak dapat dilupa adalah ketika United mencetak dua gol di masa injury time ketika mereka sudah tertinggal 0-1 oleh Bayern Munchen pada final Liga Champions 1999.
Nah, momen-momen seperti ini tak lagi terlihat pada tiga tahun terakhir. Apa pasal?  Di dalam tim sekarang ini, praktis hanya Tom Cleverley pemain muda asli binaan United. Selebihnya, hanya pemain muda potensial yang tak pernah dididik dengan sistem dan karakter khas Manchester United.

Phil Jones misalnya, ini adalah pemain binaan Blackburn Rovers yang direkrut pada tahun 2009. Chris Smalling berasal dari akademi Maidstone United untuk selanjutnya melanjutkan karir dan kian besar namanya ketika memperkuat Fulham. Fabio dan Rafael? Kedua pemain ini adalah produk Fluminense Brasil.

Jadi, jangan heran ketika kita tak lagi melihat keberanian Fergie melepas pemain berharganya ke klub lain, untuk selanjutnya menggantinya dengan pemain muda binaan United, seperti ketika United melepas dua winger terbaiknya di pertengahan era 90an Lee Sharpe ke Sampdoria dan Andrei Kanchelskis ke Fiorentia, untuk kemudian menempatkan David Beckham dan Ryan Giggs sebagai suksesor kedua pemain tadi.

Intinya, Fergie memang tak butuh pemain bintang untuk meraih sukses bersama The Red Devils. Akademi sepak bola United adalah kunci sukses Fergie meraih 38 gelar selama membesut United

.

Benar jika dalam perjalanannya selama di United ada beberapa pemain besar yang dilabuhkan di Old Trafford, seperti Eric Cantona (Prancis) atau yang terakhir Robin van Persie. Tapi, mendatangkan  pemain berlabel bintang tak selamanya menggaransi tim meraih title.
Lihatlah bagaimana ketika Fergie mengapungkan niatnya untuk pensiun pada tahun 2003 lalu. Alih-alih meraih treble (juara Premier League, Liga Champions dan FA Cup) sebagaimana yang ditekadkannya, walau memaksa kehadiran sederet pemain bintang pada tahun 2001 seperti  Fabian Barthez, Roy Carroll (Wigan Athletic), Ruud van Nistelrooy (PSV Eindhoven), Juan Sebastián Verón (Lazio), Laurent Blanc (Inter Milan), Diego Forlán (Independiente) dan Luke Steele (Peterborough United) justru berujung pada kegagalan. Tak satu gelar pun yang diraih ketika kompetisi berakhir pada tahun 2002.
Tapi, telepas dari itu semua, Fergie memang fenomenal. Saking fenomenalnya, orang-orang terkadang sulit membedakan apakah mereka sunguh-sungguh fans Manchester United, atau menjadi takjub dengan Manchester United setelah Fergie memberi klub itu sederet trofi.
Sayangnya, ketika tahun ini menyatakan pensiun Fergie tak memberi pondasi yang cukup kuat kepada penggantinya David Moyes.  Sejauh ini Moyes belum mampu menunjukkan kapabilitasnya sebagai pelatih hebat, karena tak ada satu trofi pun yang disumbangkannya untuk Everton. Tapi Fergie, tak kurang sudah 10 trofi dipersembahkannya kepada Aberden sebelum dirinya menjejakkan kaki ke Old Trafford.
Jadi, nama Fergie akan semakin fenomenal karena ke depan takkan ada pelatih United berikutnya yang mampu melakukan apa yang telah dilakukannya. (*)

Nama Sir Alex Ferguson memang sangat fe

TERBAIK: Pelatih Manchester United Sir Alex Ferguson menjadi yang terbaik di pentas Premier League  dengan pemain binaan Manchester United.
TERBAIK:
Pelatih Manchester United Sir Alex Ferguson menjadi yang terbaik di pentas Premier League dengan pemain binaan Manchester United.

nomenal. Dia menjadi salah satu di antara beberapa masyarakat awam di Inggris yang mendapat gelar Sir oleh pihak kerajaan.

Tak hanya itu yang mampu dilakukan Fergie, mantan pemain termahal Glasgow Rangers itupun mampu mengaburkan mania bola, apakah mereka seorang Manchunian (sebutan untuk fans Manchester United) sejati, atau hanya ikut-ikutan menjadi fans dan bahkan memaksakan diri menjadi fans United karena prestasi yang dipersembahkan Fergie kepada klub berjuluk The Red Devils itu.
Artinya, akan timbul sedikit pertanyaan nakal, apakah seseorang yang terlahir di atas tahun 1980 tetap akan menjadi seorang Manchunian jika Fergie tak bergabung di sana pada 1986? Belum tentu!

Betapa tidak, hingga awal tahun 1990, The Red Devils hanya mampu meraih 7 gelar (1908, 1911, 1952, 1956, 1957, 1965, 1967). Jangan dibandingkan dengan Liverpool yang telah mengoleksi 18 gelar, dibanding Arsenal (13 gelar) dan Everton (9) saja pun torehan gelar The Red Devils masih kalah mentereng. Praktis hanya torehan Aston Villa yang mampu disamakan United dan hanya unggul satu trofi  atas Sunderland (6 gelar).

Tapi setelah datangnya Fergie ke Old Trafford, puasa gelar selama 26 tahun (sama dengan masa bakti Fergie di Manchester United), mampu dibayar pada tahun 1993. Sejak itu, satu persatu trofi di pentas domestik dan Eropa singgah di lemari United.
Modalnya, apalagi kalau bukan Class of ’92 yang berisikan pemain mantan akademi sepak bola Manchester United seperti Ryan Giggs, David Beckham, Neville bersaudara, Paul Scholes dan Nicky Butt. Namun generasi itu sudah berakhir dan tinggal Giggs saja yang masih berseragam United.

Bersama mereka Fergie membangun tim dengan karakter tak kenal menyerah. Bahkan dalam kondisi tertinggal, Fergie pun tak pernah ragu dengan kemampuan pemainnya untuk berbalik mengungguli lawan. Salah satu momen yang tak dapat dilupa adalah ketika United mencetak dua gol di masa injury time ketika mereka sudah tertinggal 0-1 oleh Bayern Munchen pada final Liga Champions 1999.
Nah, momen-momen seperti ini tak lagi terlihat pada tiga tahun terakhir. Apa pasal?  Di dalam tim sekarang ini, praktis hanya Tom Cleverley pemain muda asli binaan United. Selebihnya, hanya pemain muda potensial yang tak pernah dididik dengan sistem dan karakter khas Manchester United.

Phil Jones misalnya, ini adalah pemain binaan Blackburn Rovers yang direkrut pada tahun 2009. Chris Smalling berasal dari akademi Maidstone United untuk selanjutnya melanjutkan karir dan kian besar namanya ketika memperkuat Fulham. Fabio dan Rafael? Kedua pemain ini adalah produk Fluminense Brasil.

Jadi, jangan heran ketika kita tak lagi melihat keberanian Fergie melepas pemain berharganya ke klub lain, untuk selanjutnya menggantinya dengan pemain muda binaan United, seperti ketika United melepas dua winger terbaiknya di pertengahan era 90an Lee Sharpe ke Sampdoria dan Andrei Kanchelskis ke Fiorentia, untuk kemudian menempatkan David Beckham dan Ryan Giggs sebagai suksesor kedua pemain tadi.

Intinya, Fergie memang tak butuh pemain bintang untuk meraih sukses bersama The Red Devils. Akademi sepak bola United adalah kunci sukses Fergie meraih 38 gelar selama membesut United

.

Benar jika dalam perjalanannya selama di United ada beberapa pemain besar yang dilabuhkan di Old Trafford, seperti Eric Cantona (Prancis) atau yang terakhir Robin van Persie. Tapi, mendatangkan  pemain berlabel bintang tak selamanya menggaransi tim meraih title.
Lihatlah bagaimana ketika Fergie mengapungkan niatnya untuk pensiun pada tahun 2003 lalu. Alih-alih meraih treble (juara Premier League, Liga Champions dan FA Cup) sebagaimana yang ditekadkannya, walau memaksa kehadiran sederet pemain bintang pada tahun 2001 seperti  Fabian Barthez, Roy Carroll (Wigan Athletic), Ruud van Nistelrooy (PSV Eindhoven), Juan Sebastián Verón (Lazio), Laurent Blanc (Inter Milan), Diego Forlán (Independiente) dan Luke Steele (Peterborough United) justru berujung pada kegagalan. Tak satu gelar pun yang diraih ketika kompetisi berakhir pada tahun 2002.
Tapi, telepas dari itu semua, Fergie memang fenomenal. Saking fenomenalnya, orang-orang terkadang sulit membedakan apakah mereka sunguh-sungguh fans Manchester United, atau menjadi takjub dengan Manchester United setelah Fergie memberi klub itu sederet trofi.
Sayangnya, ketika tahun ini menyatakan pensiun Fergie tak memberi pondasi yang cukup kuat kepada penggantinya David Moyes.  Sejauh ini Moyes belum mampu menunjukkan kapabilitasnya sebagai pelatih hebat, karena tak ada satu trofi pun yang disumbangkannya untuk Everton. Tapi Fergie, tak kurang sudah 10 trofi dipersembahkannya kepada Aberden sebelum dirinya menjejakkan kaki ke Old Trafford.
Jadi, nama Fergie akan semakin fenomenal karena ke depan takkan ada pelatih United berikutnya yang mampu melakukan apa yang telah dilakukannya. (*)

Artikel Terkait

Die Werkself Lolos dengan Agregat 4-1

Sevilla ke Perempat Final Liga Europa

Bayern Munchen di Atas Angin

The Red Devils Lolos Mudah

Nerazzurri ke 8 Besar Liga Europa

Terpopuler

Artikel Terbaru

/