Hari Ini, 66 Tahun Lahirnya Pancasila
Hari ini, Indonesia kembali memperingati Hari Lahir Pancasila. Namun, meskipun Pancasila hebat dalam teori,
tapi masih saja kemiskinan dan kepincangan masih terjadi. Perkembangan politik semakin memalukan, lembaga keamanan dan peradilan kotor, konflik antaragama dan terorisme terus menghantui.
Ya, tampaknya ada yang salah dalam praktik pengelolaan berbangsa dan bernegara. Kesalahan itu, jika diamati, akibat lemahnya pemahaman dan praktik nilai-nilai dasar negara yang menjadi identitas bangsa, yakni Pancasila. Kesalahan yang mulai terjadi sejak bergulirnya reformasi kemudian mengakibatkan munculnya berbagai gerakan yang radikal yang mengatasnamakan agama maupun politik beberapa tahun terakhir.
Nah, sebagai renungan, aktivis Ratna Sarumpaet menggagas acara Pancasila Rumah Kita. Kata Ratna, sangat menyedihkan, saat ini Indonesia rapuh, seperti tidak punya pijakan, padahal Indonesia punya Pancasila. “Acara ini merupakan ajakan untuk terus sharing mengenai hilangnya semangat Pancasila,” ujar Ratna di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (28/5) lalu.
Soal Pancasila memang semakin hangat menjelang hari jadinya ke-66, Rabu (1/6) ini. Semua ini bermula dari Ketua MPR, Taufiq Kiemas yang menyatakan Pendidikan Pancasila akan dimasukkan lagi ke kurikulum pelajaran sekolah. Pancasila dahulu diajarkan di sekolah-sekolah dengan nama mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Mata pelajaran ini kemudian dihapus dan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan, tanpa embel-embel Pancasila.
Namun, krisis toleransi yang belakangan makin marak terjadi di tanah air, membuat pemerintah sepakat untuk menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat, sebagai bagian dari revitalisasi peran Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Pemerintah 1.000 persen setuju untuk mengembalikan Pendidikan Pancasila ke kurikulum sekolah. Untuk itu MPR akan melakukan dengar pendapat dengan ahli pendidikan dan ahli tata negara selama tiga hari,” kata Taufiq di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (26/1) lalu.
Kesepakatan untuk memasukkan kembali Pendidikan Pancasila ke dalam kurikulum sekolah, dicapai dalam pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY) dengan lembaga-lembaga tinggi negara yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (24/5) lalu.
Sementara itu di tempat terpisah, sejarawan Asvi Warman Adam menilai pemerintah selama ini sangat sembrono menghilangkan mata kuliah pendidikan dasar Pancasila dan Kewarganegaraan di kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Akibatnya ancaman disintegrasi bangsa semakin terbuka. “Saya rasa itu blunder besar yang dilakukan Menteri Pendidikan Nasional,” kata Asvi di Jakarta.
Senada dengan Asvi, Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Puruhito, juga menyayangkan dengan penghapusan kurikulum Pancasila dalam Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Oleh karena itu, dia berharap kepada para dosen untuk menyelipkan sedikit nilai-nilai Pancasila sebelum memulai mata kuliah. Meski hal itu dinilai kurang efektif namun minimal berjuang agar nilai-nilai luhur Pancasila tidak terkikis oleh globalisasi. “Karena globalisasi telah mencabut akar kebangsaan ini,” ujarnya.
Tak hanya itu saja, pemerintah harus serius dalam menanamkan Nilai Pancasila di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Sebab, 50 tahun ke depan mereka adalah para pengganti. “Jika tidak dimulai sejak dini maka nilai-nilai Pancasila akan luntur,” tambahnya.
Terlepas dari itu, Presiden SBY memastikan akan hadir dalam acara peringatan pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 yang mendasari lahirnya nilai-nilai Pancasila di gedung MPR hari ini. “Saya akan hadir dan memberikan pidato untuk memperingati pidato Bung Karno pada 1 Juni bersama Presiden ketiga Bapak Habibie dan Presiden kelima Ibu Megawati,” kata SBY di Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (31/5).
Presiden menegaskan, semua warga negara harus tetap memegang teguh isi Pancasila yang merupakan dasar negara dan falsafah hidup bangsa. “Bahkan, sebagai jalan hidup yang harus terus kita jalankan,” katanya.
Soal pidatonya hari ini, SBY ditengarai akan memaparkan tentang survei tentang Pancasila di masyarakat kini. Pidato ini didasari oleh temuan Badan Pusat Statistik (BPS). Ya, survei ini digelar BPS dalam upaya revitalisasi nilai-nilai Pancasila yang mulai dilupakan sebagian masyarakat. “Kira-kira 80 persen positif melihat Pancasila sebagai sesuatu yang dibutuhkan,” kata Kepala BPS Rusman Heriawan, Selasa (31/5).
Survei dilakukan selama 3 hari sejak 27 Mei 2011, dengan melibatkan 12 ribu responden yang terdiri dari berbagai golongan di masyarakat. Seperti tentara, anggota dewan, elit politik hingga para petani. Survei dilakukan merata di wilayah Indonesia, dari Aceh hingga Papua. (bbs/rm/jpnn)