Sikap Sumut Terkait Bibit Jagung Manis Impor yang Membahayakan
Beberapa hari lalu sebanyak 10 ton benih jagung manis yang diimpor dari Thailand, gagal disebarkan di Indonesia. Pihak Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Bandara International Soekarno Hatta mengamankan bibit itu karena mengandung bakteri Pseudomonas syringae, Pantoea stewartii, dan Pantoea aglomerans.
Ceritanya bakteri tersebut sangat berbahaya dan mengancam industri pertanian Indonesia jika menyebar ke seluruh petani. Benih yang ditampung dalam dua kontainer itu, diproduksi perusahaan bibit jagung ternama di Thailand, salah satu anak perusahaan ternama di Amerika Serikat, yakni PT BS. Benih itu kirim dari Thailand melalui salah satu maskapai penerbangan menuju kargo Bandara Seokarno Hatta.
“Pada 1940 lalu di Banglades terjadi gagal panen, akibat bakteri benih jagung asal Thailand itu. Saat itu sebanyak 2 juta warga Bangladesh meninggal dunia akibat kelaparan. Makanya kami tidak ingin benih jagung itu tersebar di Indonesia,” jelas, Kepala BBKP Bandara International Soekarno Hatta, Musyaffak Fauzi, Jumat (30/9) lalu.
Nah, bagaimana dengan kondisi di Suimatera Utara (Sumut)? Kenyataannya jagung manis merupakan kebutuhan masyarakat yang tidak mengalami kekurangan stok di Sumut. Karena itu, para pedagang tidak merasa kekurangan atau kelebihan dengan keberadaan jagung. “Jagung lebih banyak dibeli untuk diolah lagi, jarang yang beli untuk kebutuhan pribadi, jagung juga tahan lama,” ujar Samuel Manalu, salah satu pedagang sayur di Pusat Pasar medan.
Menurutnya, untuk jagung tidak pernah ada yang mengalami permasalahan, baik dalam kenaikan harga maupun kekurangan stok. “Kita aman selalu untuk jagung,” ujarnya.
Terlepas dari itu, Sumut merupakan salah satu provinsi yang penghasil jagung di Indonesia. Walaupun pada hakekatnya, bibit yang didapat dari jagung juga hasil impor dari negara lain, salah satunya melalui PT BS.
Tidak hanya soal bibit, meski sebagai daerah penghasil, Sumut tetap membutuhkan jagung dari luar. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak yang berbahan dasar jagung. Sumut membutuhkan 100 ton per hari dan ini harus berkesinambungan. Setidaknya hal ini diungkapkan Kepala Sub Bidang Program Dinas Pertanian Sumut, Lusiantini. “Panen jagung Sumut yang tidak sama setiap waktunya membuat kebutuhan pabrik untuk dipakan harus diimpor,” katanya, Selasa (4/9).
Setiap harinya, kebutuhan Sumut akan jagung sebesar 2100 ton pipilan jagung. Dan ini mencakupi Sumatera Barat, Aceh, Pekan Baru dan lainnya. Tetapi, pada bulan-bulan tertentu, atau triwulan ke-1 dan ke-2, Sumut tidak dapat menutupi kebutuhan tersebut karena hasil produksi yang berkurang. Sedangkan pada triwulan ke 3 atau pada bulan September hingga Desember, kebutuhan jagung Sumut mencukupi untuk dalam negeri, bahkan dapat bisa diimpor. “Jadi dengan kata lain, kita tetap ekspor dan impor jagung,” tambah Lusi.
Karo, Dairi, Simalungun dan Deli Serdang merupakan pemasok jagung terbesar untuk Sumut, karena tingkat kesuburan di daerah ini sangat mendukung penanaman jagung. Dan pada umumnya, di daerah ini menanam jagung manis untuk kebutuhan masyarakat, dengan menggunakan benih jagung yang telah dihakpatenkan. Di sinilah sering terjadi permasalahan karena bibit jagung yang masih diimpor terkadang tidak sesuai dengan tanah Indonesia. “Kalau bibit kita masih mayoritas dari Jawa, karena pada dasarnya pabrikan bibit jagung juga di Jawa,” ujar Lusi. Setelah dari Jawa, bibit yang merupakan hasil impor ini disebar ke seluruh Nusantara.
“Tapi disebar bila sudah masuk ke Jawa, karena dari Jawa nantinya yang akan menyebarkan ke seluruh daerah,” ungkap Lusi.
Lusi juga menambahkan, sebelum masuk ke Indonesia, bibit yang masuk akan diperiksa dengan seksama. “Kita tidak berhubungan dengan bibit impor, tetapi kita hanya menerima dari Jawa,” ucapnya.
Menurutnya, bila bibit yang masuk ke Jawa tidak bagus dan tidak cocok dengan jenis tanah, maka bisa dipastikan Sumut juga akan mengalami permasalah tersebut. “Karena itu dia, bibit kita masih dari Jawa. Kalau di Jawa jelek, ya jelek juga kita,” tambahnya. (mag-9)