Komisi XI Minta BI Ubah Peraturan Nomor 11/11/2009
Setelah melakukan rapat selama dua hari berturut-turut, DPR RI akhirnya merumuskan beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada Bank Indonesia (BI) serta sanksi kepada Citibank. Salah satunya melarang bank menggunakan pihak ketiga sebagai jasa penagih (debt collector) mulai tahun ini.
Kita merekomendasikan supaya debt collector itu menjadi bagian internal dari bank tersebut, tidak di-outsourcing. Kalau masih seperti sekarang kan kalau ada tanggung jawab pidana itu dia (bank) lepas tangan. Ini biar tanggung jawabnya jelas,” ujar Ketua Komisi XI DPR, Emir Moeis saat dihubungi kemarin.
Rekomendasi itu merupakan salah satu poin yang mengemuka dalam rapat tertutup yang dilakukan Komisi XI kemarin. Untuk itu Komisi XI meminta agar BI mengubah Peraturan nomor 11/11/2009 tentang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu, yang menjadi dasar hukum pemanfaatan jasa pihak ketiga sebagai penagih utang. Kedepan harus dipastikan bahwa jasa juru tagih utang bank dilakukan oleh pegawai bank itu sendiri. “Peraturan BI harus diubah tahun ini juga, jangan terlalu lama,” ketusnya.
Komisi XI juga meminta agar Gubernur BI mengevaluasi kualitas kinerja pengawasannya mengingat masih sering terjadi pembobolan di perbankan. Secara lebih detil, dia menyarankan agar diteliti kekuarangan dari aspek regulasinya sehingga hal itu bisa terjadi. “Apakah undang-undang yang tidak berjalan atau Peraturan BI yang tidak efektif,” tambahnya.
Selain itu BI juga diminta memberikan sanksi yang tegas kepada pihak Citibank terkait meninggalnya Sekjen PBB Irzen Octa saat dipanggil untuk menyelesaikan utang-utangnya. Namun sanksi yang diberikan itu masih menunggu hasil penyelidikan pihak Kepolisian. “Bisa saja izin kartu kredit Citibank dibekukan. Atau bahkan melarang operasional Citibank,” tuturnya.
Dia mengakui ada banyak masukan dari para anggota Komisi XI dalam rapat internal tersebut.Namun secara umum kesimpulannya melingkupi rekomendasi untuk Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas pengawas perbankan dan sikap Komisi XI kepada Citibank. Tim Perumus (Timus) yang akan membuat rekomendasi tersebut. “Kami akan kirimkan surat hasil kesimpulan Komisi XI ini ke BI dan Citibank besok (hari ini),” ungkapnya.
Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Wimboh Santoso menegaskan, sesuai aturan, bank penerbit kartu kredit harus bertanggung jawab jika ternyata pihak ketiga yang disewa melakukan tindakan yang tidak sesuai aturan. “Dalam melakukan penagihan, pihak lain tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang ada, harus dalam koridornya,” kata dia.
Di sisi lain, dia meminta agar bank lebih hati-hati dalam memberikan persetujuan kartu kredit (approval credit card). Sebab seringkali masyarakat Indonesia masih memiliki pola konsumtif yang terlalu tinggi. Untuk itu harus benar-benar diperhitungkan berdasarkan pendapatan orang yang bersangkutan. “Kalau pendapatan nggak cukup, ya jangan dikasih plafon tinggi,” cetusnya.
Menurut Wimboh, ketentuan tentang pemberian plafon kepada nasabah itu akan dimasukkan dalam revisi peraturan tentang kartu kredit. Seperti diketahui, BI kini tengah mereview sejumlah aturan yang berkaitan dengan kartu kredit menyusul tewasnya nasabah Citibank. Selain itu, BI juga akan menekankan pada masalah edukasi masyarakat. “Kartu kredit itu bukan pendapatan, tapi utang yang harus dibayar,” tegasnya.
Mengenai kasus pembobolan seperti yang dilakukan Malinda Dee kepada nasabah Citibank, Wimboh mengatakan perlu perbaikan dalam hal internal control dan building control yang tidak berjalan sempurna. Bank juga diwajibkan melakukan rotasi untuk menghindari terjadinya kolusi seperti kasus yang terjadi pada Malinda Dee. “Jadi kelihatan kolusi. Perlu dirotasi. Audit internal juga perlu agar bank bisa menangkap hal yang tidak sesuai aturan,” jelasnya. (wir/jpnn)