25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Rp1.000 akan Jadi Rp1

Tahun Depan, RUU Redenominasi Rupiah Diajukan ke DPR

Pemerintah bakal mengajukan RUU Redenominasi Rupiah ke DPR. Menkeu Agus Martowardojo mengatakan, draf undang-undang yang mengatur penyederhanaan penyebutan mata uang rupiah segera dibahas tahun depan.

Menurut Menkeu, draf RUU tersebut sudah sampai tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Substansi dari RUU tersebut merupakan hasil koordinasi antara pemerintah dan Bank Indonesia.

“Nanti kalau sudah selesai harmonisasi, RUU Redenominasi kami akan masukkan ke DPR. Kami harapkan bisa dibahas 2012,” kata Agus setelah sosialisasi Undang-Undang Mata Uang di Jakarta, kemarin.

Agus mengatakan, secara prinsip pemerintah mendukung usul bank sentral mengenai redenominasi. Namun, untuk bisa diimplementasikan, setidaknya butuh waktu 5-10 tahun lagi. Pemerintah, kata Agus, harus mempelajari dampak positif dan negatif dari kebijakan tersebut lebih dahulu.

“Kami akan mengambil pelajaran dari negara-negara yang sudah sukses menjalankan redenominasi uang dan tentu kami juga ambil pelajaran dari negara yang tidak berhasil. Kami mengharapkan nanti untuk Indonesia akan berhasil,” kata Agus.

Redenominasi berbeda dengan devaluasi mata uang era Orde Lama. Sebab, nilai uang tidak berubah. Perubahan hanya pada penyebutan. Misalnya, Rp1.000 menjadi Rp1. Namun, nilai mata uang yang diredenominasi tetap sama.
Dengan disahkannya Undang-Undang No 7/2011 tentang Mata Uang pada Mei lalu, penggunaan mata uang rupiah dalam setiap transaksi keuangan dan perdagangan menjadi mengikat bagi setiap orang atau badan. Dalam pasal 21 dan 23 disebutkan kewajiban penggunaan uang rupiah sebagai alat pembayaran, penyelesaian kewajiban, dan transaksi keuangan lain, serta larangan menolak pembayaran dengan rupiah bagi penerima pembayaran.

“Kalau seandainya di daerah perbatasan atau di daerah pariwisata, kemudian ada pihak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tidak mau menerima pembayaran dalam rupiah, itu nanti akan diangggap melanggar hukum,” ujar Agus.
Menurut dia, rupiah harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pengaturan ini hanya terbatas pada uang kartal (kertas dan logam). Transaksi dengan uang giral akan diatur tersendiri. Menkeu berharap agar kedudukan rupiah akan semakin kuat dengan dijalankannya UU Mata Uang.(sof/c1/nw/jpnn)

Untungkan Sektor Ritel

Redemonasi (proses penyederhanaan nilai mata uang) rupiah dengan menghapus tiga nol dipastikan akan menguntungkan sektor ritel Indonesia dan mempermudah transaksi bagi orang asing di Indonesia. Demikian disampaikan Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta, Rabu (7/12).

“Selama ini orang asing merasa kesulitan. Dengan adanya redenominasi, orang asing juga akan diuntungkan. Kita juga tidak dikenal sebagai orang yang kuno, banyak uang dengan angka yang banyak tapi miskin,” katanya.

Ia mengatakan, wacana redenominasi semakin nyata setelah ada RUU redenominasi rupiah. Bagi peritel, lanjut Tutum, kenyataan ini bukan suatu masalah yang penting sosialisasi yang baik ke masyarakat.

“Saya senang-senang saja. Yang penting nilai dari uangnya tak berkurang. Redenominasi itu hanya penskalaan mata uang saja seperti peta,” katanya.

Tutum menuturkan, pelaku ritel sudah menyampaikan masukan masalah redenominasi ke Bank Indonesia. Secara kultur, masalah ‘redenominasi’ sudah menjadi kebiasaan yang tak tertulis seperti penulisan harga di ritel, seperti menulis kecil tiga angka nol di belakang.

“Memang prinsipnya sudah melakukan, coba ke restoran kadang-kadang mereka nol nya kecil-kecil itu membuktikan, masyarakat sudah mengerti. Itu sudah dilakukan di ritel, sudah melakukan itu,” katanya.

Meskipun ia memberikan catatan untuk masyarakat-masyarakat generasi tua yang tak tersentuh dunia pendidikan dan masyarakat pelosok perlu sosialisasi khusus terkait redominasi ini. Selain itu, mengenai adanya kekhawatiran pembulatan harga dari dampak redenominasi, ia mengaku tak khawatir. Menurutnya harga-harga saat ini sudah sangat jarang yang berada di bawah Rp1000, apalagi kalau melihat konteks 5-10 tahun ke depan akan lebih sulit menemukan barang yang seharga itu.(net/jpnn)

Tahap Redenominasi

  • 2011-2012: Masa Sosialisasi
    BI menyosialisasikan redenominasi kepada masyarakat. Sistem akuntansi, pencatatan, dan sistem informasi juga disesuaikan secara bertahap.
  • 2013-2015: Masa Transisi
    BI mengeluarkan uang baru yang nilainya 1.000 kali uang lama. Pada masa ini, barang akan memiliki dua label harga, yakni “harga dengan uang lama” dan “harga dengan uang baru”.
  • 2016-2018: Masa Penarikan Uang Lama
    BI akan menarik uang lama secara bertahap. Akhir 2018, diharapkan hanya beredar uang baru di Indonesia.
  • 2019-2020: Masa Pemantapan
    Pada periode ini, BI akan mengganti uang baru yang ditulisi “uang baru”, dengan uang baru tanpa tulisan “uang baru”. Dengan demikian, pada 2021, Indonesia memasuki tahap baru setelah rangkaian redenominasi.Sumber: BI

 

Tahun Depan, RUU Redenominasi Rupiah Diajukan ke DPR

Pemerintah bakal mengajukan RUU Redenominasi Rupiah ke DPR. Menkeu Agus Martowardojo mengatakan, draf undang-undang yang mengatur penyederhanaan penyebutan mata uang rupiah segera dibahas tahun depan.

Menurut Menkeu, draf RUU tersebut sudah sampai tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Substansi dari RUU tersebut merupakan hasil koordinasi antara pemerintah dan Bank Indonesia.

“Nanti kalau sudah selesai harmonisasi, RUU Redenominasi kami akan masukkan ke DPR. Kami harapkan bisa dibahas 2012,” kata Agus setelah sosialisasi Undang-Undang Mata Uang di Jakarta, kemarin.

Agus mengatakan, secara prinsip pemerintah mendukung usul bank sentral mengenai redenominasi. Namun, untuk bisa diimplementasikan, setidaknya butuh waktu 5-10 tahun lagi. Pemerintah, kata Agus, harus mempelajari dampak positif dan negatif dari kebijakan tersebut lebih dahulu.

“Kami akan mengambil pelajaran dari negara-negara yang sudah sukses menjalankan redenominasi uang dan tentu kami juga ambil pelajaran dari negara yang tidak berhasil. Kami mengharapkan nanti untuk Indonesia akan berhasil,” kata Agus.

Redenominasi berbeda dengan devaluasi mata uang era Orde Lama. Sebab, nilai uang tidak berubah. Perubahan hanya pada penyebutan. Misalnya, Rp1.000 menjadi Rp1. Namun, nilai mata uang yang diredenominasi tetap sama.
Dengan disahkannya Undang-Undang No 7/2011 tentang Mata Uang pada Mei lalu, penggunaan mata uang rupiah dalam setiap transaksi keuangan dan perdagangan menjadi mengikat bagi setiap orang atau badan. Dalam pasal 21 dan 23 disebutkan kewajiban penggunaan uang rupiah sebagai alat pembayaran, penyelesaian kewajiban, dan transaksi keuangan lain, serta larangan menolak pembayaran dengan rupiah bagi penerima pembayaran.

“Kalau seandainya di daerah perbatasan atau di daerah pariwisata, kemudian ada pihak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tidak mau menerima pembayaran dalam rupiah, itu nanti akan diangggap melanggar hukum,” ujar Agus.
Menurut dia, rupiah harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pengaturan ini hanya terbatas pada uang kartal (kertas dan logam). Transaksi dengan uang giral akan diatur tersendiri. Menkeu berharap agar kedudukan rupiah akan semakin kuat dengan dijalankannya UU Mata Uang.(sof/c1/nw/jpnn)

Untungkan Sektor Ritel

Redemonasi (proses penyederhanaan nilai mata uang) rupiah dengan menghapus tiga nol dipastikan akan menguntungkan sektor ritel Indonesia dan mempermudah transaksi bagi orang asing di Indonesia. Demikian disampaikan Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta, Rabu (7/12).

“Selama ini orang asing merasa kesulitan. Dengan adanya redenominasi, orang asing juga akan diuntungkan. Kita juga tidak dikenal sebagai orang yang kuno, banyak uang dengan angka yang banyak tapi miskin,” katanya.

Ia mengatakan, wacana redenominasi semakin nyata setelah ada RUU redenominasi rupiah. Bagi peritel, lanjut Tutum, kenyataan ini bukan suatu masalah yang penting sosialisasi yang baik ke masyarakat.

“Saya senang-senang saja. Yang penting nilai dari uangnya tak berkurang. Redenominasi itu hanya penskalaan mata uang saja seperti peta,” katanya.

Tutum menuturkan, pelaku ritel sudah menyampaikan masukan masalah redenominasi ke Bank Indonesia. Secara kultur, masalah ‘redenominasi’ sudah menjadi kebiasaan yang tak tertulis seperti penulisan harga di ritel, seperti menulis kecil tiga angka nol di belakang.

“Memang prinsipnya sudah melakukan, coba ke restoran kadang-kadang mereka nol nya kecil-kecil itu membuktikan, masyarakat sudah mengerti. Itu sudah dilakukan di ritel, sudah melakukan itu,” katanya.

Meskipun ia memberikan catatan untuk masyarakat-masyarakat generasi tua yang tak tersentuh dunia pendidikan dan masyarakat pelosok perlu sosialisasi khusus terkait redominasi ini. Selain itu, mengenai adanya kekhawatiran pembulatan harga dari dampak redenominasi, ia mengaku tak khawatir. Menurutnya harga-harga saat ini sudah sangat jarang yang berada di bawah Rp1000, apalagi kalau melihat konteks 5-10 tahun ke depan akan lebih sulit menemukan barang yang seharga itu.(net/jpnn)

Tahap Redenominasi

  • 2011-2012: Masa Sosialisasi
    BI menyosialisasikan redenominasi kepada masyarakat. Sistem akuntansi, pencatatan, dan sistem informasi juga disesuaikan secara bertahap.
  • 2013-2015: Masa Transisi
    BI mengeluarkan uang baru yang nilainya 1.000 kali uang lama. Pada masa ini, barang akan memiliki dua label harga, yakni “harga dengan uang lama” dan “harga dengan uang baru”.
  • 2016-2018: Masa Penarikan Uang Lama
    BI akan menarik uang lama secara bertahap. Akhir 2018, diharapkan hanya beredar uang baru di Indonesia.
  • 2019-2020: Masa Pemantapan
    Pada periode ini, BI akan mengganti uang baru yang ditulisi “uang baru”, dengan uang baru tanpa tulisan “uang baru”. Dengan demikian, pada 2021, Indonesia memasuki tahap baru setelah rangkaian redenominasi.Sumber: BI

 

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/