Hasil Penelitian Lingkaran Survei Indonesia Network
Posisi pemerintahan di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tepat dua tahun pemerintahan, berada di titik nadir. Riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terbaru menangkap, kepuasan publik atas kinerja presiden yang sedang menjalani periode kedua kepemimpinannya itu hanya tersisa 46,2 persen.
Tingkat kepuasan publik terkini tersebut melorot sebesar 17 persen, jika dibandingkan survey LSI untuk tema yang sama pada Januari 2011. Saat itu, bertepatan dengan 100 hari pemerintahan, masih ada 63,1 persen publik yang puas dengan kinerja Presiden SBY. “Ada beberapa penyebab kemerosotan yang juga berhasil ditangkap dari survei ini,” ujar peneliti LSI Network Ardian Sopa, saat memaparkan hasil survey lembaganya, di kantor LSI, Jakarta, kemarin (16/10).
Di bagian lain survei, terungkap bahwa dari sisi kinerja, kepemimpinan SBY yang dianggap sesuai dengan harapan publik ternyata juga rendah. Mayoritas masyarakat menganggap SBY tidak bekerja sesuai dengan harapan. Yaitu , hanya 37,6 persen yang menyatakan SBY telah bekerja sesuai harapan dan 50,5 persen yang menilai tak sesuai harapan. Selebihnya, 11,9 persen memilih tak menjawab.
“Jika breakdown lagi, ada lima rapor merah kinerja Presiden, dan hanya ada satu rapor biru,” lanjut Ardian Sopa. Lima bidang yang mendapat rapor merah, yaitu, bidang ekonomi, bidang hukum, bidang politik, bidang luarnegeri, dan bidang sosial. Satu-satunya rapor biru adalah di bidang keamanan.
Selain berdasar kinerja SBY, melemahnya politik pendukung juga dianggap menjadi alasan penyebab merosotnya kepuasan secara umum publik terhadap kinerja SBY. Di bagian lain survei, terungkap kalau dukungan publik terhadap Partai Demokrat sebagai penyokong utama SBY merosot pula. “Dalam waktu dua tahun, tingkat dukungan public pada Demokrat telah jatuh bebas,” kata Ardian.
Dalam survey kali ini, dukungan terhadap partai yang didirikan SBY itu tinggal 16,2 persen. Padahal, mengacu pada suvei LSI pada Januari 2011, Demokrat sempat menikmati dukungan publik setinggi 32,6 persen. “Implikasi tak langsungnya, mereka tak bisa lagi memberikan dukungan ke SBY sekuat sebelumnya,” tambahnya.
Nasib yang sama juga terjadi dengan Wakil Presiden Boediono. Sebagai pendamping presiden, mantan gubernur BI itu juga tidak mampu memberikan politik pendukung yang efektif. Mengacu pada hasil survey LSI, kepuasan publik terhadap kinerjanya juga rendah. Kini, kepuasan terhadap Boediono berada di angka 39 persen. Dibandingkan dengan Januari 2010, kepuasan publik atas Boediono masih di kisaran 53 persen.
“Kabinet juga setali tiga uang, yang seharusnya juga menjadi penyokong politik justru cenderung malah jadi beban SBY,” lanjut Ardian. Berdasar hasil survey lembaganya, kepuasan publik terhadap kabinet drop ke angka 31,6 persen. Mengacu pada hasil survey Januari 2011, angkanya masih ada di 52,3 persen.
Sementara itu, pada saat yang sama, hasil survei LSI juga menangkap, kompetitor SBY justru menguat. Baik, kompetitor dalam partai politik maupun sebagai calon presiden. “Mengutip pernyataan seorang responden, ‘wahyu’ sepertinya sudah mulai terbang dari SBY ke kompetitornya,” kata Ardian.
Pada saat Demokrat suaranya anjlok, suara Partai Golkar justru semakin mantan di puncak. Saat Demokrat terkini berada di angka 16,5 persen, Golkar makin mantap di angka 18,2 persen. Dan, posisi ketiga tetap diduduki PDI Perjuangan dengan 12,5 persen. Sejak Juni 2011, dalam survei LSI, Golkar sudah berhasil mengalahkan Demokrat.
“Dalam hal capres, semua calon Demokrat juga hanya berada di divisi dua,” lanjut Ardian. Sesuai hasil survei LSI, dukungan terhadap tokoh Demokrat, mulai dari Ani Yudhoyono, Anas Urbaningrum, Marzuki Alie, atau Edhie Wibowo, dukungannya masih berada di bawah angka 10 persen.
Di sisi lain, dukungan capres di atas 10 persen hanya diperoleh Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, dan Aburizal Bakrie. “Hanya ketiganya yang ada di divisi satu. Megawati dan Prabowo pimpinan partai oposisi, sedangkan Aburizal pimpinan Golkar, competitor yang hari ini (suaranya) sudah menyalip Demokrat,” tandasnya.
Naiknya suara Golkar mendapat sambutan positif dari politisi partai beringin. Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menyatakan, naiknya suara Golkar merupakan buah dari atensi publik yang selama ini memiliki program nyata yang menyentuh rakyat. “Kami berterima kasih, namun kami belum bisa berpuas hati karena kami meyakini masih ada program-program lain yang bisa kami sampaik di depan rakyat,” ujarnya saat dihubungi.
Jika dianggap kenaikan Golkar itu akibat imbas dari merosotnya pemerintah, Priyo tidak sependapat. Dalam hal ini, pemerintah yang saat ini kedodoran tidak memiliki hubungan dengan apa yang dicapai oleh Golkar. “Ini lebih karena ikhtiar program yang kami jalani,” ujarnya.
Sesuai hasil survey LSI, Golkar hanya unggul tipis dari Demokrat. Hal itulah, kata Priyo, yang membuat Golkar belum berpuas hati. (dyn/bay/jpnn)
Dua yang Harus Dilakukan SBY
TINGKAT kepercayaan publik terhadap kineja SBY menurun dratis. Dan SBY bisa mengembalikan kepercayaan publik tersebut bila melakukan dua hal.
“Pertama, SBY harus melakukan reshuffle yang benar. SBY harus mengganti menteri yang sudah dianggap cacat oleh publik,” kata peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Ardian Sopa, dalam jumpa pers di kantor LSI, Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta (Minggu, 16/10).
Menurut Sopa, bila SBY tidak berani mengganti menteri-menteri yang dinilai bermasalah maka hal ini akan menambah asumsi publik bahwa SBY benar-benar tersandera oleh partai koalisi. SBY dinilai lemah karena untuk menggunakan hak prerogatifnya saja tidak berkuasa.
Kedua, lanjut Sopa, untuk mengembalikan kepercayaan publik, SBY harus merubah gaya kepemimpinan. “Gaya leadership SBY harus lebih cepat, tegas, berani mengambil resiko tanpa kompromi untuk mensejahterakan rakyat, memberantas korupsi, dan melindungi kaum minoritas,” demikian Sopa. (net/jpnn)