28 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Kanker Payudara Masih Mendominasi

Peringatan Hari Ibu ke-83, Presiden Ajak Kaum Perempuan Aktif

Menyambut hari ibu yang dirayakan kemarin (22/12), Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) merangking penyakit-penyakit yang sering mendera kaum ibu. Posisi pertama masih diduduki kanker payudara. Disusul kemudian Systemic Lupus Eritematosus (SLE), lalu Irritable bowel Syndrome (IBS).

KETUA Bidang Advokasi PB PAPDI Ari Fahrial Syam di Jakarta kemarin menuturkan, kecenderungan kanker payudara masih tinggi bisa merujuk pada rekaman data system informasi rumah sakit (SIRS) periode 2007 silam.

Waktu itu, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh rumah sakit di negeri ini. Prosentasenya mencapai 16,85 persen. Ari melanjutkan, angka kejadian kanker payudara saat ini diperkirakan 39 per 100 ribu penduduk.

“Seperti juga kanker lainnya, prinsip penanganan kanker semakin dini ditemukan semakin mudah untuk diobati,” katanya. Ari menyangkan sikap sebagian perempuan yang masih belum optimal mendeteksi keberadaan kanker payudara. Ari menjelaskan, payudara sejatinya adalah organ yang berada di laur bagian tubuh, sejatinya akan lebih mudah melakukan deteksi dini dengan program SADARI (Periksa Payudara Sendiri).

Ari mengatakan, para perempuan harus selalu ingat bahwa mereka beresiko untuk mengalami benjolan di payudaranya. Dia mengatakan, perempuan memiliki resiko terserang kanker payudara disbanding seratus kali dibandingkan laki-laki, meski sama-sama memiliki payudara.

Resiko lain yang juga harus diperhatikan setiap perempuan adalah, adanya riwayat tumor atau kanker payudara di keluarganya, usia lebih dari 45 tahun, tidak memiliki anak, kehamilan pertama di atas 30 tahun, dan riwayat menstruasi pada umur kurang dari 12 tahun. “Resiko lainnya juga muncul bagi perempuan yang menopause-nya panjang sampai di atas 55 tahun,” tandasnya.

Penyakit di urutan kedua yang sering mendera perempuan adalah SLE. Ari mengatakan, kecenderungan penyakit ini Sembilan kali lebih banyak dibandingkan pada laki-laki. Menurut Ari, kasus penyakit SLE ini terjadi pada 30- 50 kasus pada 100 ribu penduduk.

Penyakit SLE ini merupakan penyakit auto imun. Penyakit ini terjadi pada wanita muda usia produktif. Ditandai dengan rambut rontok, gangguan pada kulit terutama di wajah muncul kelainan merah-merah. “Bentuknya seperti kupu-kupu,” jelas Ari. Kelainan kulit di wajah ini semakin menjadi-jadi ketika sering terpapar sinar matahari. Gejala lainnya adalah nyeri pada persendian, demam, dan sariawan yang berulang-ulang.

Ari mengatakan, SLE ini bisa menyebabkan gangguan pada organ tubuh lainnya. Lalu bisa menimbulkan kelainan darah, gangguan ginjal, gangguan jantung, pembuluh darah, gangguan paru, usus, lambung, serta liver atau hati.

Menurut Ari, dampak yang cukup menakutkan dari SLE adalah terjadinya keguguran berulang.

“Antisipasi SLE bisa dilakukan kontrol dan minum obat teratur. Jangan sampai koplikasi SLE terjadi,” sebut Ari.

Di urutan berikutnya adalah penyakit IBS.

Ari mengatakan, laporan kejadian IBS rata-rata 2 kali sampai 3 kali lebih banyak dibandingkan kaum adam. Pasien dengan IBS biasanya datang dari keluhan nyeri perut. Biasanya berkurang setelah buang air besar. Ari menjelaskan, penyakit ini diangkat karena menjangkit 10-15 persen penduduk dunia. “Tentu keluhan kembung dan nyeri perut ini tentu akan mengurangi kualitas hidup seseorang,” pungkas Ari.

Di tempat berbeda, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan dukungannya untuk partisipasi kaum perempuan. Dia berpendapat, pergerakan dan partisipasi kaum perempuan masih diperlukan untuk bersamasama memerbaiki kehidupan kaum perempuan, bahkan kehidupan bangsa.

SBY mengaku pernah mendengar bahwa di era reformasi organisasi-organisasi perempuan yang dulu aktif di era sebelumnya tidak diperlukan lagi.

“Katanya sudah berubah dan berkembang zaman ini. Tentu saya tidak setuju,” tegasnya dalam puncak peringatan Hari Ibu ke-83 Tahun 2011 di Balai Kartin.

Sikap yang sama juga ditunjukkannya ketika ada yang mengatakan apa yang dilakukan LSM dan aktifis perempuan tidak diperlukan.

“Tanpa diskriminasi, semua penting dan harus berperan,” kata SBY.

Ibu Negara Ani Yudhoyono hadir dalam puncak peringatan Hari Ibu ini. Temasuk Wapres Boediono dan Herawati Boediono, sejumlah menteri. (wan/fal/jpnn)

Ini Kebangkitan Politik Perempuan

POLITISI PDIP Rieke Diah Pitaloka punya pandangan sendiri mengenai peringatan 22 Desember yang jatuh kemarin. Di tengah hiruk pikuk masyarakat yang secara umum memahaminya sebagai hari istimewa untuk lebih menghormati dan membahagiakan seorang ibu, Rieke mengingatkan peristiwa politik bersejarah yang melatarbelakanginya. “Tak elok rasanya kalau penetapan peringatan sebuah tanggal dilepaskan dari peristiwa sejarah yang melatarbelakanginya,” kata Rieke di Jakarta, kemarin (22/12).

Dia menyampaikan, setelah Sumpah Pemuda 1928, pada tanggal 22-25 Desember 1928 digelar Kongres Perempuan Indonesia I di Jogjakarta.

Kongres itu menghasilkan tiga tuntutan kepada pemerintah kolonial masa itu. Di antaranya penambahan sekolah untuk anakanak perempuan dan syarat bagi pernikahan, diberikannya keterangan, taklik (janji dan syarat-syarat perceraian).

Peristiwa yang terjadi pada 22 Desember itu dianggap sebagai tonggak terlibatnya perempuan dalam kancah politik Indonesia. “Makanya, Bung Karno menetapkan 22 Desember sebagai hari Kebangkitan Perempuan Indonesia dalam Politik,” tegasnya. Anggota Komisi IX DPR, itu menegaskan dirinya bukan hendak mengecilkan arti peran seorang Ibu dalam wilayah domestik.

“Jadi, seperti yang selalu saya katakan di setiap perayaan 22 Desember bahwa tanggal 22 Desember ini bukan hari ibu, tapi hari kebangkitan politik perempuan Indonesia. Karena di dalamnya ada sebuah gerakan bersama, kolektivitas untuk kepentingan bersama,” kata pemeran Oneng dalam sinetron “Bajaj Bajuri”, itu. Rieke mengaku juga selalu mengenang dan mengirimkan doa kepada almarhumah ibu.

Rieke merasa ibunya berjasa meletakkan pemikiran politis pada dirinya. Melalui ibunya, Rieke sadar dirinya adalah zon politicon, yakni mahluk politis yang tak mungkin memisahkan diri dari sebuah struktur politik “Saya mengenang ibu tidak sekedar karena fungsinya saja,” tendasnya. (pri/jpnn)

Peringatan Hari Ibu ke-83, Presiden Ajak Kaum Perempuan Aktif

Menyambut hari ibu yang dirayakan kemarin (22/12), Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) merangking penyakit-penyakit yang sering mendera kaum ibu. Posisi pertama masih diduduki kanker payudara. Disusul kemudian Systemic Lupus Eritematosus (SLE), lalu Irritable bowel Syndrome (IBS).

KETUA Bidang Advokasi PB PAPDI Ari Fahrial Syam di Jakarta kemarin menuturkan, kecenderungan kanker payudara masih tinggi bisa merujuk pada rekaman data system informasi rumah sakit (SIRS) periode 2007 silam.

Waktu itu, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh rumah sakit di negeri ini. Prosentasenya mencapai 16,85 persen. Ari melanjutkan, angka kejadian kanker payudara saat ini diperkirakan 39 per 100 ribu penduduk.

“Seperti juga kanker lainnya, prinsip penanganan kanker semakin dini ditemukan semakin mudah untuk diobati,” katanya. Ari menyangkan sikap sebagian perempuan yang masih belum optimal mendeteksi keberadaan kanker payudara. Ari menjelaskan, payudara sejatinya adalah organ yang berada di laur bagian tubuh, sejatinya akan lebih mudah melakukan deteksi dini dengan program SADARI (Periksa Payudara Sendiri).

Ari mengatakan, para perempuan harus selalu ingat bahwa mereka beresiko untuk mengalami benjolan di payudaranya. Dia mengatakan, perempuan memiliki resiko terserang kanker payudara disbanding seratus kali dibandingkan laki-laki, meski sama-sama memiliki payudara.

Resiko lain yang juga harus diperhatikan setiap perempuan adalah, adanya riwayat tumor atau kanker payudara di keluarganya, usia lebih dari 45 tahun, tidak memiliki anak, kehamilan pertama di atas 30 tahun, dan riwayat menstruasi pada umur kurang dari 12 tahun. “Resiko lainnya juga muncul bagi perempuan yang menopause-nya panjang sampai di atas 55 tahun,” tandasnya.

Penyakit di urutan kedua yang sering mendera perempuan adalah SLE. Ari mengatakan, kecenderungan penyakit ini Sembilan kali lebih banyak dibandingkan pada laki-laki. Menurut Ari, kasus penyakit SLE ini terjadi pada 30- 50 kasus pada 100 ribu penduduk.

Penyakit SLE ini merupakan penyakit auto imun. Penyakit ini terjadi pada wanita muda usia produktif. Ditandai dengan rambut rontok, gangguan pada kulit terutama di wajah muncul kelainan merah-merah. “Bentuknya seperti kupu-kupu,” jelas Ari. Kelainan kulit di wajah ini semakin menjadi-jadi ketika sering terpapar sinar matahari. Gejala lainnya adalah nyeri pada persendian, demam, dan sariawan yang berulang-ulang.

Ari mengatakan, SLE ini bisa menyebabkan gangguan pada organ tubuh lainnya. Lalu bisa menimbulkan kelainan darah, gangguan ginjal, gangguan jantung, pembuluh darah, gangguan paru, usus, lambung, serta liver atau hati.

Menurut Ari, dampak yang cukup menakutkan dari SLE adalah terjadinya keguguran berulang.

“Antisipasi SLE bisa dilakukan kontrol dan minum obat teratur. Jangan sampai koplikasi SLE terjadi,” sebut Ari.

Di urutan berikutnya adalah penyakit IBS.

Ari mengatakan, laporan kejadian IBS rata-rata 2 kali sampai 3 kali lebih banyak dibandingkan kaum adam. Pasien dengan IBS biasanya datang dari keluhan nyeri perut. Biasanya berkurang setelah buang air besar. Ari menjelaskan, penyakit ini diangkat karena menjangkit 10-15 persen penduduk dunia. “Tentu keluhan kembung dan nyeri perut ini tentu akan mengurangi kualitas hidup seseorang,” pungkas Ari.

Di tempat berbeda, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan dukungannya untuk partisipasi kaum perempuan. Dia berpendapat, pergerakan dan partisipasi kaum perempuan masih diperlukan untuk bersamasama memerbaiki kehidupan kaum perempuan, bahkan kehidupan bangsa.

SBY mengaku pernah mendengar bahwa di era reformasi organisasi-organisasi perempuan yang dulu aktif di era sebelumnya tidak diperlukan lagi.

“Katanya sudah berubah dan berkembang zaman ini. Tentu saya tidak setuju,” tegasnya dalam puncak peringatan Hari Ibu ke-83 Tahun 2011 di Balai Kartin.

Sikap yang sama juga ditunjukkannya ketika ada yang mengatakan apa yang dilakukan LSM dan aktifis perempuan tidak diperlukan.

“Tanpa diskriminasi, semua penting dan harus berperan,” kata SBY.

Ibu Negara Ani Yudhoyono hadir dalam puncak peringatan Hari Ibu ini. Temasuk Wapres Boediono dan Herawati Boediono, sejumlah menteri. (wan/fal/jpnn)

Ini Kebangkitan Politik Perempuan

POLITISI PDIP Rieke Diah Pitaloka punya pandangan sendiri mengenai peringatan 22 Desember yang jatuh kemarin. Di tengah hiruk pikuk masyarakat yang secara umum memahaminya sebagai hari istimewa untuk lebih menghormati dan membahagiakan seorang ibu, Rieke mengingatkan peristiwa politik bersejarah yang melatarbelakanginya. “Tak elok rasanya kalau penetapan peringatan sebuah tanggal dilepaskan dari peristiwa sejarah yang melatarbelakanginya,” kata Rieke di Jakarta, kemarin (22/12).

Dia menyampaikan, setelah Sumpah Pemuda 1928, pada tanggal 22-25 Desember 1928 digelar Kongres Perempuan Indonesia I di Jogjakarta.

Kongres itu menghasilkan tiga tuntutan kepada pemerintah kolonial masa itu. Di antaranya penambahan sekolah untuk anakanak perempuan dan syarat bagi pernikahan, diberikannya keterangan, taklik (janji dan syarat-syarat perceraian).

Peristiwa yang terjadi pada 22 Desember itu dianggap sebagai tonggak terlibatnya perempuan dalam kancah politik Indonesia. “Makanya, Bung Karno menetapkan 22 Desember sebagai hari Kebangkitan Perempuan Indonesia dalam Politik,” tegasnya. Anggota Komisi IX DPR, itu menegaskan dirinya bukan hendak mengecilkan arti peran seorang Ibu dalam wilayah domestik.

“Jadi, seperti yang selalu saya katakan di setiap perayaan 22 Desember bahwa tanggal 22 Desember ini bukan hari ibu, tapi hari kebangkitan politik perempuan Indonesia. Karena di dalamnya ada sebuah gerakan bersama, kolektivitas untuk kepentingan bersama,” kata pemeran Oneng dalam sinetron “Bajaj Bajuri”, itu. Rieke mengaku juga selalu mengenang dan mengirimkan doa kepada almarhumah ibu.

Rieke merasa ibunya berjasa meletakkan pemikiran politis pada dirinya. Melalui ibunya, Rieke sadar dirinya adalah zon politicon, yakni mahluk politis yang tak mungkin memisahkan diri dari sebuah struktur politik “Saya mengenang ibu tidak sekedar karena fungsinya saja,” tendasnya. (pri/jpnn)

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

Terpopuler

Artikel Terbaru

/