Pengamat Pemerintahan Sumut Ridwan Rangkuti menegaskan, tak ada yang namanya perluasan daerah. “Sesuai dengan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, tak ada satu proses yang dinamakan perluasan daerah. Yang ada adalah perubahan batas daerah, dan itu yang dimungkinkan untuk dilakukan pemkab/pemko,” katanya.
Dosen Fisip USU ini juga menjelaskan, perubahan batas daerah ini juga memerlukan persetujuan pemerintah daerah yang daerahnya akan diambil, baik kepala daerah, DPRD dan unsur-unsur pemerintah daerahnya. “Persetujuan ini nantinya hanya perlu dikukuhkan dengan PP. Namun, ini akan sulit dilakukan dan sangat jarang terjadi,” ujarnya lagi.
Ridwan juga menjelaskan, hal ini lebih sering mengarah kepada timbulnya konflik. “Karena yang menjadi masalah di sini adalah pengelolaan pelayanan publik. Ini bisa kita dorong bagi kedua pemkab/pemko untuk melakukan kerjasama. Seperti Mebidangro selama ini yang sudah membentuk badan kerjasama untuk mengatasi masalah perbatasan terkait masalah publik,” katanya.
Menurutnya, kedua pemkab/pemko ini bisa didorong melakukan kerjasama tersebut dengan diberikan ruang melalui UU dan diselesaikan dengan keputusan bersama. “Seperti di Jawa Timur ada Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan (Gerbangkertosusila) di Jakarta ada Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur (Jabodetabekjur). Kenapa di Sumut tak bisa melakukan hal sama?” tegas Ridwan.
Tentunya, menurut Ridwan, mengatasi masalah terkait pelayanan publik tak bisa diatasi oleh masing-masing pemkab/pemko. “Misalnya masalah banjir. Jika permasalahan ini hanya diatasi di daerah hulu saja, tentunya tak akan pernah bisa selesai. Sama juga seperti masalah sampah. Sementara TPA Medan berada di perbatasan dengan Deli Serdang, tentunya harus ada pengelolaan bersama tentang hal itu. Win win solution lah,” ujarnya.
Dengan daerah yang kini sudah berpredikat otonomi, menurut Ridwan satu daerah tersebut tak lagi bisa diganggu gugat walau sedikit. “Layaknya bertetangga, semua punya batas, tapi jika kita pintar dan bisa berkoordinasi dan menghasilkan keputusan yang bijak, maka semua bisa dilakukan. Seperti, Medan bisa pakai daerah Deli Serdang dengan cara sewa,” ungkapnya.
Intinya, sambungnya, yang diharapkan bisa dikembangkan antara Medan dan Deli Serdang ini adalah kerjasama bukan konflik. “Jika Medan memang sangat membutuhkan ruang untuk melakukan pembangunan, Medan bisa melakukannya secara vertical (ke atas, Red). Bangun gedung-gedung pencakar langit dan sebagainya. Jangan bangun secara horizontal (ke samping, Red) lagi jika berpotensi menimbulkan konflik,” tegasnya.
Pemprovsu juga diharapkan memberikan pengetahuan cerdas kepada masyarakat tentang perubahan batas daerah ini. Sehingga masyarakat tau apa yang menjadi hak mereka dan dari siapa mereka mendapatkannya.
Pengamat politik dari USU, Taufan mengatakan, Deli Serdang ikut menikmati pembangunan yang dilakukan Kota Medan termasuk bidang infrastruktur dan pelayanan publik.
“Hampir sepertiga warga yang berada di Kota Medan berasal dari Deli Serdang. Artinya, penduduk Deli Serdang itu lebih banyak mencari nafkah dan hidup di Kota Medan. Aktifitas sosial ekonomi juga banyak dilakukan penduduk Deli Serdang ke Kota Medan, contohnya warga Deli Serdang yang membuka usaha di Medan. Begitu juga sebaliknya, warga Medan di Deli Serdang. Warga Deli Serdang pun setiap harinya melalui Kota Medan,” ujar Taufan.
Taufan menilai dari kondisi sosial ekonomi tersebut selama ini Deli Serdang ikut menikmati hasil pembangunan dan pertumbuhan Kota Medan. Untuk itu, perluasan wilayah Kota Medan dari wilayah Deli Serdang yang menjorok dan membentuk pulau-pulau kecil di Medan harus di pandang sisi positifnya.
“Kan harus dilihat dari aspek positifnya, jika Kota Medan diperluas dan pembangunan Kota Medan semakin berkembang. Maka Deli Serdang pun ikut menikmatinya secara langsung. Ini kan bisa dijadikan dasar mengapa perluasan ini dilakukan, agar pemanfaatan ruang atau wilayah yang masih dikuasai Deli Serdang khususnya pulau-pulau kecil itu bisa lebih dikembangkan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Medan,” ucapnya.
Menurut Taufan, tim yang dibentuk Wali Kota Medan untuk upaya perluasan harus diisi dengan orang-orang yang benar-benar kompeten dan memahami Kota Medan. Tim juga harus menyertakan alasan berupa referensi yang kompeten agar usulan perluasan Kota Medan ini dapat diterima oleh Pemprovsu dan Pemerintah Pusat. (adl/saz)