29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

UMP Sumut Rp1,2 Juta

Dianggap Tidak Cukup Diukur dari Nilai Kemanusiaan

Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubsu No 188.44/988/KPTS/2011 tanggal 17 November sebesar  Rp1,2 juta.  Jumlah tersebut lebih tinggi dari ajuan atau pengusulan Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Sumut yang hanya sebesar Rp1.107.500.

MEDAN-“Dari usulan dewan pengupahan ternyata mendapat apresiasi dari Plt Gubsu, sehingga dinaikan menjadi sekitar Rp1,2 juta,” ungkap Sekretaris Daerah (Sekda) Provsu, Nurdin Lubis ketika dikonfirmasi Sumut Pos, Senin (28/11).

Anggota Komisi E DPRD Sumut Richard Eddy M Lingga mengaku, jumlah yang diminta dan disetujui oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho sudah sesuai dengan kebutuhan saat ini.

“Usulan kenaikan UMP 2012 tepat, sesuai dengan kebutuhan saat ini,” ungkap politisi asal Fraksi Golkar DPRD Sumut. Meskipun sudah ditetapkan, tetap saja ada pro dan kontra. Terutama dari pihak buruh. Menurut Humas Dewan Pergerakan Pusat Solidaritas Buruh Seluruh Sumatera Utara (DPP SBSU) M Amrul Sinaga SH, pada prinsipnya nominal UMP Sumut 2012 sebesar Rp1,2 juta belum layak. Dalam arti kata, mestinya bisa lebih tinggi dari jumlah tersebut sekitar Rp1,5 juta.

“Kita memberi apresiasi sikap Plt Gubsu, dengan meminta Depeda Sumut untuk menaikkan UMP dari usulan Depeda yang hanya Rp1.107.500 menjadi Rp1,2 juta. Usulan dari Depeda yang sebesar Rp1.107.500, memang mengalami kenaikan sekitar 6 persen dari UMP 2011 yang sebesar Rp1.035.000. Namun, pada prinsipnya nominal tersebut belum memberi rasa keadilan pada buruh. Layaknya adalah dengan peningkatan kebutuhan UMP Rp1,5 juta,” tegasnya.

Sementara itu, kenaikan upah minimum ini dianggap para pengusaha sangat wajar dan pantas. Karena setelah melakukan survei terkait kebutuhan hidup, inflasi dan lainnya. UMP ini biasanya yang dijadikan patokan para pengusaha untuk memberikan upah kepada pegawai dan karyawannya, atau dengan kata lain,UMP ini nantinya menjadi UMR (Upah Minimunm Regional).

“Upah yang sudah ditetapkan tersebut sudah sesuai, karena sesuai dengan biaya hidup, dan inflasi yang sedang terjadi,” ujar Ketua Kadin Sumut, Irfan Mutyara.

Irfan juga menjelaskan, upah yang diberikan tersebut biasanya berdasarkan biaya hidup buruh lajang. Sedangkan untuk yang telah berkeluarga dipastikan ada kebijakan tersendiri dari perusahaan. “Biasanya ada kebijakan dari perusahaan, yang biasanya kita sebut biaya tanggungan. Nah, biaya tanggungan ini akan diberikaan untuk 1 istri dan 2 anak,” lanjut Irfan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Parlindungan Purba juga menyatakan hal yang sama, bahwa penetapan UMP dari pemerintah tersebut sudah sesuai dengan biaya hidup seorang buruh. Karena terus mengalami kenaikan dari upah tahun sebelumnya.

Ketua DPD RI ini juga menyatakan bahwa sebelum menentukan UMP tersebut, Dewan Pengupahan Daerah (DPD) hal ini birokrasi dan pengusaha, buruh, akademisi akan mengadakan rapat bersama. DPD juga akan membentuk tim survei dan turun kelapangan untuk mengetahui harga kebutuhan yang dibutuhkan oleh karyawan, setelah itu baru ditentukan KHL (Kebutuhan Hidup layak). “Dari hasil DPD tersebut kan didapat, Rp1,2 juta sudah mencukupi dan menutupi kebutuhan hidup,” ujar Parlindungan Purba.

Sementara itu, untuk penetapan UMK (Upah Minimum Kota) akan ditambah 5 persen dari UMP tersebut. “Kalau untuk UMK, sepengetahuan saya nilai UMP ditambah 5 persen,” lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Medan, Iwan Habib menyatakan bahwa pengusaha selalu mendukung apapun yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu, sebisa mungkin pengusaha untuk memenuhi permintaan tersebut. “Intinya, kita pengusaha selalu mendukung peraturan dari pemerintah,” ujar Iwan.

Terkait dengan pemberian kompensasi, menurut Iwan hal tersebut masih sedikit sulit bila harus dilakukan. Karena perekonomian global. “Kalau industri kreatif, kompensasi masih bisa dilakukan, tetapi bila industri hulu dan hilir yang bahan bakunya telah ditentukan, maka ini akan menjadi sedikit kendala,” tambahnya.

Dosen Ekonomi Unimed, M Ishak menyatakan bahwa masalah upah itu adalah relatif, tetapi secara umum, upah Rp1,2 juta tersebut tidak mencukupi. “Tidak cukup bila kita ukur dengan nilai kemanusiaan. Mencukupi bila perusahaan memberikan kompensasi lain,” ujar M Ishak. Kompensasi tersebut, dapat berupa pemberian beras, intensif dan lainnya.

Menurutnya, bila kenaikan upah yang diharapkan oleh buruh juga dapat berdampak negatif pada daya beli umum. Dikarenakan perusahaan akan menaikkan harganya dipasaran secara otomatis. “masih lumayan bila kenaikkan tersebut sesuai dengan kenaikan upah, tapi pada umumnya, kenaikan harga dipasaran akan lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikkan upah,” lanjutnya.

Karena itu, menurutnya, pengusaha dalam hal ini perusahaan harus dapat mencari kompensasi lain untuk buruh. Misalnya, seperti pemberian beasiswa untuk anak buruh, atau memberikan dana pensiun atau memberikan pelatihan, sehingga buruh mendapatkan keterampilan yang lain. “Untuk memberikan keterampilan lain pada buruh, tidak perlu takut dengan yang namanya buruh akan pergi atau tidak konsentrasi, karena penggangguran di Sumut masih banyak, jadi banyak yang membutuhkan pekerjaan,” ungkap Ishak. (ari/ram)

Buruh: Tak Menutupi Kebutuhan

WALAUPUN pemerintah dan pengusaha sudah menyutujui UMP tersebut, tetapi para buruh masih menganggap bahwa nilai tersebut tidak menutupi kebutuhan hidup mereka. “Kami meminta agar pemerintah Provinsi Sumut dalam hal ini Plt Gbsu, dapat meninjau kembali SK yang telah ditanda tangani tersebut,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Sumut, Minggu Saragih.

Menurutnya, dengan nilai tersebut akan membuat para buruh akan kekurangan daya beli. Yang dapat mengakibatkan perekonomian Indonesia akan menjadi stagnan, atau dengan kata lain, dapat mengurangi pemasukan dari pemerintah itu sendiri. “Dengan anggota kita di Sumut sekitar 2.000 buruh, bayangkan berapa yang akan membatasi daya belinya, karena upah yang tidak memadai,” ujarnya.

FSPMI juga telah mencoba untuk berbicara dengan baik dengan pemerintah untuk hal ini, tetapi hingga saat ini belum mendapat jawaban. “Teman-teman sudah minta turun ke jalanan, terkait dengan upah. Tetapi jangan dulu lah, karena kita harus bicara baik-baik dulu. Kita tidak mau bila kejadian di Batam juga ikut ke Sumut, kan yang di Batam juga dari FSPMI,” ucapnya.

Minggu Saragih melanjutkan, bila upah ideal yang diberikan ke buruh lajang adalah Rp1,5 juta, sedangkan untuk yang telah berkeluarga atau memiliki tanggungan minimal upah yang diberikan sekitar Rp2,5 juta hingga Rp3 juta. “Ini upah yang ideal untuk kita, karena kita juga ingin sejahtera,” ungkapnya. (ari/ram)

Dianggap Tidak Cukup Diukur dari Nilai Kemanusiaan

Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubsu No 188.44/988/KPTS/2011 tanggal 17 November sebesar  Rp1,2 juta.  Jumlah tersebut lebih tinggi dari ajuan atau pengusulan Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Sumut yang hanya sebesar Rp1.107.500.

MEDAN-“Dari usulan dewan pengupahan ternyata mendapat apresiasi dari Plt Gubsu, sehingga dinaikan menjadi sekitar Rp1,2 juta,” ungkap Sekretaris Daerah (Sekda) Provsu, Nurdin Lubis ketika dikonfirmasi Sumut Pos, Senin (28/11).

Anggota Komisi E DPRD Sumut Richard Eddy M Lingga mengaku, jumlah yang diminta dan disetujui oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho sudah sesuai dengan kebutuhan saat ini.

“Usulan kenaikan UMP 2012 tepat, sesuai dengan kebutuhan saat ini,” ungkap politisi asal Fraksi Golkar DPRD Sumut. Meskipun sudah ditetapkan, tetap saja ada pro dan kontra. Terutama dari pihak buruh. Menurut Humas Dewan Pergerakan Pusat Solidaritas Buruh Seluruh Sumatera Utara (DPP SBSU) M Amrul Sinaga SH, pada prinsipnya nominal UMP Sumut 2012 sebesar Rp1,2 juta belum layak. Dalam arti kata, mestinya bisa lebih tinggi dari jumlah tersebut sekitar Rp1,5 juta.

“Kita memberi apresiasi sikap Plt Gubsu, dengan meminta Depeda Sumut untuk menaikkan UMP dari usulan Depeda yang hanya Rp1.107.500 menjadi Rp1,2 juta. Usulan dari Depeda yang sebesar Rp1.107.500, memang mengalami kenaikan sekitar 6 persen dari UMP 2011 yang sebesar Rp1.035.000. Namun, pada prinsipnya nominal tersebut belum memberi rasa keadilan pada buruh. Layaknya adalah dengan peningkatan kebutuhan UMP Rp1,5 juta,” tegasnya.

Sementara itu, kenaikan upah minimum ini dianggap para pengusaha sangat wajar dan pantas. Karena setelah melakukan survei terkait kebutuhan hidup, inflasi dan lainnya. UMP ini biasanya yang dijadikan patokan para pengusaha untuk memberikan upah kepada pegawai dan karyawannya, atau dengan kata lain,UMP ini nantinya menjadi UMR (Upah Minimunm Regional).

“Upah yang sudah ditetapkan tersebut sudah sesuai, karena sesuai dengan biaya hidup, dan inflasi yang sedang terjadi,” ujar Ketua Kadin Sumut, Irfan Mutyara.

Irfan juga menjelaskan, upah yang diberikan tersebut biasanya berdasarkan biaya hidup buruh lajang. Sedangkan untuk yang telah berkeluarga dipastikan ada kebijakan tersendiri dari perusahaan. “Biasanya ada kebijakan dari perusahaan, yang biasanya kita sebut biaya tanggungan. Nah, biaya tanggungan ini akan diberikaan untuk 1 istri dan 2 anak,” lanjut Irfan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Parlindungan Purba juga menyatakan hal yang sama, bahwa penetapan UMP dari pemerintah tersebut sudah sesuai dengan biaya hidup seorang buruh. Karena terus mengalami kenaikan dari upah tahun sebelumnya.

Ketua DPD RI ini juga menyatakan bahwa sebelum menentukan UMP tersebut, Dewan Pengupahan Daerah (DPD) hal ini birokrasi dan pengusaha, buruh, akademisi akan mengadakan rapat bersama. DPD juga akan membentuk tim survei dan turun kelapangan untuk mengetahui harga kebutuhan yang dibutuhkan oleh karyawan, setelah itu baru ditentukan KHL (Kebutuhan Hidup layak). “Dari hasil DPD tersebut kan didapat, Rp1,2 juta sudah mencukupi dan menutupi kebutuhan hidup,” ujar Parlindungan Purba.

Sementara itu, untuk penetapan UMK (Upah Minimum Kota) akan ditambah 5 persen dari UMP tersebut. “Kalau untuk UMK, sepengetahuan saya nilai UMP ditambah 5 persen,” lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Medan, Iwan Habib menyatakan bahwa pengusaha selalu mendukung apapun yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu, sebisa mungkin pengusaha untuk memenuhi permintaan tersebut. “Intinya, kita pengusaha selalu mendukung peraturan dari pemerintah,” ujar Iwan.

Terkait dengan pemberian kompensasi, menurut Iwan hal tersebut masih sedikit sulit bila harus dilakukan. Karena perekonomian global. “Kalau industri kreatif, kompensasi masih bisa dilakukan, tetapi bila industri hulu dan hilir yang bahan bakunya telah ditentukan, maka ini akan menjadi sedikit kendala,” tambahnya.

Dosen Ekonomi Unimed, M Ishak menyatakan bahwa masalah upah itu adalah relatif, tetapi secara umum, upah Rp1,2 juta tersebut tidak mencukupi. “Tidak cukup bila kita ukur dengan nilai kemanusiaan. Mencukupi bila perusahaan memberikan kompensasi lain,” ujar M Ishak. Kompensasi tersebut, dapat berupa pemberian beras, intensif dan lainnya.

Menurutnya, bila kenaikan upah yang diharapkan oleh buruh juga dapat berdampak negatif pada daya beli umum. Dikarenakan perusahaan akan menaikkan harganya dipasaran secara otomatis. “masih lumayan bila kenaikkan tersebut sesuai dengan kenaikan upah, tapi pada umumnya, kenaikan harga dipasaran akan lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikkan upah,” lanjutnya.

Karena itu, menurutnya, pengusaha dalam hal ini perusahaan harus dapat mencari kompensasi lain untuk buruh. Misalnya, seperti pemberian beasiswa untuk anak buruh, atau memberikan dana pensiun atau memberikan pelatihan, sehingga buruh mendapatkan keterampilan yang lain. “Untuk memberikan keterampilan lain pada buruh, tidak perlu takut dengan yang namanya buruh akan pergi atau tidak konsentrasi, karena penggangguran di Sumut masih banyak, jadi banyak yang membutuhkan pekerjaan,” ungkap Ishak. (ari/ram)

Buruh: Tak Menutupi Kebutuhan

WALAUPUN pemerintah dan pengusaha sudah menyutujui UMP tersebut, tetapi para buruh masih menganggap bahwa nilai tersebut tidak menutupi kebutuhan hidup mereka. “Kami meminta agar pemerintah Provinsi Sumut dalam hal ini Plt Gbsu, dapat meninjau kembali SK yang telah ditanda tangani tersebut,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Sumut, Minggu Saragih.

Menurutnya, dengan nilai tersebut akan membuat para buruh akan kekurangan daya beli. Yang dapat mengakibatkan perekonomian Indonesia akan menjadi stagnan, atau dengan kata lain, dapat mengurangi pemasukan dari pemerintah itu sendiri. “Dengan anggota kita di Sumut sekitar 2.000 buruh, bayangkan berapa yang akan membatasi daya belinya, karena upah yang tidak memadai,” ujarnya.

FSPMI juga telah mencoba untuk berbicara dengan baik dengan pemerintah untuk hal ini, tetapi hingga saat ini belum mendapat jawaban. “Teman-teman sudah minta turun ke jalanan, terkait dengan upah. Tetapi jangan dulu lah, karena kita harus bicara baik-baik dulu. Kita tidak mau bila kejadian di Batam juga ikut ke Sumut, kan yang di Batam juga dari FSPMI,” ucapnya.

Minggu Saragih melanjutkan, bila upah ideal yang diberikan ke buruh lajang adalah Rp1,5 juta, sedangkan untuk yang telah berkeluarga atau memiliki tanggungan minimal upah yang diberikan sekitar Rp2,5 juta hingga Rp3 juta. “Ini upah yang ideal untuk kita, karena kita juga ingin sejahtera,” ungkapnya. (ari/ram)

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/