32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Badai Baru PKS

Barangkali laporan rutin tahunan dari Transparency Internasional yang mengumumkan urutan negara terkorup dan terbersih di dunia benar adanya. Akhir tahun 2012 ini, Indonesia yang mendapat IPK (indeks persepsi korupsi)  dengan peringkat 118 dari 176 negara yang di survei Transparency Internasional. Harus puas dengan penilaian tersebut.

Oleh: Yopi Pranoto

Tidak bisa mengelak maupun menolaknya. Sampai saat ini, walaupun Indonesia sudah punya lembaga super body yang bernama KPK tetapi tingkat korupsi masih drastis. Indonesia belum mampu keluar dari jeratan korupsi. Korupsi di Indonesia berkembang pesat, korupsi meluas, ada dimana-mana dan terjadi secara sistematis. Di tahun 2013, yang merupakan tahun politik. Tahun kritis dan tahun serang-menyerang terbuka bagi para politikus partai. Menghadapi Pemilu 2014 mendatang, seluruh mesin partai sudah mulai bekerja. Jargon dan slogan kampanye partai marak menghiasi di berbagai media. Percaturan politik kembali menggelegar.

Demi meraih simpati masyarakat, merebutkan kursi kekuasan itu. Namun yang menariknya lagi, justru dibalik semua itu: Partai tidak sanggup lepas dari rayuan exstra ordinary crime yang namanya “korupsi”. Masih dalam ingatan kita, Partai Demokrat: Andi Mallarangeng yang menjadi tersangka kasus proyek Hambalang. Di duga, berawal dari nyanyian Nazarudin ini, politikus yang juga menjabat sebagai ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum ikut tersangkut di dalamnya. Lebih eksotisnya lagi, salah satu kader dari Partai Golkar yang berlambang pohon beringin malahan terjerat kasus korupsi pengadaan Al-Quran.

Kini publik kembali di guncang isu kasus korupsi. Lagi-lagi wakil rakyat yang menjadi pelakunya. Anggota DPR RI dari Komisi I yang juga menjabat sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq di tetapkan “tersangka” oleh KPK dalam kasus suap impor daging sapi. Publik “setengah percaya” dari penangkapan yang dilakukan KPK ini. Pasalnya, petinggi yang berasal dari Partai dengan propagandanya “jujur dan bersih dari korupsi”. Tentu semua orang kaget mendengar isu korupsi ini. KPK tidak main-main bergerak, selain menahan 4 tersangka, KPK juga menyita uang suap Rp 1 Miliar. Sungguh luar biasa kinerja KPK, patut kita apresiasi. Namun, publik masih bertanya-tanya: kenapa kasus korupsi yang lebih “dahsyat” dengan tingkat kejelasan yang lebih nyata tapi KPK belum juga bertindak. Misalnya Kasus korupsi PON dengan keterlibatan orang nomor satu di Riau, kasus Century, kasus BLBI dan kasus proyek Hambalang yang melibatkan petinggi Partai Demokrat. Mana gerakan KPK dari kasus dahsyat korupsi ini? Terkesan jalan di tempat.

Dari hasil kinerja KPK yang menjadikan Presiden PKS sebagai tersangka kasus suap impor daging sapi efeknya jelas akan memperburuk citra Partai ini. Menurut pengamat politik Burhanudin Muhtadi ketika berbincang dalam stasiun televisi swasta, mengatakan: “Partai PKS merupakan harapan besar masyarakat, dengan simbol partai intlektual yang bersih. Namun elektabilitas partai menurun ketika salah satu pucuk pimpinanya menjadi tersangka korupsi. Keadaan ini sudah barang pasti masyarakat kesulitan mencari partai yang bersih dari korupsi. Ibaratnya  mencari air di gurun pasir yang panas.

Sangat sulit

Partai PKS dengan cita-citanya menuju 3 besar Pemilu tahun 2014 mendatang justru mendapat tekanan badai baru. Ibaratnya untuk naik kelas tentu harus mampu melewati proses ujian terlebih dahulu. Yang pasti apapun partainya, kalau kader dan pimpinanya korupsi. Harus kita lawan. Tak peduli dari ideologi mana, partainya Bismilah atau tidak. Yang namanya korupsi tetap merugikan rakyat. Meski dalam sejarahnya KPK tidak sembarang main tangkap maupun menetapkan status tersangka bagi pelaku korupsi. Yang jelas tidak ada seorangpun yang mampu keluar dari jeratan itu ketika KPK sudah tegas menetapkan tersangka. Namun sebagai warga negara yang taat akan hukum, kita juga tetap harus menghormati asas praduga tak bersalah. Mari kita percayakan semuanya kepada KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi.

Berbicara mengenai korupsi, memang tidak ada jaminan seseorang dari partai manapun tidak melakukan korupsi. Korupsi itu bisa dikatakan seperti naluri. Semakin mendapat rayuan, maka akan semakin tergiur untuk menikmatinya. Karena publik juga harus mengetahui korupsi itu banyak jenis dan bentuknya. Salah satunya “menyuap dan di suap”. Selama ini kebanyakan masyarakat mengetahui korupsi itu hanya menggerogoti anggaran uang Negara. Oleh mantan pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dalam bukunya (koruptor go to hell) yang mengupas anatomi korupsi di Indonesia menyebutkan sedikitnya ada tujuh kelompok yang dikategorikan sebagai tindakan korupsi.

Dalam korupsi tidak mengenal jabatan dan latar belakang apa seseorang itu berasal. Kebanyakan orang yang mempunyai jabatan seperti, pejabat negara, wakil rakyat (anggota DPR), kepala daerah, Gubernur dan Bupati. Selama ini justru orang yang berasal dari jabatan struktural inilah yang paling banyak berurusan dengan KPK, gara-gara korupsi.

Dari sekian banyak kasus korupsi yang melanda negeri ini, lagi-lagi kesejahteraan rakyat kembali terancam. Lalu bagaimana caranya supaya rakyat hidup sejahtera? Salah satu cara yang paling jitu adalah melalui penanggulangan dan pencegahan tindak pidana korupsi. Rakyat harus mengubah cara berpikir dan merumuskan kembali siapa sebenarnya musuh rakyat. Koruptorlah musuh rakyat sesungguhnya. Jika koruptor ditangkap dan hartanya disita untuk negara kemungkinan besar masalah kemiskinan dapat teratasi. Pemberantasan korupsi bisa menjadi awal penyelesaian krisis di Indonesia. Sebaiknya kita bisa melakukan pengawasan (control sosial) dan berperan secara aktif menanggulangi maupun mencegah korupsi. Salam anti korupsi.

Penulis :Menteri Sosial Politik BEM Universitas Riau 2012-2013.
Mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Riau

Barangkali laporan rutin tahunan dari Transparency Internasional yang mengumumkan urutan negara terkorup dan terbersih di dunia benar adanya. Akhir tahun 2012 ini, Indonesia yang mendapat IPK (indeks persepsi korupsi)  dengan peringkat 118 dari 176 negara yang di survei Transparency Internasional. Harus puas dengan penilaian tersebut.

Oleh: Yopi Pranoto

Tidak bisa mengelak maupun menolaknya. Sampai saat ini, walaupun Indonesia sudah punya lembaga super body yang bernama KPK tetapi tingkat korupsi masih drastis. Indonesia belum mampu keluar dari jeratan korupsi. Korupsi di Indonesia berkembang pesat, korupsi meluas, ada dimana-mana dan terjadi secara sistematis. Di tahun 2013, yang merupakan tahun politik. Tahun kritis dan tahun serang-menyerang terbuka bagi para politikus partai. Menghadapi Pemilu 2014 mendatang, seluruh mesin partai sudah mulai bekerja. Jargon dan slogan kampanye partai marak menghiasi di berbagai media. Percaturan politik kembali menggelegar.

Demi meraih simpati masyarakat, merebutkan kursi kekuasan itu. Namun yang menariknya lagi, justru dibalik semua itu: Partai tidak sanggup lepas dari rayuan exstra ordinary crime yang namanya “korupsi”. Masih dalam ingatan kita, Partai Demokrat: Andi Mallarangeng yang menjadi tersangka kasus proyek Hambalang. Di duga, berawal dari nyanyian Nazarudin ini, politikus yang juga menjabat sebagai ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum ikut tersangkut di dalamnya. Lebih eksotisnya lagi, salah satu kader dari Partai Golkar yang berlambang pohon beringin malahan terjerat kasus korupsi pengadaan Al-Quran.

Kini publik kembali di guncang isu kasus korupsi. Lagi-lagi wakil rakyat yang menjadi pelakunya. Anggota DPR RI dari Komisi I yang juga menjabat sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq di tetapkan “tersangka” oleh KPK dalam kasus suap impor daging sapi. Publik “setengah percaya” dari penangkapan yang dilakukan KPK ini. Pasalnya, petinggi yang berasal dari Partai dengan propagandanya “jujur dan bersih dari korupsi”. Tentu semua orang kaget mendengar isu korupsi ini. KPK tidak main-main bergerak, selain menahan 4 tersangka, KPK juga menyita uang suap Rp 1 Miliar. Sungguh luar biasa kinerja KPK, patut kita apresiasi. Namun, publik masih bertanya-tanya: kenapa kasus korupsi yang lebih “dahsyat” dengan tingkat kejelasan yang lebih nyata tapi KPK belum juga bertindak. Misalnya Kasus korupsi PON dengan keterlibatan orang nomor satu di Riau, kasus Century, kasus BLBI dan kasus proyek Hambalang yang melibatkan petinggi Partai Demokrat. Mana gerakan KPK dari kasus dahsyat korupsi ini? Terkesan jalan di tempat.

Dari hasil kinerja KPK yang menjadikan Presiden PKS sebagai tersangka kasus suap impor daging sapi efeknya jelas akan memperburuk citra Partai ini. Menurut pengamat politik Burhanudin Muhtadi ketika berbincang dalam stasiun televisi swasta, mengatakan: “Partai PKS merupakan harapan besar masyarakat, dengan simbol partai intlektual yang bersih. Namun elektabilitas partai menurun ketika salah satu pucuk pimpinanya menjadi tersangka korupsi. Keadaan ini sudah barang pasti masyarakat kesulitan mencari partai yang bersih dari korupsi. Ibaratnya  mencari air di gurun pasir yang panas.

Sangat sulit

Partai PKS dengan cita-citanya menuju 3 besar Pemilu tahun 2014 mendatang justru mendapat tekanan badai baru. Ibaratnya untuk naik kelas tentu harus mampu melewati proses ujian terlebih dahulu. Yang pasti apapun partainya, kalau kader dan pimpinanya korupsi. Harus kita lawan. Tak peduli dari ideologi mana, partainya Bismilah atau tidak. Yang namanya korupsi tetap merugikan rakyat. Meski dalam sejarahnya KPK tidak sembarang main tangkap maupun menetapkan status tersangka bagi pelaku korupsi. Yang jelas tidak ada seorangpun yang mampu keluar dari jeratan itu ketika KPK sudah tegas menetapkan tersangka. Namun sebagai warga negara yang taat akan hukum, kita juga tetap harus menghormati asas praduga tak bersalah. Mari kita percayakan semuanya kepada KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi.

Berbicara mengenai korupsi, memang tidak ada jaminan seseorang dari partai manapun tidak melakukan korupsi. Korupsi itu bisa dikatakan seperti naluri. Semakin mendapat rayuan, maka akan semakin tergiur untuk menikmatinya. Karena publik juga harus mengetahui korupsi itu banyak jenis dan bentuknya. Salah satunya “menyuap dan di suap”. Selama ini kebanyakan masyarakat mengetahui korupsi itu hanya menggerogoti anggaran uang Negara. Oleh mantan pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dalam bukunya (koruptor go to hell) yang mengupas anatomi korupsi di Indonesia menyebutkan sedikitnya ada tujuh kelompok yang dikategorikan sebagai tindakan korupsi.

Dalam korupsi tidak mengenal jabatan dan latar belakang apa seseorang itu berasal. Kebanyakan orang yang mempunyai jabatan seperti, pejabat negara, wakil rakyat (anggota DPR), kepala daerah, Gubernur dan Bupati. Selama ini justru orang yang berasal dari jabatan struktural inilah yang paling banyak berurusan dengan KPK, gara-gara korupsi.

Dari sekian banyak kasus korupsi yang melanda negeri ini, lagi-lagi kesejahteraan rakyat kembali terancam. Lalu bagaimana caranya supaya rakyat hidup sejahtera? Salah satu cara yang paling jitu adalah melalui penanggulangan dan pencegahan tindak pidana korupsi. Rakyat harus mengubah cara berpikir dan merumuskan kembali siapa sebenarnya musuh rakyat. Koruptorlah musuh rakyat sesungguhnya. Jika koruptor ditangkap dan hartanya disita untuk negara kemungkinan besar masalah kemiskinan dapat teratasi. Pemberantasan korupsi bisa menjadi awal penyelesaian krisis di Indonesia. Sebaiknya kita bisa melakukan pengawasan (control sosial) dan berperan secara aktif menanggulangi maupun mencegah korupsi. Salam anti korupsi.

Penulis :Menteri Sosial Politik BEM Universitas Riau 2012-2013.
Mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Riau

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/