28 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Krisis dan Kampanye Open Happiness di Barat

MARKETING SERIES (49)

Karena banyak masyarakat di Amerika Serikat serta Eropa yang kehilangan kepercayaan diri dan galau gara-gara krisis, Coca-Cola melihat hal itu dengan perspektif kreatif. Situasi buruk itu tidak menjadi ancaman (threat), melainkan kesempatan (opportunity).

Coca-Cola ingin tampil sebagai suatu brand yang memberikan semangat. Sebenarnya, kampanye open happiness ini dimulai sejak 2006. Mereka bekerja sama dengan Warner Bros untuk membuat sebuah cerita fantasi di balik vending machine-nya Coca-Cola. Seolah-olah ada sesuatu di balik channel yang paling pribadi untuk para customer di sana.

Slogan bisa kehilangan arti ketika para pesaing juga punya vending machine di mana-mana. Artinya, brand positioning seperti itu bisa kosong tanpa makna karena tidak ada diferensiasi yang jelas.

Di Era 3.0 dengan pendalaman terhadap anxiety and desire, Coca-Cola akhirnya menemukan bahwa orang-orang di Barat, sebelum krisis sekalipun, punya kegalauan terhadap kebutuhan akan happiness. Padahal, kebahagiaan adalah elemen human spirit paling hakiki. Karena itulah, Coca-Cola lantas diposisikan sebagai suatu pembuka kebahagiaan.

Itu cukup cerdas pula, mengingat orang sekarang semakin menjauhi minuman bersoda karena dianggap kurang sehat. Ketika orang ingin sehat dengan minum air putih atau ingin punya semangat dengan minum energy drink, justru Coca-Cola ingin membuat orang menjadi bahagia.

Sejak 2007, AS mulai krisis dan menyusul Eropa pada 2009. Tapi, kali ini berbeda dengan kampanye yang dulu-dulu! Slogan open happiness ini bukan menggunakan TV lagi sebagai medianya. Juga bukan media sosial. Tapi, justru menggunakan metode story-telling. Itu cocok dengan era New Wave seperti sekarang. Karena itulah, diciptakan beberapa karakter sebagai aktor di dalam ceritanya. Coca-Cola ikut mengambil bagian dari cerita itu.

Kalau sebuah brand masuk di cerita, karakternya akan lebih jelas, bukan? Sebab, di situlah karakter itu diuji ketika bertemu, berinteraksi, dan bersikap.
Setelah itu, para customer diajak untuk ikut engage dalam berbagai media sosial. XBox bahkan sampai punya pelanggan tiga juta orang. Karena itu, cerita open happiness ini pun ikut engaging customer lewat game-game-nya di situ. Di situs resminya, ada berbagai video yang bercerita tentang pembuatan “game, iklan, dan videonya. Termasuk lirik lagunya yang dibuat dengan campuran irama rock dan hip-hop.

Jadi, untuk memosisikan sebuah brand secara lebih bagus, memang harus melakukan clarification yang bersifat engaging seperti itu. Di Indonesia, kampanye tersebut tidak terlalu populer karena menurut sebuah survei ditemukan sesuatu yang menarik.

Apa itu? Indonesia merupakan negara yang memiliki indeks kebahagiaan tertinggi di dunia. Padahal, GDP per kapita belum mencapai USD 4.000. Anxiety and desire orang Indonesia saat ini barangkali menjadi sebuah pengakuan negara ini memang lagi rising.

Nah, brand mana pun yang bisa memahami hal itu, lalu melakukan engagement, dijamin bakal terklarifikasi dengan sukses.
Bagaimana pendapat Anda” (*)

MARKETING SERIES (49)

Karena banyak masyarakat di Amerika Serikat serta Eropa yang kehilangan kepercayaan diri dan galau gara-gara krisis, Coca-Cola melihat hal itu dengan perspektif kreatif. Situasi buruk itu tidak menjadi ancaman (threat), melainkan kesempatan (opportunity).

Coca-Cola ingin tampil sebagai suatu brand yang memberikan semangat. Sebenarnya, kampanye open happiness ini dimulai sejak 2006. Mereka bekerja sama dengan Warner Bros untuk membuat sebuah cerita fantasi di balik vending machine-nya Coca-Cola. Seolah-olah ada sesuatu di balik channel yang paling pribadi untuk para customer di sana.

Slogan bisa kehilangan arti ketika para pesaing juga punya vending machine di mana-mana. Artinya, brand positioning seperti itu bisa kosong tanpa makna karena tidak ada diferensiasi yang jelas.

Di Era 3.0 dengan pendalaman terhadap anxiety and desire, Coca-Cola akhirnya menemukan bahwa orang-orang di Barat, sebelum krisis sekalipun, punya kegalauan terhadap kebutuhan akan happiness. Padahal, kebahagiaan adalah elemen human spirit paling hakiki. Karena itulah, Coca-Cola lantas diposisikan sebagai suatu pembuka kebahagiaan.

Itu cukup cerdas pula, mengingat orang sekarang semakin menjauhi minuman bersoda karena dianggap kurang sehat. Ketika orang ingin sehat dengan minum air putih atau ingin punya semangat dengan minum energy drink, justru Coca-Cola ingin membuat orang menjadi bahagia.

Sejak 2007, AS mulai krisis dan menyusul Eropa pada 2009. Tapi, kali ini berbeda dengan kampanye yang dulu-dulu! Slogan open happiness ini bukan menggunakan TV lagi sebagai medianya. Juga bukan media sosial. Tapi, justru menggunakan metode story-telling. Itu cocok dengan era New Wave seperti sekarang. Karena itulah, diciptakan beberapa karakter sebagai aktor di dalam ceritanya. Coca-Cola ikut mengambil bagian dari cerita itu.

Kalau sebuah brand masuk di cerita, karakternya akan lebih jelas, bukan? Sebab, di situlah karakter itu diuji ketika bertemu, berinteraksi, dan bersikap.
Setelah itu, para customer diajak untuk ikut engage dalam berbagai media sosial. XBox bahkan sampai punya pelanggan tiga juta orang. Karena itu, cerita open happiness ini pun ikut engaging customer lewat game-game-nya di situ. Di situs resminya, ada berbagai video yang bercerita tentang pembuatan “game, iklan, dan videonya. Termasuk lirik lagunya yang dibuat dengan campuran irama rock dan hip-hop.

Jadi, untuk memosisikan sebuah brand secara lebih bagus, memang harus melakukan clarification yang bersifat engaging seperti itu. Di Indonesia, kampanye tersebut tidak terlalu populer karena menurut sebuah survei ditemukan sesuatu yang menarik.

Apa itu? Indonesia merupakan negara yang memiliki indeks kebahagiaan tertinggi di dunia. Padahal, GDP per kapita belum mencapai USD 4.000. Anxiety and desire orang Indonesia saat ini barangkali menjadi sebuah pengakuan negara ini memang lagi rising.

Nah, brand mana pun yang bisa memahami hal itu, lalu melakukan engagement, dijamin bakal terklarifikasi dengan sukses.
Bagaimana pendapat Anda” (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/