30 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Ekonomi Bangsa yang Kian Rapuh

Oleh: Benni Sinaga, SE

Bangsa ini harus berada di bawah payung IMF dan Bank Dunia untuk keluar dari krisis ekonomi global. Begitulah pernyataan salah seorang pejabat eselon I departemen kkeuangan dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh kedutaan Inggris di Jakarta beberapa waktu lalu.

Daya tarik lembaga-lembaga donor seperti IMF dan Bank Dunia tersebut betul-betul membelenggu intelektual atau ekonom Indonesia. Sampai-samapi, dalam pemahaman para ekonom neoliberal (Ekonom pasar bebas) yang sekarang mengelola perekonomian, bangsa Indonesia tidak bisa hidup tanpa kehadiran IMF dan Bank Dunia.

Ekonomi pasar dengan peran negara yang amat menim, akhirnya diyakini secara mentah-mentah mampu membawa kejayaan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Meskipun lebih dari 43 tahun Indonesia membangun perekonomian dengan prinsip pasar, sebenarnya bangsa ini terus-menerus berada pada terowongan gelap. Terbukti hingga kini, bangsa Indonesia tak jua menemukan cahaya kesejahteraan dan kejayaan yang dijanjikan para ekonom tersebut.
Bahkan, pasca krisis ekonomi 1998, dimana bangsa ini sangat getol menerapkan ekonomi pasar, kondisi perekonomian justru makin memburuk. Pelan tapi pasti, satu persatu sumber daya alam dan aset yang dimiliki rakyat Indonesia yang dianugrahkan Tuhan Yang Maha Esa, jatuh ketangan asing. Ekonom-ekonom neoliberal menganggap hal ini sebagai proses biasa sebagai bagian dari globalisasi dan liberalisasi ekonomin.

Kenapa pertanyaan yang sama tidak mereka ajukan kepada Amerika Serikat (AS) yang menjadi panutan dan suri teladan ekonom kapitalis. Kita bisa membayangkan betapa besar kemarahan rakyat AS jika perusahaan-perusahaan keuangan, seperti citigroup, JP Morgans, dan lain-lain, karena nyaris bangkrut di beli oleh China. Analogi yang sama juga terjadi di Indonesia, dimana pemerintah menjual murah aset bank-bank pascakrisis.

Pertarungan kedaulatan

Ekonom Tim Indonesia bangkit Iman Sugema menyatakan, pada kenyataannya ekonomi pasar yang diterapkan di Indonesia justru menghasilkan 5K, yakni kesengsaraan, kesenjangan, kemunduran, ketergantungan, dan kerentanan. Siapa pun presiden yang berkuasa bukan merupakan jawaban untuk mengatasi kesemrawutan pengelolaan ekonomi Indonesia.

Akar masalah kegagalan ekonomi bangsa ini adalah bercokolnya para ekonom pasar yang secra ugal-ugalan memfasilitasi para pemodal asing untuk menggeluti bumi Indonesia dan mencabik-cabik harga diri bangsa.

Ekonom Universitas Gadjah Mada Revrisond Baswir menyatakan, apa yang terjadi ini bukan saja pertarungan ideologi pemikiran antara ekonomi neoliberal produk AS melawan ekonomi konstitusi produk para founding father,s tetapi sudah berada  pada pada pertarungan kedaulatan.

Indoensia sama tidak lagi berdaulat mengatur perekonomian nasional. Semua sektor vital sudah dikuasai asing secara merajalela. Sektor energi, perbankan, air, dan telekomunikasi mayoritas telah dikuasai oleh asing. Dan para pembuat kebijakan ekonomi amat puas, jika anak bangsa ini hanya dijadikan kaum pekerja. Padahal, menjadi pekerja dan bukan pemilik merupakan penghinaan besar terhadap harga diri dan potensi bangsa Indonesia.
Ekonom UI M Chatib Basri dalam sidang di Mahkamah Konstitusi ( MK) beberapa waktu lalu menyatakan kepada para ekonom pengkritik pemerintah sebagai ekonom yang berpikiran yang sempit dan pici. “ Kantongi dahulu nasionalismemu” begitu dengan lantang di berucap. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya dosis obat bius yang talah disuntikkan berbagai text book fakultas Ekonomi produk neoliberalisme. Tidak ada tempat lagi bagi nasionalisme dan kedaulatan ekonomi di tengah terang benderangnya arus globalisasi. Begitulah keyakinan para ekonom yang saat ini mengelola perekonomian bangsa.

Salah Kaprah

Ichsanudin Noorsy pengusung ekonomi konstitusi atau ekonomi yang mendasarkan pada warisan para pendiri negara, yakin bahwa ekonomi pasar bebas merupakan jawaban kegagalan pembangunan ekonomi Indonesia. Pemikiran bahwa nasionalisme dan kadaulatan ekonomi sudah usang merupakan penilaian salah kaprah . saat ini krisis ekonomi global telah membuat lembaga-lembaga keuangan di AS dan negara-negara maju lain menjadi oleng, dan pemerintahan di negra-negara tersebut berjuang habis-habisan demi semangat nasionalisme.

Barrack Obama dengan lantang membuat kebijakan-kebijakan ekonomi yang melindungi kepentingan nasional, meski harus menabrak prinsip-prinsip pasar bebas sekalipun. Hal ini terlihat dari slogan-slogan agar membeli produk AS, menyalamatkan sektor-sektor perekonomian strategis dari kebangkrutan, dan kebijakan proteksi lainnya.

Namun di sisi lain, hal itu sama sekali tidak menggugah sedikit pun hati para ekonom yang mengelola perekonomian Indonesia. Mereka tetap dengan gagah berani ingin memperkuat pasar bebas di Indonesia melalui payung IMF dan Bank dunia.

Soekarno, salah satu founding father’s bangsa kita sejak awal telah mewanti-wanti genarasi penerus untuk tidak menjadikan bangsa ini sebagai bangsa kuli, atau membiarkan orang Indonesia menjadi kuli di antara bangsa.

Soekarno paham betul bahwa permasalahan terbesar bangsa ini bukan saja karena penjajahan langsung oleh bangsa lain, namun penjajahan bangsa lain dengan menjadikan elite-elite pribumi terdidik sebagai perpanjangan tangannya di negeri ini. Terbukti sekarang kalau dulu lawan kita hanya penjajah sekarang lawan kita adalah bangsa kita sendiri.

Perkembangan perekonomian suatu negara sangat tergantung dengan sistem perekonomian yang dianut dan sistem birokrasi suatu bangsa tersebut. Dengan kebijakan-kebijakan yang di ambil dalam menanangi perekonomian di negara ini, maka perkembangannya tergantung pada kebijakan pemerintah.

Kesempatan-kesempatan yang diberikan pemerintah kepada para pelaku ekonomi akan membarikan ruang yang sangat besar dalam perkembangan perekonomian itu sendiri. Seringkali yang menjadi masalah adalah sistem birokrasi yang morat-marit dan adanya istilah yang susah jadi di persulit dengan peraturan-peraturan yang memberatkan para pelaku ekonomi. Akibatnya kualitas ekonomi dimasyarakat itu kurang baik dan perkembangannya membuat lamban.

Penulis adalah
Dosen STIE IBMI Medan

Oleh: Benni Sinaga, SE

Bangsa ini harus berada di bawah payung IMF dan Bank Dunia untuk keluar dari krisis ekonomi global. Begitulah pernyataan salah seorang pejabat eselon I departemen kkeuangan dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh kedutaan Inggris di Jakarta beberapa waktu lalu.

Daya tarik lembaga-lembaga donor seperti IMF dan Bank Dunia tersebut betul-betul membelenggu intelektual atau ekonom Indonesia. Sampai-samapi, dalam pemahaman para ekonom neoliberal (Ekonom pasar bebas) yang sekarang mengelola perekonomian, bangsa Indonesia tidak bisa hidup tanpa kehadiran IMF dan Bank Dunia.

Ekonomi pasar dengan peran negara yang amat menim, akhirnya diyakini secara mentah-mentah mampu membawa kejayaan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Meskipun lebih dari 43 tahun Indonesia membangun perekonomian dengan prinsip pasar, sebenarnya bangsa ini terus-menerus berada pada terowongan gelap. Terbukti hingga kini, bangsa Indonesia tak jua menemukan cahaya kesejahteraan dan kejayaan yang dijanjikan para ekonom tersebut.
Bahkan, pasca krisis ekonomi 1998, dimana bangsa ini sangat getol menerapkan ekonomi pasar, kondisi perekonomian justru makin memburuk. Pelan tapi pasti, satu persatu sumber daya alam dan aset yang dimiliki rakyat Indonesia yang dianugrahkan Tuhan Yang Maha Esa, jatuh ketangan asing. Ekonom-ekonom neoliberal menganggap hal ini sebagai proses biasa sebagai bagian dari globalisasi dan liberalisasi ekonomin.

Kenapa pertanyaan yang sama tidak mereka ajukan kepada Amerika Serikat (AS) yang menjadi panutan dan suri teladan ekonom kapitalis. Kita bisa membayangkan betapa besar kemarahan rakyat AS jika perusahaan-perusahaan keuangan, seperti citigroup, JP Morgans, dan lain-lain, karena nyaris bangkrut di beli oleh China. Analogi yang sama juga terjadi di Indonesia, dimana pemerintah menjual murah aset bank-bank pascakrisis.

Pertarungan kedaulatan

Ekonom Tim Indonesia bangkit Iman Sugema menyatakan, pada kenyataannya ekonomi pasar yang diterapkan di Indonesia justru menghasilkan 5K, yakni kesengsaraan, kesenjangan, kemunduran, ketergantungan, dan kerentanan. Siapa pun presiden yang berkuasa bukan merupakan jawaban untuk mengatasi kesemrawutan pengelolaan ekonomi Indonesia.

Akar masalah kegagalan ekonomi bangsa ini adalah bercokolnya para ekonom pasar yang secra ugal-ugalan memfasilitasi para pemodal asing untuk menggeluti bumi Indonesia dan mencabik-cabik harga diri bangsa.

Ekonom Universitas Gadjah Mada Revrisond Baswir menyatakan, apa yang terjadi ini bukan saja pertarungan ideologi pemikiran antara ekonomi neoliberal produk AS melawan ekonomi konstitusi produk para founding father,s tetapi sudah berada  pada pada pertarungan kedaulatan.

Indoensia sama tidak lagi berdaulat mengatur perekonomian nasional. Semua sektor vital sudah dikuasai asing secara merajalela. Sektor energi, perbankan, air, dan telekomunikasi mayoritas telah dikuasai oleh asing. Dan para pembuat kebijakan ekonomi amat puas, jika anak bangsa ini hanya dijadikan kaum pekerja. Padahal, menjadi pekerja dan bukan pemilik merupakan penghinaan besar terhadap harga diri dan potensi bangsa Indonesia.
Ekonom UI M Chatib Basri dalam sidang di Mahkamah Konstitusi ( MK) beberapa waktu lalu menyatakan kepada para ekonom pengkritik pemerintah sebagai ekonom yang berpikiran yang sempit dan pici. “ Kantongi dahulu nasionalismemu” begitu dengan lantang di berucap. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya dosis obat bius yang talah disuntikkan berbagai text book fakultas Ekonomi produk neoliberalisme. Tidak ada tempat lagi bagi nasionalisme dan kedaulatan ekonomi di tengah terang benderangnya arus globalisasi. Begitulah keyakinan para ekonom yang saat ini mengelola perekonomian bangsa.

Salah Kaprah

Ichsanudin Noorsy pengusung ekonomi konstitusi atau ekonomi yang mendasarkan pada warisan para pendiri negara, yakin bahwa ekonomi pasar bebas merupakan jawaban kegagalan pembangunan ekonomi Indonesia. Pemikiran bahwa nasionalisme dan kadaulatan ekonomi sudah usang merupakan penilaian salah kaprah . saat ini krisis ekonomi global telah membuat lembaga-lembaga keuangan di AS dan negara-negara maju lain menjadi oleng, dan pemerintahan di negra-negara tersebut berjuang habis-habisan demi semangat nasionalisme.

Barrack Obama dengan lantang membuat kebijakan-kebijakan ekonomi yang melindungi kepentingan nasional, meski harus menabrak prinsip-prinsip pasar bebas sekalipun. Hal ini terlihat dari slogan-slogan agar membeli produk AS, menyalamatkan sektor-sektor perekonomian strategis dari kebangkrutan, dan kebijakan proteksi lainnya.

Namun di sisi lain, hal itu sama sekali tidak menggugah sedikit pun hati para ekonom yang mengelola perekonomian Indonesia. Mereka tetap dengan gagah berani ingin memperkuat pasar bebas di Indonesia melalui payung IMF dan Bank dunia.

Soekarno, salah satu founding father’s bangsa kita sejak awal telah mewanti-wanti genarasi penerus untuk tidak menjadikan bangsa ini sebagai bangsa kuli, atau membiarkan orang Indonesia menjadi kuli di antara bangsa.

Soekarno paham betul bahwa permasalahan terbesar bangsa ini bukan saja karena penjajahan langsung oleh bangsa lain, namun penjajahan bangsa lain dengan menjadikan elite-elite pribumi terdidik sebagai perpanjangan tangannya di negeri ini. Terbukti sekarang kalau dulu lawan kita hanya penjajah sekarang lawan kita adalah bangsa kita sendiri.

Perkembangan perekonomian suatu negara sangat tergantung dengan sistem perekonomian yang dianut dan sistem birokrasi suatu bangsa tersebut. Dengan kebijakan-kebijakan yang di ambil dalam menanangi perekonomian di negara ini, maka perkembangannya tergantung pada kebijakan pemerintah.

Kesempatan-kesempatan yang diberikan pemerintah kepada para pelaku ekonomi akan membarikan ruang yang sangat besar dalam perkembangan perekonomian itu sendiri. Seringkali yang menjadi masalah adalah sistem birokrasi yang morat-marit dan adanya istilah yang susah jadi di persulit dengan peraturan-peraturan yang memberatkan para pelaku ekonomi. Akibatnya kualitas ekonomi dimasyarakat itu kurang baik dan perkembangannya membuat lamban.

Penulis adalah
Dosen STIE IBMI Medan

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/