30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Transformasi Pendidikan Tinggi

Oleh:
Dian Syahfitri

Perkembangan pendidikan tinggi dewasa ini telah menimbulkan keprihatinan meluas di tengah masyarakat. Terlebih dihadapkan pada krisis multidimensional yang berkepanjangan. Masyarakat pun mengharapkan kepastian bagaimana bangsa ini akan menghadapi kompetisi global. Demikian berbagai indikator sosial dan ekonomi juga telah menunjukkan bahwa posisi bangsa ini makin tertinggal dari bangsa-bangsa lain dalam kompetisi global.
Bagaimana pendidikan tinggi mencari jalan keluar dan bersama-sama masyarakat menggalang upaya untuk menyelesaikan persoalan bangsa ini? Bagaimana pula perguruan tinggi meningkatkan mutu akademiknya di tengah keterbatasan sumber daya dan kurangnya perhatian dan dukungan lingkungan?

Kesemuanya ini menjadi latar belakang perlunya transformasi perguruan tinggi pada era kompetisi global sekarang ini. Pemikiran bagaimana menempatkan pendidikan tinggi sebagai ujung tombak perubahan bangsa sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Berulang kali para pembuat kebijakan pendidikan tinggi dihadapkan pada pilihan-pilihan antara pemerataan pendidikan atau pengembangan pusat keunggulan (centers of excellence). Memasuki milenium ketiga tampaknya pilihan telah ditentukan.

Peranan perguruan tinggi dalam mempersiapkan daya saing bangsa mengarungi era persaingan global sudah sangat urgensi. Pada umumnya pendidikan tinggi di negara ini telah tertinggal, bahkan terasing dari kebutuhan dan realitas sosial, ekonomi, serta budaya masyarakatnya. Perguruan tinggi memerlukan otonomi dan independensi untuk dapat memulihkan perannya itu keluar dari menara gading dan terlibat secara langsung sebagai agent of change dalam perubahan masyarakat.

Memosisikan sebuah perguruan tinggi pada barisan perguruan tinggi- perguruan tinggi terbaik memerlukan perubahan yang fundamental sehingga mampu bersaing. Sebuah perguruan tinggi harus memiliki strategic intent. Untuk mewujudkannya, perlu dilakukan transformasi kelembagaan yang lebih kompleks dari sekadar pengembangan organisasi (organization development). Melakukan perubahan fundamental untuk dapat menghasilkan nilai-nilai akademik, sosial, dan ekonomi merupakan kata kunci dalam transformasi sebuah perguruan tinggi. Upaya transformasi kelembagaan ini diharapkan dapat merevitalisasi peran perguruan tinggi agar mampu berperan secara optimal dalam mewujudkan academic excellence for education, for industrial relevance, for contribution for new knowledge, dan for empowerment.

Keberhasilan transformasi pendidikan tinggi adalah faktor kunci agar perguruan tinggi dapat berkiprah dalam kompetisi global. Restrukturisasi, rekonstruksi, reposisi, dan revitalisasi berbagai fungsi serta komponen organisasi diperlukan dalam proses transformasi ini. Secara garis besar, ada tiga prasyarat keberhasilan transformasi perguruan tinggi.

Pertama, penyelarasan secara bertahap struktur kelembagaan (program dan sumber daya) dengan perilaku civitas akademikanya untuk mencapai kinerja yang ditargetkan. Setiap anggota civitas akademika harus mempunyai komitmen terhadap target mutu, ketepatan waktu, dan efektivitas program. Kedua, orientasi proses akademik pada pelayanan dan kepuasan stakeholders. Ketiga, kemampuan untuk menerapkan management best practice dalam pengelolaan dan pengembangan perguruan tinggi (Triloka, 2010).

Munculnya kesadaran (awareness) bahwa bangsa ini memerlukan perguruan tinggi yang dapat diandalkan dalam kompetisi global merupakan faktor penting dalam memulai suatu perubahan. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan pendidikan memperoleh 20 persen dari APBN merupakan peluang untuk melakukan transformasi pendidikan tinggi di negara ini.

Selain itu, perguruan tinggi perlu mengupayakan peningkatan kemampuan pendanaan dengan bijaksana dan kreatif. Perguruan tinggi harus menghindari opini komersialisasi yang berlebihan, khususnya dalam penerimaan mahasiswa baru. Sedapat mungkin diupayakan, dirancang sistem penerimaan mahasiswa yang memenuhi prinsip keadilan, menjamin akses, dan ketepatan metode (Alwasilah, 2008: 33).

Sebenarnya bukan hanya pengelolaan keuangan, tetapi juga transformasi para dosen ke arah yang lebih baik sejalan dengan berubahnya status tujuh perguruan tinggi (Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pajajaran Bandung (IPB), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan Universitas Airlangga) menjadi perguruan tinggi yang berbadan hukum milik negara atau BHMN, maka mereka harus meninggalkan tradisi lama karena dosenlah yang paling kritis perannya.(*)

Penulis adalah Duta Bahasa Sumatera Utara tahun 2008,   Mahasiswa Prodi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia

Oleh:
Dian Syahfitri

Perkembangan pendidikan tinggi dewasa ini telah menimbulkan keprihatinan meluas di tengah masyarakat. Terlebih dihadapkan pada krisis multidimensional yang berkepanjangan. Masyarakat pun mengharapkan kepastian bagaimana bangsa ini akan menghadapi kompetisi global. Demikian berbagai indikator sosial dan ekonomi juga telah menunjukkan bahwa posisi bangsa ini makin tertinggal dari bangsa-bangsa lain dalam kompetisi global.
Bagaimana pendidikan tinggi mencari jalan keluar dan bersama-sama masyarakat menggalang upaya untuk menyelesaikan persoalan bangsa ini? Bagaimana pula perguruan tinggi meningkatkan mutu akademiknya di tengah keterbatasan sumber daya dan kurangnya perhatian dan dukungan lingkungan?

Kesemuanya ini menjadi latar belakang perlunya transformasi perguruan tinggi pada era kompetisi global sekarang ini. Pemikiran bagaimana menempatkan pendidikan tinggi sebagai ujung tombak perubahan bangsa sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Berulang kali para pembuat kebijakan pendidikan tinggi dihadapkan pada pilihan-pilihan antara pemerataan pendidikan atau pengembangan pusat keunggulan (centers of excellence). Memasuki milenium ketiga tampaknya pilihan telah ditentukan.

Peranan perguruan tinggi dalam mempersiapkan daya saing bangsa mengarungi era persaingan global sudah sangat urgensi. Pada umumnya pendidikan tinggi di negara ini telah tertinggal, bahkan terasing dari kebutuhan dan realitas sosial, ekonomi, serta budaya masyarakatnya. Perguruan tinggi memerlukan otonomi dan independensi untuk dapat memulihkan perannya itu keluar dari menara gading dan terlibat secara langsung sebagai agent of change dalam perubahan masyarakat.

Memosisikan sebuah perguruan tinggi pada barisan perguruan tinggi- perguruan tinggi terbaik memerlukan perubahan yang fundamental sehingga mampu bersaing. Sebuah perguruan tinggi harus memiliki strategic intent. Untuk mewujudkannya, perlu dilakukan transformasi kelembagaan yang lebih kompleks dari sekadar pengembangan organisasi (organization development). Melakukan perubahan fundamental untuk dapat menghasilkan nilai-nilai akademik, sosial, dan ekonomi merupakan kata kunci dalam transformasi sebuah perguruan tinggi. Upaya transformasi kelembagaan ini diharapkan dapat merevitalisasi peran perguruan tinggi agar mampu berperan secara optimal dalam mewujudkan academic excellence for education, for industrial relevance, for contribution for new knowledge, dan for empowerment.

Keberhasilan transformasi pendidikan tinggi adalah faktor kunci agar perguruan tinggi dapat berkiprah dalam kompetisi global. Restrukturisasi, rekonstruksi, reposisi, dan revitalisasi berbagai fungsi serta komponen organisasi diperlukan dalam proses transformasi ini. Secara garis besar, ada tiga prasyarat keberhasilan transformasi perguruan tinggi.

Pertama, penyelarasan secara bertahap struktur kelembagaan (program dan sumber daya) dengan perilaku civitas akademikanya untuk mencapai kinerja yang ditargetkan. Setiap anggota civitas akademika harus mempunyai komitmen terhadap target mutu, ketepatan waktu, dan efektivitas program. Kedua, orientasi proses akademik pada pelayanan dan kepuasan stakeholders. Ketiga, kemampuan untuk menerapkan management best practice dalam pengelolaan dan pengembangan perguruan tinggi (Triloka, 2010).

Munculnya kesadaran (awareness) bahwa bangsa ini memerlukan perguruan tinggi yang dapat diandalkan dalam kompetisi global merupakan faktor penting dalam memulai suatu perubahan. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan pendidikan memperoleh 20 persen dari APBN merupakan peluang untuk melakukan transformasi pendidikan tinggi di negara ini.

Selain itu, perguruan tinggi perlu mengupayakan peningkatan kemampuan pendanaan dengan bijaksana dan kreatif. Perguruan tinggi harus menghindari opini komersialisasi yang berlebihan, khususnya dalam penerimaan mahasiswa baru. Sedapat mungkin diupayakan, dirancang sistem penerimaan mahasiswa yang memenuhi prinsip keadilan, menjamin akses, dan ketepatan metode (Alwasilah, 2008: 33).

Sebenarnya bukan hanya pengelolaan keuangan, tetapi juga transformasi para dosen ke arah yang lebih baik sejalan dengan berubahnya status tujuh perguruan tinggi (Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pajajaran Bandung (IPB), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan Universitas Airlangga) menjadi perguruan tinggi yang berbadan hukum milik negara atau BHMN, maka mereka harus meninggalkan tradisi lama karena dosenlah yang paling kritis perannya.(*)

Penulis adalah Duta Bahasa Sumatera Utara tahun 2008,   Mahasiswa Prodi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/