MARKETING SERIES (44)
Twitter adalah platform 140 karakter yang mengubah dunia. Banyak diktator yang jatuh karena Twitter. Banyak breaking news lebih dulu masuk Twitter sebelum masuk CNN. Banyak anak muda Indonesia yang menggunakan Twitter untuk mempromosikan Indonesia.
Tapi, kenapa Twitter bisa begitu hebat? Ya, sekali lagi karena di situ orang bisa membangun komunitasnya sendiri. Ide platform seperti itu bukan barang baru. Facebook dan Google sudah sangat besar, tapi Twitter unik dan sederhana. Saya malas Facebook-an karena sudah terlalu banyak teman yang akhirnya jadi beban. Semua pesan yang masuk harus dijawab. Kalau tidak, mereka akan kecewa. Kalau dijawab orang lain, biasanya jadi kurang otentik.
Politikus juga harus aktif di Twitter karena ingin memelihara hubungan dengan konstituennya. Begitu juga brand yang ingin besar. Dengan jadi follower para selebriti seperti Paris Hilton, Lady Gaga, bahkan Obama, saya jadi senang mengetahui apa yang mereka broadcast.
Misalnya, saya tahu bahwa Paris Hilton sedang ada di Bali dari Twitter. Lady Gaga tidak jadi ke Jakarta, tapi nulis kata-kata simpatiknya kepada fansnya di sini, di Twitter. Kita juga bisa mempelajari political marketing tim sukses Obama di Twitter. Bahkan, belakangan, saya selalu mencari berita terakhir dari Twitter. Apalagi, sudah ada tanda hashtag # sehingga bisa dicari dengan cepat.
Di Twitter, kita juga dapat opini yang balance dari berbagai orang. Saya mulai mengalami experience lain ketika saya mulai men-tweet berbagai marketing credo yang ternyata di-retweet oleh banyak orang.
Kredo pertama dari Marketing 3.0 love your customers, respect your competitors ternyata dapat sambutan luar biasa. Hanya karena satu tweet itu, saya bukan hanya dapat retweet, tapi banyak sekali follower baru. Artinya? Ternyata, di dunia yang penuh dengan perang, terorisme, dan polusi ini, orang justru haus akan love dan respect. Itulah kekuatannya karena bisa masuk ke hati nurani.
Experience tidak akan mudah dilupakan. Beda dengan enjoyment yang lebih bersifat sesaat. Selain itu, experience menimbulkan kesan lebih mendalam ketimbang sekadar enjoyment. Experience biasanya juga lebih sering dibagikan kepada orang lain ketimbang enjoyment.
Belakangan, saya semakin engage dengan Twitter karena setiap bulan dapat info tentang rank saya di Indonesia. Juga berapa follower baru masuk. Hebatnya, juga dikasih nama-nama siapa saja yang peringkatnya di dekat saya.
Serial tulisan tentang marketing hingga seri yang ke-100 hari nanti selalu saya infokan lewat Twitter berikut link-nya. Selain itu, serial ini akan dibuat podcast-nya dan link-nya juga dimuat di Twitter.
Kalau enjoyment dan experience baru untuk diri sendiri juga di-share kepada orang lain, engagement-nya adalah sebuah commitment.
Enjoy-experience-engage adalah tiga tahap yang Anda harus lakukan di komunitas yang Anda bangun supaya mendapatkan komitmen para anggota.
Bagaimana pendapat Anda? (*)