Hari Selasa baru lalu, ratusan ponsel berbagai merek kiriman pebisnis dari Jakarta tujuan Medan via pesawat Batavia Air, diketahui hilang dari Unit Bisnis Gudang dan Kargo (UBGK) Bandara Polonia Medan. Kasusnya dilaporkan ke polisi. Pelaku belum tertangkap.
Kasus barang penumpang dan atau barang kargo hilang di Bandara Polonia, bukan cerita baru. Kasus serupa sebelumnya kerap terjadi dan terus berulang. Kegiatan ini diduga melibatkan sejumlah oknum yang bekerja di lingkungan bandara. Mereka bekerja secara berkelompok, rapi, dan sistematis.
Menurut seorang oknum ‘pemain’ di lingkungan bandara Polonia, selama ini ada beberapa kelompok yang menguasai ‘lapak’ berbeda . Setiap ‘lapak’ dikoordinir oleh oknum tertentu, beranggotakan mulai dari petugas X-ray (yang bertugas menginformasikan adanya barang berharga di kargo tertentu), pengangkut barang, dan sebagainya. Incaran mereka: laptop, handphone, emas (perhiasan, Red), bahkan uang.
Aksi dilakukan secara cepat dan profesional. Setelah kargo/bagasi dibongkar, barang hasil curian diamankan di tempat tertentu. Setelah terjadi pertukaran shift, barang dibawa keluar. Meski terorganisir rapi, mereka tidak setiap hari beroperasi. Tujuannya, agar kasusnya tidak mencurigakan.
Kasus kehilangan barang di bandara, sering tidak sampai ke tangan polisi. Apalagi para pemilik/penerima barang umumnya baru mengecek barang, setelah tiba di rumah/tempat tujuan. Dan si pemilik/penerima tidak mengetahui pasti di mana barang miliknya itu hilang. Bahkan untuk kasus kehilangan barang di bagasi misalnya, si pemilik sering baru sadar setelah dirinya tiba di negaranya, atau kota tujuannya. Ingin menuduh siapa, dia tidak tahu. Akhirnya, hanya bisa pasrah.
Adanya ‘kelompok maling’ di bandara sebenarnya rahasia umum. Artinya, publik sudah banyak yang tahu. Kalau publik saja menciumnya, pihak bandara pasti lebih tahu apa yang terjadi di depan hidungnya. Tapi kenapa kasus serupa terus saja terjadi?
Kuat dugaan, pihak bandara memang sengaja menutup mata karena yang bermain adalah teman-teman mereka juga. Dugaan lebih jeleknya lagi, mereka sengaja diam karena kerap dapat ‘bagian’.
Memang, selama ini para pengirim barang dan atau pemilik bagasi kerap diingatkan untuk meningkatkan lapis pengamanan terhadap barangnya. Untuk bagasi misalnya, selain digembok, juga dililit dengan tali atau dibungkus dengan plastik. Untuk kargo, dikirim dalam peti tertutup kuat.
Tapi sekalipun penumpang sudah melakukan pengamanan yang diperlukan, tak eloklah jika pihak bandara menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab mengamankan bagasi/kargo hanya kepada penumpang/pengirim saja. Sepatutnya, pihak bandara juga melakukan bagiannya menciptakan sistem pengiriman bagasi/kargo yang seaman-amannya. Semua itu demi menciptakan kenyamanan para penumpang/pengirim barang menggunakan pelayanan bandara. Konsumen aman, citra bandara pun otomatis naik di mata publik. Dan boleh jadi, kelasnya pun tak kalah dari bandara-bandara nomor satu di dunia.
Diperlukan seorang pimpinan bandara yang tegas, cerdas, dan berani. Cerdas melakukan pengamanan, dan berani memberantas ‘oknum maling’ di lingkungannya.
Saat ini, Menteri BUMN dipimpin Dahlan Iskan yang dikenal cukup berani menata perusahaan-perusahaan di jajarannya. Kita berharap, pihak AP II Bandara Polonia mampu menangani kasus pencurian barang di wilayahnya, sekaligus menciptakan sistem pengamanan yang lebih baik, tanpa harus menunggu seorang Dahlan Iskan turun tangan. (*)