25 C
Medan
Saturday, December 20, 2025
Home Blog Page 14628

Bocornya Dana Reses Tanggung Jawab Sekwan

Penggunaan Anggaran DPRD Provinsi Sumut TA 2010

Perbaiki Kinerja Keuangan, Gatot Terapkan Value for Money

JAKARTA- Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang terkait belanja penunjang kegiatan reses DPRD Provinsi Sumut TA 2010, merupakan tanggung jawab sekretaris dewan (sekwan) DPRD Sumut. Pasalnya, sekwan merupakan pejabat pengguna anggaran yang digunakan untuk kegiatan reses dewan.

“Pertanggungjawaban administrasi terhadap pos belanja jenis barang dan jasa melekat kepada pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran. Sedang pertanggungjawaban dalam bentuk perjalanan dinas melekat kepada orang yang melakukan perjalanan dinas. Reses itu perjalanan dinas,” ujar Kapuspen Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, yang juga pakar pengeloalaan keuangan, kepada koran ini di kantornya, kemarin (6/10).

Dijelaskan Donny- panggilan akrab jubir kemendagri itu- aturan mengenai reses dewan sudah jelas diatur di PP Nomor 24 Tahun 2004 tentang susunan kedudukan dan protokoler pimpinan dan anggota DPRD, yang terakhir diubah menjadi PP Nomor 21 Tahun 2007 dan dijabarkan dalam Permendagri Nomor 21 Tahun 2007.

Dalam ketentuan itu diatur bahwa anggaran reses harus diwujudkan dalam bentuk belanja program dan kegiatan di daerah pemilihan (dapem) asal dan diberikan tiga kali dalam setahun.  Penggunaannya pun tak bisa sembarangan.
Misal terkait kebutuhan sewa tempat atau gedung, kata Donny, harus dipertanggungjawabkan pengguna anggaran, dalam hal ini sekwan, yang dibuktikan dengan adanya kontraktual pengguna anggaran dengan pihak ketiga. “Termasuk sound system misalnya,” imbuhnya.

“Intinya, reses itu harus diartikan, terbagi habis dalam jenis belanja, yakni bisa saja dalam bentuk perjalanan dinas atau biaya-biaya yang sifatnya kontraktual. Kontraktual harus dibuktikan dengan kuitansi yang dipertanggungjawabkan oleh pengguna anggaran.

Seperti diberitakan, hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap belanja daerah tahun anggaran 2009 dan 2010, ditemukan ketidakjelasan penggunaan dana yang nilainya mencapai miliaran rupiah.

Di dokumen hasil pemeriksaan terlihat bahwa temuan penyimpangan terbesar menyangkut pertanggungjawaban belanja penunjang kegiatan reses DPRD Provinsi Sumut TA 2010, yakni  diragukan kebenarannya sebesar Rp4.297.364.500,00 dan berindikasi merugikan keuangan daerah minimal Rp913, 36 juta.

Terkait banyaknya terjadi kebobolan di anggaran Sumut tahun 2010 lalu, Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho hanya menjawab, akan melakukan koreksi untuk ke depannya.

“Itu koreksi bagi kita. Ya akan kita tindak lanjuti. Itu sampai semester pertama 2011 kan,” katanya usai Rapat Paripurna DPRD Sumut Laporan Keterangan Pertanggungjawab (LKPj) Gubernur, di gedung dewan, kemarin.
Tindak lanjut seperti apa? Mengenai hal itu, Gatot mengaku, masih akan meminta laporan BPK tersebut secara tertulis untuk kemudian ditelaah.

“Kemudian kita mau lihat laporan tertulis dulu, baru kemudian akan jadi kajian dari Biro Keuangan dengan Sekda bersama-sama dengan saya, untuk melakukan kajian,” jawabnya lagi.

Saat pembacaan nota jawaban atas pandangan fraksi DPRD Sumutterhadap LKPj, Gatot berjanji memperbaiki pengelolaan leuangan di Pemprovsu. Caranya, menerapkan paradigma pengelolaan keuangan daerah dengan basis kinerja bersistem value for money. Sistem tersebut menerapkan prinsip ekonomis, efisiensi, dan efektif sehingga daya serap APBD bisa lebih baik dan dilaksanakan sesuai ketentuan.

Hal itu mengacu jawaban Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Gatot Pujo Nugroho, dalam nota jawaban atas pandangan fraksi DPRD Sumut, khususnya Fraksi Golkar, terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawab (LKPj) Gubernur di DPRD Sumut, Kamis (6/10).

Pertanyaan Fraksi Partai Golkar yaitu tentang tidak tercapainya target retribusi daerah yang tidak sesuai dengan UU tentang Pajak Daerah.

“Kondisi itu disebabkan tarif yang diatur dalam perda tidak sesuai lagi dengan kondisi perekonomian saat ini. Karena itu, pada tahun anggaran 2012, diharapkan penetapan tarif retribusi daerah sudah dapat disesuaikan dengan UU tentang Pajak daerah,” jawabnya.

Terkait pendapat Fraksi Partai Demokrat yang tentang perlunya kajian mendasar untuk merestrukturisasi APBD, Gatot menyatakan kesepakatannya.

Menyangkut Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa), Gatot menyatakan, keberadaan atau munculnya persoalan itu tergantung dari situasi dan kondisi. Artinya, hal itu akan diupayakan terus agar APBD yang ditetapkan tepat waktu dapat dimanfaatkan tepat sasaran.

Gatot juga menerangkan mengenai ketersediaan pupuk untuk petani. Untuk hal itu, Gatot menyatakan, kebutuhan dalam bercocok tanam itu telah tersedia baik di tingkat distributor, mau pun kios pengecer.

Namun Gatot juga tidak memungkiri, masih ditemukan penyaluran pupuk bersubsidi yang tidak tepat waktu disebabkan keterlambatan dalam pengiriman.

Untuk solusi, Pemprovsu meminta kepada produsen untuk menyiapkan stok pupuk bersubsisi di tingkat penyalur untuk kebutuhan dua minggu ke depan. Demikian juga dengan raopat koordinasi secara rutin dengan pemda, khususnya dinas pertanian setempat untuk mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi.

Dewan Salahkan Staf

Sementara itu, anggota DPRD Sumut M Nasir yang dimintai keterangannya mengenai temuan BPK tersebut, melihat beberapa item pada prinsipnya adalah hal yang tidak masuk dalam pencatatan sarana dan prasarana yang dibutuhkan saat pelaksanaan reses.

“Ada hal-hal yang tidak masuk dalam nomenklatur yang ada. Kalau di DPRD Medan, nomenklaturnya banyak. Kalau di DPRD Sumut sedikit, akhirnya banyak yang tidak masuk. Misalnya, mengenai tratak, kursi yang dibutuhkan saat reses dengan konstituen dan sebagainya. Dan ini tidak dilakukan staf di DPRD Sumut. Akhirnya, hal itu dianggap oleh BPK menjadi hal yang tidak dibenarkan dan semacamnya,” terangnya.

Bagaimana dengan yang dikatakan fiktif oleh BPK? Mengenai hal itu, M Nasir mencontohkan, ada sebuah reses yang dilakukan anggota dewan di daerah. Kemudian, membutuhkan konsumsi. Untuk kebutuhan konsumsi itu, tidak diberikan kepada masyarakat untuk mengola kebutuhan konsumsi itu melainkan mencari alternatif lain yakni, makan di sebuah rumah makan. Namun, pada kenyataannya rumah makan yang dilaporkan oleh staf DPRD Sumut itu kemudian ketika ditanya oleh pihak BPK, ternyata bukan rumah makan yang menjadi tempat makan bagi anggota dewan yang reses ke masyarakat tersebut, melainkan rumah makan lainnya.

“Ini kesalahan staf DPRD Sumut. Karena tidak secara jelas mengemukakan itu. Dalam hal ini, tim Pansus Akuntabilitas sudah mengklarifikasi itu ke BPK. Tapi, BPK tetap bersikukuh dengan keputusan itu,” bebernya lagi.
Kembali ke persoalan uang tratak, kursi atau perlengkapan reses lainnya. Jika memang tidak masuk dalam nomenklatur, apakah itu tetap dibayar dan dari mana sumber dananya?

“Tetap dibayar, dan dari anggaran reses itu,” jawabnya. Dan pembayarannya bersumber dari uang atau anggaran reses anggota DPRD Sumut.

Apakah semua anggota dewan mengikuti reses?. Menurut Politisi Fraksi PKS DPRD Sumut ini, reses merupakan sebuah bentuk kewajiban anggota dewan untuk menyerap aspirasi kosntituen untuk dituangkan atau diperjuangkan dalam anggaran ke depan. Namun, sambung, tidak semua anggota dewan mengikuti reses itu.

“Tidak semua anggota dewan. Ada juga yang tidak. Itu tergantung dari anggota dewannya,” tuturnya.
Bagaimana dengan persoalan kunjungan kerja anggota Komisi B DPRD Sumut ke Cina beberapa waktu lalu yang menggunakan anggaran cukup besar, apakah benar sebuah reses untuk perbandingan dengan menimba ilmu yang nantinya bisa direfleksikan untuk pembangunan dan kenajuan Sumut? Dan apakah itu bukan pemborosan serta apa tidak ada satu daerah pun di Indonesia, yang bisa dijadikan acuan untuk perbaikan di Sumut?

“Itu bentuk studi banding, dan telah disepakati ke Cina. Dalam hal ini untuk memberi in put dalam dunia pertanian. Karena kunjungan beberapa waktu lalu, juga diikuti pihak dari Dinas Pertanian Sumut,” jelasnya.(sam/ari)

Lawan Gatot secara Terbuka

Saran untuk Pejabat Korban Mutasi Massal di Pemprov

JAKARTA-Hingga kemarin (6/10) belum ada kebijakan yang tegas dari Mendagri Gamawan Fauzi terkait kebijakan Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho melakukan mutasi besar-besaran di jajaran Pemprov Sumut. Malahan, Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni sebagai pejabat yang mengurusi masalah Sumut ini, hingga kemarin belum ngantor karena cuti.

Terkait dengan sikap Gamawan Fauzi dan Gatot tersebut, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sigit Pamungkas, menyarankan agar para pejabat yang dimutasi melakukan perlawanan secara terbuka terjadap kebijakan Gatot itu. Bila perlu, aksi terbuka juga dilakukan seluruh PNS di jajaran Pemprov Sumut.

Berdasarkan pengalaman kasus di Kabupaten Temanggung pada 2005, para PNS yang menggelar aksi mogok kerja, berhasil melakukan perlawanan terhadap Bupati Temanggung saat itu, Totok Ary Prabowo yang dinilai sewenang-wenang dan berbuntut langkah dewan yang menggunakan hak angket dan interpelasi.

“Kasus Temanggung adalah sebuah preseden, jika birokrasi kompak maka bisa mengalahkan kekuatan politik yang sewenang-wenang. Jika birokrasi lemah, maka gampang dipecah-pecah oleh politisasi birokrasi,” kata Sigit Pamungkas, yang juga dosen pascasarjana Ilmu Politik UGM itu, kepada Sumut Pos, kemarin.

Dia menilai, mutasi ‘ngawur’ yang dilakukan Gatot, jika dibiarkan terus, maka akan merusak kinerja birokrasi. Jika unsur politisasi dan pengkubuan terus dipelihara, maka para birokrat mau tak mau akan ikut-ikutan masuk ke pusaran politik. “Dampaknya, birokrat yang merasa tak punya cantelan politik, kerjanya malas-malasan karena merasa percuma saja kerja serius karena toh bakal terpental,” ucapnya.

Sigit menjelaskan, jika para PNS di Pemprov Sumut melakukan aksi unjuk rasa dan mogok kerja seperti di Temanggung, masyarakat harus memahami bahwa itu bukan berarti mogok memberikan pelayanan. “Tapi semata memberikan perlawanan kepada kesewenang-wenangan politisasi,” cetusnya.

Menurut Sigit, posisi mendagri memang tak mudah menghadapi masalah ini. Alasannya, tidak ada regulasi yang tegas yang mengatur mendagri bisa menganulir mutasi. Karenanya, agar kasus mutasi ngawur tidak terulang di kemudian hari, Sigit menyarankan agar revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 memasukkan aturan yang tegas, dengan memberikan kewenangan kepada pejabat di atasnya untuk bisa mensupervisi kebijakan-kebijakan yang diambil pejabat di bawahnya.

“Jangan diserahkan kewenangan itu sepenuhnya ke kepala daerah,” kata Sigit.  Alternatif lain, di UU Nomor 32 Tahun 2004 diatur mekanisme anyar mengenai sistem jenjang karir. Misalnya, penempatan jabatan harus melibatkan lembaga independen, misal perguruan tinggi, lewat mekanisme fit and proper test. “User-nya harus menerima hasilnya. Ini untuk mencegah politisasi birokrasi,” saran Sigit.

Sebelumnya, akhir bulan lalu, Gamawan menekankan, pihaknya berharap agar Gatot sendiri yang mengambil inisiatif melakukan evaluasi terhadap kebijakan mutasi yang telah diambilnya itu. Maksudnya, kemendagri tidak sampai harus melakukan tindakan paksaan. “Saya harapkan ada evaluasi sendiri dari Pak Gatot,” kata mantan gubernur Sumbar itu.
Jadi, tidak perlu sampai dipaksa seperti kasus mutasi yang dilakukan Pj Wali Kota Pekanbaru Syamsurizal? “Iya, Pak Gatot saya harapkan mengevaluasi. Kan saya sudah memberikan teguran,” ujar Gamawan. Dia mengatakan, langkah mutasi yang dilakukan Gatot salah.

Sementara, informasi yang didapat Sumut Pos, laporan Gatot terkait kebijakan mutasi itu sudah diterima Gamawan. Hanya saja, menurut sumber itu, laporan yang dibuat Gatot belum seperti yang diharapkan pihak kemendagri. (sam)

TKI di Malaysia Tewas Tertimpa Balok

KUALA LUMPUR- Seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia tewas setelah mengalami kecelakaan kerja di Pending, Kuching. Pemuda berumur 20 tahun itu tewas akibat tertimpa balok besar.

Saat kejadian, WNI bernama Ridwan Subasri tersebut tengah bekerja di pabrik kayu lapis. Tiba-tiba saja sebuah balok kayu besar jatuh menimpa tubuhnya. Demikian seperti diberitakan harian Malaysia, The Star, Kamis (6/10).
Pria malang itu mengalami cedera pada dada dan kepala akibat insiden itu. Dia pun segera dilarikan ke Rumah Sakit Umum Sarawak pada Rabu (5/10) sekitar pukul 16.30 waktu setempat.

Namun kondisi Ridwan memburuk ketika dokter mendapati adanya darah yang keluar dari telinga pria muda itu. Dia segera dimasukkan ke ruang ICU dan meninggal tak lama kemudian. TKI itu menghembuskan nafas terakhir di hari yang sama sekitar pukul 18.30 waktu setempat. (net/jpnn)

Habis Rp1 Juta, Manfaatkan Burung Panik dalam Sangkar

Tiga Bocah Papua Pencipta Sistem Robot Pendeteksi Bencana Tsunami

Tiga bocah asal Papua ini, Albertina Boanal, Yohana Helena Oprawiri, dan Demira Yikwa, masih duduk di bangku SD. Tapi, karya mereka tak bisa dianggap remeh. Sebuah sistem robot yang bisa mendeteksi dini bencana tsunami berhasil mereka ciptakan.

M HILMI SETIAWAN, Jakarta

Perhelatan Indonesian Information and Communication Technology Award (INAICTA) 2011 dipusatkan di Jakarta Convention Center (JCC) yang berlangsung pekan ini cukup meriah. Ratusan anak berbakat saling unjuk gigi memamerkan temuan-temuan mereka yang berkaitan dengan ICT (information and communication technology).
INAICTA 2011 kali ini menghadirkan beragam kategori lomba. Di antaranya, untuk kelompok profesional dilombakan kategori seperti e-Business Manufacturing Logistics and Supply Chain, Industrial Application, serta e-Learning dan e-Education.

Untuk tingkat pelajar dilombakan kategori temuan aplikasi dan robot, mulai tingkat SD hingga perguruan tinggi. Di antara sekian kategori perlombaan, yang terlihat cukup menyedot perhatian pengunjung adalah lomba Applicative Robot Exhibition dengan tema Robot for Helping People from Natural Disaster. Merujuk temanya, dalam ajang itu diperagakan temuan-temuan robotik pelajar untuk membantu manusia menghadapi bencana.

Khusus kelompok tersebut diikuti belasan peserta, mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi. Aneka temuan dijejer rapi. Ada satu stan pameran yang mengundang animo pengunjung. Stan itu memampang robot deteksi dini (early warning) gelombang tsunami. Robot tersebut adalah karya tiga bocah asal Papua tadi: Albertina Boanal, Yohana Helena Oprawiri, dan Demira Yikwa.

Ketiganya saat ini tercatat sebagai murid yang mengikuti program beasiswa pendidikan di Surya Institute yang didirikan Prof Yohanes Surya. Mereka hijrah dari bumi Papua menuju Jakarta sekitar dua tahun lalu.
Saat ini Yohana duduk di bangku kelas VI SD, sedangkan Tina (panggilan Albertina) kelas IV dan Demira kelas V. “Biaya sekolah kami ditanggung hingga perguruan tinggi,” kata Yohana, siswi kelahiran Timika, Papua, 4 Februari 1998, itu. Dia menjelaskan, beasiswa itu adalah hasil dari prestasi mereka selama belajar di Papua.

Perjalanan tiga bocah tersebut hingga akhirnya berhasil menemukan robot pendeteksi dini tsunami dimulai sekitar dua bulan lalu. Tepatnya ketika mendengar ada kontes ICT tingkat nasional. Saat itu mereka sempat cemas karena tema yang ditentukan cukup sulit. Yaitu, membuat robot yang berfungsi membantu manusia untuk menghindari bencana alam.

Setelah berembuk dengan beberapa guru pengasuh dan membolak-balik kliping koran di sekolah mereka, akhirnya diputuskan untuk membuat alat deteksi dini bencana tsunami. Itu adalah bencana yang sangat menakutkan di negeri ini. Demira menyebutkan, contoh tsunami yang cukup parah di negeri ini terjadi di Aceh pada 2004 yang memakan korban lebih dari 166 ribu jiwa. Selain itu, disusul kasus bencana tsunami yang juga memakan korban tak sedikit.
Demira yang lahir di Kabupaten Tolikara, Papua, 8 Maret 2000, itu menuturkan, setelah menemukan fokus bencana yang akan mereka tangani, pekerjaan selanjutnya ialah menciptakan robot yang mampu mendeteksi dini ancaman gelombang atau bencana tsunami.

Sebagai anak yang tinggal di pedalaman Tolikara, Demira menuturkan, alam sebetulnya sudah menjadi alat early warning untuk beragam bencana. “Di tempat kami, hewan-hewan pasti ribut setiap akan ada bencana,” tandasnya. Mulai burung, monyet, kanguru, hingga binatang buas selalu terlihat gusar dan berlarian ketika akan ada bencana alam.
Kondisi alam semacam ini juga tampak ketika bakal terjadi bencana letusan gunung berapi. Aneka binatang turun gunung beberapa saat sebelum bencana datang. “Hewan itu seperti memiliki insting yang kuat dalam membaca gejala alam. Manusia kalah untuk urusan ini,” tandasnya.

Gejala alam yang tampak sebelum terjadi bencana itu ditangkap Tina, Yohana, dan Demira. Mereka bertiga lantas membuat robot pendeteksi dini dengan menerapkan gejala alam tersebut. Dalam hal itu, mereka menggunakan bantuan seekor burung. “Awalnya kami ingin menggunakan kera. Tapi, sulit cari kandangnya,” celetuk Tina yang lahir di Timika pada 28 Januari 1998 itu.

Sebagai percobaan, mereka menggunakan burung berkicau jenis kutilang (pycnonotus aurigaster) yang dimasukkan di dalam sangkar ukuran sedang. Nah, konsep sederhana dari robot karya tiga anak ini adalah bencana tsunami mengancam, burung panik, kemudian ribut. Burung yang panik itu lantas memencet sakelar berkali-kali. Sakelar itu sendiri dipasang di empat sisi sangkar. Setiap sakelar itu terpencet, akan mengeluarkan sinyal yang ditampung dalam sebuah motor.

Demira menjelaskan, motor tidak akan bergerak jika sakelar hanya tertekan kurang dari sepuluh. “Motor baru bisa berputar setelah sakeral terpencet belasan kali,” tandasnya.

Nah, poros motor yang berputar itu kemudian dipasangi keping VCD. Kemudian, keping VCD dihubungkan dengan seutas tali ke sebuah lonceng kecil. Setiap motor berputar, tuas lonceng tertarik, dan mengeluarkan bunyi teng, teng, teng, teng?.

Demira menjelaskan, sejatinya motor bisa disetel berputar meskipun sakelar hanya tersentuh sekali. Tapi, jika disetel model seperti itu, akurasi kepanikan burung kurang tepat. “Jika sedikit, kepanikan burung bisa saja bukan karena tsunami,” tandasnya. Namun, ketika intensitas terpencetnya sakelar di-setting belasan kali, bisa diduga kuat burung panik karena ada bencana tsunami. “Supaya lebih efektif, robot ini harus dipasang di pantai,” tandasnya.
Yohana, anggota tim lainnya, menuturkan bahwa untuk menggerakkan sistem robot itu dibutuhkan baterai DC 9 colt. Anak keempat di antara delapan bersaudara itu menjelaskan, pengguna alat tersebut tidak perlu mengkhawatirkan baterai habis pada masa tertentu. Sebab, baterai yang digunakan sejenis baterai HP yang bisa diisi ulang lagi.
Untuk mengisi ulang baterai tersebut, tiga anak itu juga menggunakan tenaga dari alam. Tepatnya, mereka menggunakan tenaga panas matahari untuk mengisi daya baterai. “Kebetulan, jika dipasang di pantai, supply cahanya melimpah,” tandasnya.

Menurut Yohana, ongkos untuk membuat alat itu tidak terlalu besar. Hanya sekitar Rp 1 juta. Itu sudah termasuk untuk membeli burung. Dia mengatakan tidak perlu menggunakan burung berkicau yang mahal. Dengan biaya yang terjangkau itu, dia berharap bisa diaplikasikan pemerintah dan dipasang di sepanjang garis pantai Indonesia. Tujuannya, jika akan terjadi tsunami, masyarakat bisa cepat tahu dan segera menyelamatkan diri.
Selama ini hasil alat peringatan dini buatan pemerintah sering ditayangkan di TV saja. Padahal, kata dia, di pantai-pantai pedalaman Papua banyak masyarakat yang belum memiliki TV. Kalaupun punya, saluran dari Jakarta tidak bisa masuk ke kampung pinggiran pantai. “Target kami lainnya adalah juara dalam kontes robot aplikasi ini,” kata Yohana bersemangat. (c4/kum/jpnn)

Lima Jamaah Koloter 1 Medan Kehilangan Koper

Calhaj Risiko Tinggi Diistimewakan

MADINAH- Hari masih pagi tapi Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Madinah Akhmad Jauhari sudah kedatangan tamu. Mereka adalah perwakilan 5 calon jamaah haji yang kehilangan kopor dalam perjalanan darat dari Jeddah ke Madinah. Para jamaah yang mendapat musibah itu berasal dari kloter 1 Medan.

“Mereka khawatir kopor mereka tidak terangkut. (Mereka khawatir) nanti bawa apa ke Tanah Air,” ujar Akhmad Jauhari usai menerima perwakilan jamaah tersebut, Kamis (6/10).

Setelah mendapat penjelasan, mereka kini telah tenang. “Sebelumnya mereka resah, teman-teman yang lain (nanti) bawa oleh-oleh, saya tidak bawa apa-apa,” kata Akhmad.

Kekhawatiran jamaah itu wajar, karena tidak semua kopor akan diangkut pesawat ke Tanah Air di masa kepulangan nanti. Hanya kopor haji bergambar Garuda Airways yang akan ditimbang dan diangkut ke pesawat. Kopor selain itu akan dicuekin karena dianggap bukan kopor rombongan atau kopor tambahan.

Solusi terhadap masalah itu adalah memberi surat keterangan kehilangan kopor dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) di Jeddah, sehingga kopor baru mereka yang mungkin tidak sama dengan kopor resmi, akan tetap diangkut.
“Kita tetap mencari kopor-kopor tersebut. Kita ajukan kompensasi ke PPIH di Jeddah. Selain itu kita ajukan tuntutan (klaim) ke Naqobah (perusahaan yang mengurusi pengangkutan jamaah di Madinah),” jelas Akhmad.
Jamaah mengaku isi kopor itu adalah perlengkapan sehari-hari, tidak ada uang.

Ada sejumlah kemungkinan mengapa kopor itu hilang. Bisa jadi terjatuh saat perjalanan dengan bus Jeddah-Madinah, atau tidak terangkut di bandara. “Pihak Jeddah masih terus mencari,” ujar Akhmad.

Sementara jamaah calon haji (Calhaj) beresiko tinggi diupayakan mendapat perlakuan istimewa dibanding calhaj yang dalam kondisi kesehatan prima. Demi memudahkan pelayanan, panitia menyematkan gelang identitas bertanda hitam bagi calhaj berisiko tinggi.

Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Sumut mencanangkan hal ini atas imbauan anggota Komisi VIII DPR RI Hazrul Anwar saat melepas jamaah calhaj kloter I Embarkasi Medan di Asrama Haji Medan, baru-baru ini.
Kabag Humas PPIH Sumut Sazli Nasution menjelaskan, dengan tanda tersebut, diharapkan pelayanan calhaj ‘istimewa’ akan lebih mudah. “Jamaah calhaj beresiko tinggi ini dibedakan menjadi dua. Yang pertama, orangtua lanjut usia dan yang kedua, jamaah calhaj berpenyakit, seperti gangguan saluran pernapasan, jantung, diabetes dan penyakit berbahaya lainnya,” paparnya, Kamis (6/10).

Menurutnya, hal ini berbeda dari tahun sebelumnya. “Imbauan dari anggota komisi VIII DPR RI itu memang bagus. Jadi, ada perbedaan pelayanan bagi jamaah yang memiliki resiko tinggi,” kata Sazli lagi.

Lebih lanjut Sazli menuturkan, para dokter sudah disarankan agar memiliki satu catatan khusus untuk mendata para jamaah calhaj resiko tinggi per kloter. “Hal ini untuk memudahkan pihak sektor pengobatan ketika sampai di tanah suci. Dengan begitu, jamaah tersebut bisa mendapatkan penanganan lanjutan seandainya terjadi hal-hal mengkhawatirkan,” jelasnya.

Sazli juga menjelaskan, hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk menurunkan tingkat kematian yang selalu ada tiap tahunnya. “Ini merupakan keberhasilan pelayanan haji secara nasional,” ujarnya.(saz)

Calhaj Keguguran di Madinah

Dari Madinah dikabarkan, seorang jamaah calhaj Indonesia mengalami keguguran dan dirujuk ke RS Bersalin Wiladah. Media Center Haji melansir, dari data Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) di Madinah, jamaah calhaj bernama Nola Ismaya itu tiba di BPHI pukul 09.30 waktu setempat, Rabu (5/10).

Nola mengalami pengeluaran darah dan mules hebat. Karenanya, sekira pukul 10.30 waktu setempat, jamaah kloter I JKS (Jabar) ini dirujuk ke RS Bersalin Wiladah.

Kepala Daerah Kerja Madinah Ahmad Jauhari, belum dapat memastikan adanya jamaah calhaj Indonesia yang mengalami keguguran. Namun ia mengakui ada seorang jamaah calhaj yang dirujuk ke RS Bersalin Wiladah Madinah. “Saya belum tau persis apakah jamaah yang dirujuk ke RS Bersalin Wiladah itu kandungannya keguguran atau sekadar flek. Hal ini saya nyatakan, karena laporannya hanya menyebutkan seorang jamaah dirujuk ke rumah sakit, itu saja,” jelasnya, saat dihubungi dari Jeddah, kemarin.

Jauhari menuturkan, pihaknya akan melakukan pengecekan. Jika benar, sambungnya, diharapkan yang bersangkutan dalam waktu singkat dapat mmengakhiri masa nifasnya sehingga dapat menjalankan ibadah hajinya dengan baik. “Kita harapkan masa nifasnya cepat selasai dan dapat menjalankan ibadah haji di Arafah. Sebab, jika sampai saatnya ke Arafah belum suci, maka ibadahnya dibatalkan,” katanya.

Ia mengimbau, bagi jamaah calhaj yang masih berada di tanah air dan dalam keadaan mengandung, sebaiknya menunda dulu kepergiannya ke tanah suci. Hal ini, menurut Jauhari, lebih baik dari pada menimbnulkan hal yang tak diinginkan. (saz/bbs)

Korban ‘Petrus’ Ternyata Perampok di Rumah Polisi

TEBING TINGGI- Dua korban penembakan misterius (petrus), Rabu (5/10) lalu, ternyata pelaku perampokan. Korbannya, Aipda MY Purba anggota polisi di Polsek Pancur Batu. Herman Basuki (48) Sugiarto (32) dihadiahi timah panas saat tertangkap basah akan merampok di rumah sekaligus toko grosir milik Aipda MY Purba di di Desa Sei Glugur, Pancur Batu, Deli Serdang.

Demikian informasi yang diperoleh dari sumber di Polres Tebing Tinggi, Kamis (6/10).  “Mereka kawanan rampok membongkar rumah sekaligus grosir milik Aipda MY Purba. Sempat terjadi kontak senjata antara polisi dan kawanan rampok, polisi sekaligus pemilik rumah berhasil melukai dua di antara kawanan rampok,” ungkap sumber tersebut.
Menurut sumber tersebut, kawanan rampok beraksi sekitar pukul 02.00 WIB. Setelah tertangkap basah dan terjadi baku tembak, kawanan rampok kabur dengan mobil Kijang Inova.

“Mobil yang digunakan warna hitam BK 1026 CD,” ujar sumber tersebut.

Setelah diselidiki, plat mobil tersebut terdaftar sebagai nomor polisi becak bermotor (betor) atas nama Koperasi Serba Usaha Jaya di Jalan Limau Manis No 6, Tanjung Morawa. Sedangkan Kijang Innova ternyata terdaftar atas nama Sudiro, warga Dusun 6, Bangun Rejo, Tanjung Morawa, Deli Serdang.

Diduga, kawanan rampok tersebut membawa Herman Basuki Sugiarto yang tertembak ke Bidan Anita Situmorang di Jalan Cemara, Kota Tebing Tinggi. Karena bidan tersebut tidak sanggup, keduanya dibawa ke Rumah Sakit Herna Kota Tebing Tinggi.

Keterangan yang berhasil dihimpun dari salah seorang perawat di rumah sakit Herna, kedua pelaku diantar temannya dengan mobil Inova hitam. Setelah Herman Basuki Sugiarto dibawa ke UGD, teman mereka langsung pergi dengan alasan akan mengabari keluarga keduanya.
“Temannya hanya meninggalkan KTP atas nama korban tembak. Langsung pergi dengan alasan mau jemput keluarganya, sementara dua orang luka tembak hanya ditinggalkan begitu saja,” terang perawat yang berkali-kali minta namanya tidak dipublikasikan.
Dugaan motif perampokan akhirnya dibenarkan Kasat Reskrim Polres Tebing Tinggi, AKP Lili Astono. “Murni perampokan di rumah anggota polisi yang bertugas di Polsek Pancur Batu,” ujar AKP Lili saat melihat jenazah Herman Basuki dibawa dari RSUD Dr Kumpulan Pane Tebing Tinggi ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan. “Jenazah kita bawah ke Medan untuk diotopsi,” ungkap Lili singkat.

Mobil Sama

Benarkah Herman Basuki dan Sugiarto anggota kawanan rampok yang beraksi di rumah polisi anggota Polsek Pancur Batu? Kapolsek Pancur Batu Kompol Ruruh Sik, mengaku pihaknya masih melakukan penyelidikan. Ruruh membenarkan Aipda MY Purba adalah anggotanya yang Rabu dinihari kedatangan perampok.

Ruruh mengakui, saat aksi kawanan pencuri tersebut kepergok Aipda MY Purba. Anggotanya tersebut sempat melakukan tiga kali tembakan, satu ke arah atas dan dua tembakan lagi ke arah kawanan pencuri. Namun, kawanan pencuri tersebut berhasil kabur dengan menggunakan mobil Kijang Inova Hitam.

Tetapi Kompol Ruruh tidak dapat memastikan kalau pelaku percobaan pencurian di rumah anggotanya itu adalah kawanan Herman Basuki dan Sugiarto. Namun, Ruruh mengakui ciri-ciri mobil yang digunakan tersangka saat melakukan pencurian di rumah Ipda M Y Purba memiliki kesamaan dengan keterangan seorang perawat dirumah sakit Herna di Kota Tebing Tinggi.

“Kita belum pasti karena proyektilnya belum kita temukan. Soalnya kita juga menerima informasi keduanya terkait keributan di salah satu café di Sei Rampah.
Saat ini, pihaknya masih melakukan pengejaran terhadap pelaku pencurian di rumah Ipda MY Purba. (mag-3)

Tanam Mangrove

Leila Lopes

Hari ketiganya di Indonesia, Miss Universe 2011 Leila Lopes diajak untuk menanam mangrove di ekowisata Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, kemarin (6/10).

Dia ditemani Putri Indonesia Lingkungan 2010 Reisa Kartikasari. Perempuan asal Angola itu terlihat menikmati semua rangkaian acara Save Environment, Save The World tersebut meski awalnya bingung melihat pohon mangroven
Hal itu diceritakan Reisa. “Dia bingung, mangrove itu pohon apa. Katanya baru sekali itu lihat mangrove,” katanya.
Reisa kemudian membantu Lopes. Dia menjelaskan bahwa mangrove biasa ditanam di daerah pesisir Indonesia. Fungsinya, menjaga supaya tidak terjadi abrasi yang bisa mengancam perkampungan pesisir. Mangrove di sepanjang pantai bisa difungsikan sebagai peredam gelombang. Dengan begitu, gelombang laut tidak semakin jauh menerjang daratan.

Setelah mendapat penjelasan dari Reisa, Lopes mulai paham. Lalu dia merasa senang bisa ambil bagian dalam upaya pelestarian lingkungan. “Tentu saja, saya merasa senang. Di sini saya bisa membantu melestarikan dan menjaga lingkungan,” ucapnya.

Lopes kemudian membenarkan apa yang diungkapkan Reisa. Memang, itu kali pertama dia menanam pohon mangrove. “Belum pernah (menanam) sebelumnya. Saya baru tahu di sini,” katanya.

“Saya punya pesan untuk masyarakat dunia. Kita semua harus menjaga lingkungan. Bukan hanya untuk kehidupan yang lebih baik. Tapi juga untuk kelangsungan lingkungan itu sendiri,” imbuhnya. (jan/c13/ayi/jpnn)

BAP Wakil Bupati Batubara Dilimpahkan ke Jaksa

MEDAN- Setelah melengkapi berkas tersangka kasus tindak  pidana penipuan jual beli limbah PT INALUM senilai Rp500 juta, dengan tersangka Wakil Bupati Batu Bara Gong Matua Siregar, Rusli Tanjung dan Bahtiar Deni, Tim Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum, mengirim berkas 2 tersangka atas nama Gong Matua Siregar dan Rusli Tanjung, ke Kejaksaan, Rabu (5/10).

Sementara, berkas Bahtiar Deni, menurut Kabid Humas Poldasu Kombes Pol Raden Heru Prakso, sudah lebih dulu dikirim.

“Dalam kasus ini, petugas menetapkan 4 orang tersangka, Bahktiar Deni, Rusli Tanjung, Karolina Kaban (DPO) serta Wakil Bupati Batubara Gong Matua Siregar,” terang Heru. Heru Menjelaskan, penyidik tinggal menunggu balasan dari pihak Kejaksaan paling tidak 2 minggu.

Setelah berkas dinyatakan P21, penyidik akan melakukan penyerahan tersangka kepada Jaksa.
“Kita tunggu balasan dari jaksa, kalau Jaksa menyatakan berkas P21, lalu kita lanjutkan dengan pengiriman tersangka,” terang Heru.

Dalam pemberitaan sebelumnya, kasus ini berawal dari jual beli limbah PT INALUM senilai Rp500 juta oleh Wakil Bupati Batubara Gong Matua Siregar kepada seorang pengusaha bernama Zakaria. Korban merasa dirugikan secara material oleh Gong Matua Siegar dalam transaksi pembelian limbah dari PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM).
Gong Matua Siregar mengakui, bahwa limbah PT. INALUM tersebut merupakan  jatahnya sebagai pejabat. Terkait kasus penipuan jual beli limbah PT Inalum tersebut, Wakil bupati Batubara Gong Matua Siregar, sebelumnya telah  menjalani pemeriksaan dan secara  resmi telah ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa tim penyidik Subdit II Dit Reskrimum Poldasu.

Karena dalam kasus ini melibatkan pejabat negara, penyidik Subdit II Dit Reskrimum Poldasu  mengajukan atau mengirimkan surat izin penahanan tersangka Wabup Batubara, Gong Matua Siregar ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pengusutan kasus penipuan ini, mendapat restu SBY melalui surat yang tertuang dalam surat bernomor R- 32/Pres/06/2011 ditujukan kepada Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, Jaksa Agung Basrief Arief dan Gubernur Sumatera Utara.
Diterbitkannya surat Presiden SBY ini merujuk pada dua pucuk surat yang dilayangkan Kapolri bernomor R/910 dan R/911 yang masing-masing dibuat pada April 2011.(mag-5)

Pantai Pesanggerahan Bung Karno Kumuh

PARAPAT- Dinas Pariwisata Simalungun diharapkan tidak berpangku tangan. Pasalnya, sejumlah objek wisata yang ada, belum mendapat “belaian” maksimal dari instansi dimaksud.

Pantauan wartawan METRO (group Sumut Pos) di objek wisata Pantai Pesanggerahan Presiden RI pertama Bung Karno di Kelurahan Tigaraja, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, tampak kumuh dan banyak sekat-menyekat oleh warga, berikut loods-loods yang tidak terpelihara.

Pemandangan jelek ini, sangat mengagetkan mata bila memandang lokasi pantai saat berlayar mengarungi Danau Toba Parapat, sekaligus menyisir pantainya. Sekat menyekat di lokasi wisata tersebut, diduga sudah lama terjadi dan bahkan sebahagian diantara warga sudah ada yang mengklaim lokasi lahan kosong disana menjadi milik pribadi dengan mendirikan sejumlah tenda biru dan malah disewakan ke pihak lain.

Kondisi yang amat mengkhawatirkan ini, disampaikan salah seorang warga sekitar J Sirait saat METRO mengitari kawasan tersebut bersama beberapa orang tamu dari Medan, Kamis (6/10).

Sirait juga menambahkan, pemerintah setempat (Kecamatan) diduga memelihara situasional seperti ini agar menjadi lahan empuk untuk melakukan pungutan liar (pungli) melalui kurir yang pakainnya mirip Satpol PP, membuat sebahagian pemilik usaha disana menjadi resah.  “Kalau tidak kami kasi, diancam bongkar pak,” ujar sejumlah pedagang yang berjualan di lokai tersebut.

Kepala Dinas Pariwisata Simalungun Halomoan Purba, ketika dikonfirmasi seputar situasi di kawsan sekitar Pantai Pesanggerahan Bung Karno merencanakan akan melakukan survey dan akan mengecek langsung ke tempat tersebut.
“Dalam waktu dekat, saya akan turun dan akan melakukan penataan, sehingga tepian Danau Toba Parapat dan sekitarnya tetap indah dari dalam dan menawan bila dipandang dari Danau Toba,” Katanya. (jss/smg)

Ngadu ke Polisi, Legislator Terancam PAW

LANGKAT- Satu diantara legislator tergabung di Komisi I (Bid Pemerintahan dan Hukum) terancam kena Pergantian Antar Waktu (PAW), diduga perecallan terkait perseteruan alat kelengkapan legislatif dengan oknum pengusaha diadukan ke polisi atas tuduhan menutup paluh.

Informasi diperoleh, Kamis (6/10) di gedung wakil rakyat, Tarsan Naibaho, anggota Komisi I berasal dari fraksi KPDP, bakalan terkena PAW. Masih dari sumber di DPRD Langkat, pergantian dimaksud bahkan dikuatkan dengan turunnya surat dari Partai Demokrasi Kebangkitan (PDK).

“Lho sudah dapat kabarnya ya, memang betul begitu bahkan surat dari partai, dia (Tarsan) sudah masuk ke DPRD. Persoalannya kurang tahu terkait apa, sehingga lahir kebijakan partainya melakukan PAW,” kata sumber yang meminta namanya tidak dituliskan karena menilai kurang etis.

Sumber yang masih sejawat Tarsan di Komisi I menduga, tidak tertutup kemungkinan jika PAW dilayangkan PDK untuk kadernya tersebut masih terkait dengan permasalahan yang mereka angkat beberapa waktu lalu mengenai penutupan Paluh Babi di Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, sampai ke proses hukum yakni melaporkannya ke polisi.
Saat disinggung apakah PAW yang dikenakan kepada Tarsan, disebabkan adanya permainan jalur atas atau lobi-lobi ke pucuk pimpinan partainya dilakukan oknum pengusaha yang diduga merasa terusik diributkannya penutupan paluh oleh DPRD? Kompatriot Tarsan tadi tidak mau membenarkan sekaligus membatah pertanyaan diberikan.

Selain pemberlakuan PAW kepada Tarsan, berdasarkan informasi beredar di gedung dewan juga bakalan dikenakan kepada salah seorang anggota Komisi I lainnya berinisial AM berasal dari PKPB. “Kalau disebutkan ada juga yang bakalan terkena PAW yakni si AM, kita kurang tahu persis ya. Memang keduanya sama-sama di Komisi I bahkan dari fraksi yang sama pula KPDP, tetapi belum tahu persis kebenarannya kena PAW juga atau tidak. Tetapi kalau saya tidak kena, bahkan dari kepartaian juga tidak ada menyinggung persoalan itu,” tutur legislator dari salah satu partai tua tersebut.

Pria yang sudah dua masa bhakti duduk sebagai legislatif ini pun menegaskan, secara pribadi tidak bersedia bermain-main dengan oknum pengusaha yang sudah menutup paluh dimaksud, walaupun si oknum dimaksud memperagakan hal-hal kurang etis sekalipun.

Soerkani selaku Sekretaris dari Pemuda Muhammadiyah membidangi hutan dan lingkungan sangat menyayangkan, jika kemungkinan-kemungkinan disebutkan tadi benar adanya terjadi.

“Wah kalau sampai begitu kondisinya kita sangat menyayangkan, bagaimana mungkin bangsa ini dapat tertata rapi sebagaimana diharapkan kalau dugaan itu memang terjadi. Perlakuan itu, akan membawa pengaruh kepada perkembangan generasi selanjutnya dan said efeknya sangat tidak baik,” papar Soer.

Soerkani yang juga Koordinator Wilayah Sumut untuk Pusat Advokasi Riset Rakyat Indonesia (PARRA) mengisyaratkan, jika benar adanya perlakuan itu terjadi di tengah-tengah legislatif maka eksekutif dan yudikatif harus sudah memagari diri demi keseimbangan.

Sayangnya, Tarsan Naibaho ketika hendak dikonfirmasi tentang kebenaran persoalan tersebut belum berhasil dimintai keterangannya.

Sekedar mengingatkan, beberapa waktu sebelumnya Komisi I DPRD Langkat melakukan kunjungan resmi ke Paluh Babi Selotong, Kecamatan Secanggang, Langkat, terkait adanya pengaduan warga telah terjadi penutupan paluh (anak sungai) dilakukan oknum pengusaha L alias Akiang. Nah, ketika meninjau lokasi tersebut, mobil rombongan tim Komisi I tidak dapat keluar dari lokasi menyusul dirusaknya jalan atau jalur transportasi ke lokasi, hingga Komisi I membuat pengaduan ke POlres Langkat, terkait persoalan dimaksud.(mag-4)