27 C
Medan
Friday, December 26, 2025
Home Blog Page 15606

Salahkan Wasit

PSM MAkasar vs Medan Chiefs

MAKASSAR – PSM Makassar berhasil bangkit dari ketertinggalan dan akhinya menang atas Medan Chiefs di Stadion Andi Matalatta, Sabtu (12/3). Atas kemenangan 2-1, tim berjuluk ‘Juku Eja’ ini mengantongi tiga angka
Bermain di depan publiknya sendiri, PSM justru tertinggal lebih dulu sedari menit kedua. Gelandang Chiefs, Sahril Ishak, menjebol gawang PSM dengan tendangannya.

PSM baru bisa membalas saat laga babak pertama tinggal tersisa dua menit. Gelandang Srecko Mitrovic men cetak gol penyama setelah terjadi kemelut di mulut gawang Chiefs.

Mitrovic sendiri akhirnya menjadi pahlawan kemenangan PSM berkat gol keduanya di menit 76. Skor 2-1 buat PSM bertahan sampai akhir pertandingan.

Dalam pertandingan itu, wasit Fiator Ambarita mengeluarkan enam kartu kuning, empat untuk tim tamu dan dua buat tuan rumah. Dua kartu kuning diacungkan buat Mitrovic dan pemain Chiefs, Dane Bradd, yang sempat bersitegang di lapangan.

Pelatih Chiefs Jorg Peter menggugat wasit Fiator yang mengesahkan gol pertama Mitrovic yang menurutnya dicetak dalam keadaan off-side.”Wasit tidak patut memimpin pertandingan malam ini, tim PSM sudah bermain dengan bagus, tapi masalah kami berada di wasit,” ketus Peter.

Sementara pelatih PSM Wilhelmus Gerrardus Rijsbergen menyebut kalau mental para pemainnya sempat jatuh akibat gol cepat Chiefs.

Beruntung buat PSM, Mitrovic menyamakan kedudukan di saat tepat dan akhirnya malah memenangkan mereka. “Permainan pemain Medan Chiefs sebenarnya lebih unggul dari kami sejak babak pertama, gol Mitrovich-lah yang membuat para pemain PSM menambah tekanannya,” demikian Rijsbergen. (net/jpnn)

Sabarlah dalam Pencobaan

Sehubungan semakin berat dan susahnya tantangan kehidupan umat kristiani, maka umat kristiani diminta agar selalu setia dan sabar dalam menghadapi semua pencobaan dan masalah kehidupan yang terjadi. Pendapat itu dikemukakan langsung oleh Guru Huria HKBP Pendidikan, Gr J Nadapdap yang bertempat tinggal dirumah dinas HKBP Pendidikan, Jalan AR Hakim Gang Pendidikan saat ditemui wartawan Sumut Pos dikediamannya, Sabtu (19/3) siang. Sebelum memulai perkataannya, Gr J Nadapdap mengemukakan ayat yang sesuai dengan perkataannya yang tertulis di Injil Petrus dan Roma.

“Ayat yang sesuai dengan yang saya kemukakan itu tertulis di Injil Petrus 5 ayat 7 dan Roma 5 ayat 3-4. Itu ayat yang mengatur bahwa umat kristiani harus sabar dalam pencobaan,” kata Gr J Nadapdap.

Dijelaskannya, umat kristiani senantiasa harus sabar dalam semua masalah dan percobaan yang sedang menimpanya saat ini baik itu dari dalam atau pun dari luar umat kristiani itu sendiri. “Kita harus sabar dan tabah dalam menghadapi semua percobaan dan masalah yang ada. Kalau kita punya masalah, kita sendiri harus menyerahkannya kepada Tuhan Yesus dimana Tuhan yesus akan untuk menunjukkan solusi dari masalah yang ada menimpa umatnya tersebut,” ujarnya kembali. Terkait dengan isu salah satu gereja yang berada di Jalan Gatot Subroto diancam bom, Gr J Nadapdap menambahkan, umat kristiani jangan mudah terpancing dan terprovokasi dengan isu seperti itu.  “Dari contoh itu, umat kristiani sedang dicobai. Jadi kita umat kristiani harus memandang itu dari segi positifnya saja. Umat kristiani harus mengikuti ajaran Tuhan Yesus ; Kalau ditampar pipi kanan mu, berikan pipi kiri mu. Tidak hanya itu, kita juga harus mendoakan musuh kita. Jangan kejahatan dibalas dengan kejahatan tetapi harus kita doakan saja,” ungkapnya.  Gr J Nadapdap menjelaskan, ini tidak semata-mata buat umat kristiani saja, tetapi buat muda-mudi kristiani khususnya muda-mudi/naposo bulung HKBP Pendidikan dan muda-mudi/naposo HKBP yang lainnya. “Dimintakan kepada seluruh muda-mudi/naposo bulung baik itu gereja HKBP Pendidikan atau gereja yang lainnya harus bisa memilah-milah masalah yang ada dan harus sabar dalam pencobaan. Tidak hanya itu, contoh kecilnya saja, Tuhan Yesus saja dicobai iblis tetapi tetap sabar. Kita harus menjadikan Tuhan Yesus sebagai tauladan kita,”

ungkapnya. Tidak hanya itu, Gr J Nadapdap menuturkan, muda-mudi/naposo bulung kristiani harus mau menerima apa adanya dan janga berputus asa. Gr J Nadapdap menjelaskan, memang pada umumnya muda-mudi atau re   maja rentan dengan emosi, jadi harus bisa meng kontrol dirinya masing-masingu. Datanglah kepada Aku yang berbeban berat maka beban mu akan Aku ringankan. Jika itu bisa kita pahami dan jalankan, maka semua masalah dan percobaan yang menimpa umat kristiani akan dibantu Tuhan Yesus Kristus untuk memecahkan masalah tersebut. Sekalipun itu masalah besar seperti isu bom tadi,” ungkapnya. Dihimbau Gr J Nadapdap, muda-mudi/naposo bulung umat kristiani umumnya harus sabar dan jangan mudah terpancing atau terprovokasi dengan isu apapun.

Diterangkannya, jadikan semua masalah dan pencobaan sebagai pembelajaran dan jangan pernah lelah. “Umat kristiani harus tetap waspada dan berjaga-jaga. Tidak hanya itu, buat muda-mudi/naposo bulung kristen harus tetap waspada dan harus lebih sering lagi ke rumah ibadah agar lebih sering mendekatkan diri kepada Tuhan Yesus Kristus. Dengan begitu, masalah apapun bisa terpecahkan,” tutupnya.(jhonson siahaan)

Medan Chiefs Sempat Diusir

PANITIA Pelaksana PSM sempat mengusir Tim Medan Chief yang sedang uji lapangan di Stadion Mattoangin, Jum’at (11/3) sore. Panpel khawatir kondisi lapangan tidak optimal jika dipakai latihan.

Wakil ketua Panpel PSM Kadir Hasyim berasalan, pelarangan penggunaan lapangan
karena lapangan baru saja diguyur hujan deras. “Lapangan baru saja terguyur hujan deras. Kalau dipakai latihan bisa rusak. Akibatnya, kondisi lapangan tak bis aoptimal dalam pertandingan Sabtu malam,” terang Kadir.

Pelarangan itu menurut Kadir datang dari pemilik stadion Mattoangin. Bahkan kata dia, pihaknya pun melarang PSM menggunakan lapangan untuk latihan. “PSM juga sewa stadion. Mereka juga tak bisa apa-apa dan harus taat pada keputusan itu. Kalau pemilik yang melarang siapa yang bisa membantah,” tegasnya.

Kadir mengungkapkan, pihaknya sebenarnya telah menjadwalkan Medan Chief untuk latihan sore itu. Jadwalnya pulul 15.30 wita. “Tapi dengan catatan tidak hujan, kalau hujan tidak bisa pakai lapangan. Kami siapkan lapangan Armed untuk latihan,” pungkasnya.

Pantauan wartawan di lapangan, tim Medan Chief sudah sempat melakukan latihan kecil di lapangan. Pelatih Jorge memimpin langsung. Namun di tengah latihan, sejumlah orang yang mengaku panpel PSM datang dan berteriak ke dalam lapangan selagi Skuad Medan Chiefs berlatih.

Bahkan terdengar teriakan seperti “tembak saja kalau tidak mau keluar”.
Pelatih MC sempat bertahan sekira 10 menit tak mau keluar. Akhirnya setelah bersitegang dengan panpel Kadir, tim Medan Chiefs meninggalkan lapangan. “Saya akan laporkan kejadian ini ke konsorsium LPI,” pungkas Pelatih Medan Chiefs Jorg. (net/jpnn)

Narkoba di Kalangan Siswa Memprihatinkan

Dunia pendidikan di negeri ini sedang menghadapi sebuah ancaman besar, yakni jeratan narkoba yang setiap saat siap menghancurkan masa depan anak bangsa ini.

nilah yang mengkhawatirkan   Dra Hj Mulyana, Wakil Kepala   Sekolah Bidang Kesiswaan SMA   Eria Medan ini. “Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan generasi muda dewasa ini saya rasa meningkat. Kami sebagai guru sangat khawatir dengan kondisi ini,” kata wanita kelahiran 14 Januari 1961 ini.

Kekhawatirannya memang tepat. Pasalnya, dari sekitar tiga juta orang pengguna obat terlarang (Napza) di Indonesia, sekitar 75 persen di antaranya adalah kalangan remaja sebagai akibat kurangnya kegiatan pembinaan serta terbatasnya jumlah dan ragam wadah penyaluran minat dan bakat pemuda sehingga mereka terjerumus dalam berbagai tindakan kekerasan dan kesesatan. Begitulah data dari Badan Narkotika Nasional.

Menurut wanita jebolan dari fakultas Tata Busana dan Tata Kecantikan Kulit dan Rambut dari Jogya ini bilang, pihak sekolahnya sendiri sangat aktif memberikan sosialisasi bahaya narkoba hingga melakukan razia kepada siswa setiap harinya.

“Kami juga beberapa kali mendatangkan BNN untuk memberikan sosialisasi bahaya narkoba. Kami juga memproteck siswa dengan kegiatan iman seperti pesantren kilat dan kegiatan lainnya. Kami juga memantau perkembangan jiwa anak didik kami karena kami mengetahui bagaimana bila anak jadi pecandu narkoba. Tapi alhamdulillah, anak didik kami belum ada yang seperti itu,” kata wanita yang sudah singel parent ini.

Kata Mulyana, ada sejumlah faktor yang menjadi pemicu pelajar jadi pengguna narkoba. Yakni, hilangnya makna hidup. Para pelajar yang masih dalam masa transisi, seringkali menderita perasaan khawatir, takut dan cemas yang tak beralasan. “Mereka ingin selalu dianggap eksis di tengah pergaulan, sehingga seringkali mengikuti trend serta gaya hidup lingkungan tempat mereka bergaul. Nah, kalau salah pergaulan, maka hancurlah jadinya,” kata wanita yang pernah terjun di dunia modelling ini.

Alasan lainnya, sambung Mulyana, keringnya hubungan interpersonal, baik di dalam keluarga, maupun di tengah masyarakat sekitar. Ekses negatif dari hubungan antarmanusia yang tidak harmonis ini melahirkan rasa sepi, sendiri, meski mereka berada di tengah keramaian.

Ibu dari Faradika dan Iqbal ini bilang, masih banyak penyebab lainnya anak terjerus narkoba.  Untuk itu sebagai solusinya adalah melakukan pendekatan agama untuk menggugah jiwa mereka kembali ke jalan yang benar.
Kemudian, lanjutnya, dilakukan pendekatan psikologis. Tujuannya mampu menanamkan kesadaran dari dalam hati mereka untuk menjauhi dunia narkoba.  Lalu, dilakukan pendekatan sosial. Baik bagi mereka yang belum, maupun yang sudah masuk narkoba. Melalui pendekatan ini disadarkan bahwa mereka merupakan bagian penting dalam keluarga dan lingkungannya.

“Dengan penanaman sikap seperti ini, maka mereka merasa bahwa kehadiran mereka di tengah keluarga dan masyarakat memiliki arti penting,” paparnya.

Maka itu, kata Mulyana, upaya pencegahan terhadap penyebaran narkoba di kalangan pelajar, sudah seyogianya menjadi tanggung jawab bersama. Dalam hal ini semua pihak termasuk orang tua, guru, dan masyarakat harus turut berperan aktif dalam mewaspadai ancaman narkoba.

“Mari kita jaga dan awasi anak didik kita dari bahaya narkoba sehingga harapan kita untuk menelurkan generasi yang cerdas dan tangguh di masa yang akan datang dapat terealisasikan dengan baik,” harapnya.
Kemudian,kata dia,  pendampingan dari orang tua siswa itu sendiri dengan memberikan perhatian dan kasih sayang harus tetap dilakukan. Paling terpenting, Mulyana mengharapkan peranan orangtua sebagai pilar utama untuk mengawasi anak-anaknya dari narkoba maupun vidio mesum di internet yang banyak disediakan di warnet. Karena kedua hal ini merusak jiwa anak,” pungkasnya. (laila azizah)

Wak Diur Berhenti Memaki

Cerpen :  Anileda

Hampir setiap hari suara Wak Diur terdengar.
Berteriak atau memaki, tak pernah diam.

Dan, tak ada yang melarang. Bak luka, teriakan itu mengering, tapi tetap menawarkan rasa sakit.
Puluhan tahun menempati salah satu rumah kontrakan di Kampung Keluarga, membuat perempuan 50 tahunan ini menjadi salah satu orang yang dituakan. Tak ada yang berani melawannya, warga memilih diam kalau Wak Diur sudah berulah. Malah sebagian warga memilih untuk masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu rapat-rapat tiap kali perempuan bertubuh subur ini mulai berteriak.
“Heh, anjing! pulangkan kereta itu!”
“Kupinjam sebentar dulu. Tak bisa?”

Wak Diur memaki Anto, anak sulung yang baru saja pisah ranjang dengan isterinya.
“Bagus-bagus ko cakap ya. Kok kau pula yang mengatur aku. Kereta bapak kau itu. Jangan ko pakek. Nanti merepet bapak kau. Pusing kepalaku!” teriakan Wak Diur kembali terdengar.

Ah sebentar saja!” ucap Anto menstarter sepeda motor, bersiap untuk pergi.

Wak Diur tak suka. Dia berang, dan kembali mengulang kalimat makian tadi. Anto tak peduli dan pergi begitu saja. Bak kesetanan, Wak Diur mengejar Anto. Dia mengambil batu sekepalan tangan melemparkan ke arah laju sepeda motor yang menderu kencang.

“Memang anak setan kau!” makinya.

Sementara itu, di luar sana, beberapa pasang mata warga Kampung Keluarga diam-diam memperhatikan dari balik jendela rumah. Bak menonton sinetron di layar kaca, mereka pun berbisik-bisik.
“Ah, ngeri kali Wak Diur itu,” ucap salah seorang warga.
“Iya. Tak punya malu,” sahut lainnya.
***

Beberapa warga merasa resah melihat sikap Wak Diur. Mereka merasa kenyamanan mereka untuk tinggal di Kampung Keluarga ini terganggu. Diam-diam, beberapa warga mengadu kepada Pak Masro, Kepala Lingkungan atawa Kepling Kampung Keluarga. Pak Masro kaget ketika sebanyak 10 warga mendatangi rumahnya di malam hari. Apalagi aduan warga adalah tentang Wak Diur, orang yang disegani dan cukup ditakuti di kampung itu.
“Begini Pak Kepling. Menurut saya, sebaiknya Wak Diur itu diamankan saja. Karena sikapnya itu betul-betul mengganggu loh!” ucap Bu Titis memulai perbincangan.

“Diamankan bagaimana? Wak Diur kan bukan penjahat. Cukup dibicarakan saja,” sahut Bu Ratih.
“Apa? Dibicarakan? Itu tak mungkin Buk. Belum bicara saja, Dia sudah memaki. Ih ngeri lah,” bantah Bu Titis.
Keduanya pun saling adu pendapat. Menurut Pak Masro, persoalanan ini harus dibicarakan dengan kepala dan hati yang tenang. Dijelaskannya, kalau keluarga Wak Diur merupakan warga lama yang tinggal di kampung ini. Mereka sudah tinggal di kampung ini jauh sebelum Pak Masro menjadi Kepling. Warga di kampung ini menghormati dan menuakan Wak Diur, jadi agak sulit untuk mengubah Wak Diur, karena sejak dulu dia memang begitu.
“Jadi singkatnya, Pak Kepling tak bisa menyelesaikan masalah ini?” ucap Bu Titis.

“Iya Pak. Kami kan warga Kampung Keluarga juga. Masak kami tidak boleh sih mengadu. Lagian warga yang hadir di sini juga pada setuju kalau Wak Diur itu mengganggu kenyamanan kampung ini,” Bu Ratih menimpali.
“Aduh bagaimana ya? Saya bingung bagaimana supaya situasinya jadi sama-sama enak, begitu,” jelas Pak Masro.
“Kan sudah saya bilang diamankan saja!” sahut Bu Titis.

“Atau dibicarakan dengan Wak Diur,” sambung Bu Ratih.
“Atau jangan-jangan Pak Kepling tak berani?” celetuk warga yang lain.
***

Pak Masro terlihat bingung. Siang itu dia sudah berdiri di depan pintu rumah Wak Diur. Dia tampak gelisah. Berulangkali pria berkumis tebal ini menghapus keringat yang membasahi dahinya. Para tetangga di sekitar rumah Wak Diur pun turut menyaksikan gelagat Pak Masro yang berjanji akan membicarakan tuntutan warga Kampung Keluarga tempo hari. Ditunggu-tunggu, kepling yang juga pebisnis usaha panglong ini tak juga berani mengetuk pintu rumah Wak Diur. Tiba-tiba terdengar sebuah teriakan berisi makian. Pak Masro kaget. Dia mengelus dada. Pintu rumah terbuka, Cita, cucu Wak Diur berlari keluar sembari membanting pintu.
Dia berlari ke luar rumah mengejar cucu pertamanya itu. Pak Masro bengong menonton aksi Wak Diur mengejar Cita.
“Ada apa Pak kepling kesini?” tanya Wak Diur.

“Oh, tidak Buk. Kebetulan saja saya lewat. Jadi sekalian ingin mengecek mengenai pemasangan pipa air PAM bagi warga Kampung Keluarga,” kilah Pak Masro.

“Oh, Saya pikir ada hal penting yang mau dibicarakan,” sahut Wak Diur.
“Baiklah kalau begitu saya permisi dulu ya Buk. Assalamualaikum.”

Pak Masro segera berlalu dari rumah Wak Diur. Beberapa tetangga yang sejak tadi pasang mata dan telinga mendadak kecewa. Benar dugaan beberapa warga kampung tersebut, ternyata Pak Masro tak berani.
“Huh, dasar kepling pengecut!” ketus Bu Titis.

“Ya, ini tak bisa dibiarkan. Pemimpin macam apa itu? Masak tak berani menegur warganya. Padahal dia kita pilih kan karena kita mempercayainya mampu untuk menjaga Kampung Keluarga ini tetap nyaman dan aman!” beber Bu Ratih geram.

Diam-diam, beberapa warga Kampung sepakat untuk membuat perhitungan sendiri dengan Wak Diur. Mereka bermaksud untuk mendatangi rumah Wak Diur beramai-ramai. Tujuannya adalah untuk mengubah Wak Diur. Kalau Wak Diur tak mau, maka warga kampung yang menamakan diri sebagai Kelompok Pembela Kenyamanan Kampung Keluarga (KPK3) ini akan mengusir Wak Diur dari kampung. Surat edaran keikutsertaan aksi ini pun disebarkan ke tiap rumah warga. Ditandatangani oleh Bu Titis sebagai ketuanya dan Bu Ratih sebagai wakil ketuanya.
***

“Pak Kepling…, Pak Kepling.”
“Ada apa?”

“Warga mengamuk Pak. Rumah Wak Diur mau dibakar. Ayo Pak cepat kesana!”
Pak Masro terdiam. Dia terduduk lemas di atas kursi.
Wak Diur menangis kencang. Anak dan cucunya pun turut menangis histeris. Dua anak lelakinya berdiri di depan pintu sambil mengacungkan parang. Pak Masro kalut. Selama dua tahun menjabat sebagai kepling di kampung itu, baru kali ini dia menghadapi persoalan seperti ini. Beberapa warga sudah bersiap di depan halaman rumah Wak Diur. Mereka membawa satu dirijen penuh minyak tanah. Teriakan warga terdengar bersahut-sahutan. Warga ingin Wak Diur tidak memaki lagi. Kalau tidak, Wak Diur harus keluar dari kampung ini. Kalau tak mau juga maka warga akan membakar rumah Wak Diur.
“Hei, tunggu dulu!”

Pak Masro pun menyeruak kerumunan warga dan berdiri di depan rumah Wak Diur. Warga tak peduli. Teriakan untuk membakar rumah Wak Diur pun kian terdengar kencang. Warga melangkah maju, semakin mendekat. Kedua anak lelaki Wak Diur pun bersiap memasang kuda-kuda. Suara tangis Wak Diur pun semakin kencang. Pak Masro sadar, dihadapannya ini bukanlah sekumpulan anak-anak, namun mereka adalah sekumpulan warga yang emosinya sedang terbakar. Tak mudah untuk mendiamkan dan menenangkan mereka. Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan? Pak Masro membatin. Sementara langkah warga semakin dekat saja. Jaraknya hanya lima meter lagi hingga berada di depan rumah Wak Diur. Pak Masro pun mengumpulkan kekuatan. Tak ada jalan lain selain memadamkan emosi dengan emosi juga. Pak Masro mengambil kayu kemudian membasahinya dengan minyak tanah, lalu menyulut api pada kayu tersebut. Dalam hitungan detik, api berkobar. Pak Masro mengacungkan kayu berapi itu dihadapan kerumunan warga.

“Sudah saya bilang. Tolong dengarkan dulu. Mengapa kalian tak mendengarkan saya?” teriak Pak Masro.
Tindakan Pak Masro itu membuat beberapa warga yang berdiri di barisan depan melangkah mundur ke belakang. Suara teriakan pun pelan-pelan mulai redup. Warga memandangi Pak Masro. Mereka belum pernah mendapati sikap Pak Masro seperti itu. Kedua matanya memerah. Tulang pada rahang dan urat pada lehernya menonjol. Suara Pak Masro pun tak seperti biasanya, terdengar begitu keras dan membahana.
“Apa masalahmu dengan Wak Diur?”

“Tak ada Pak. Saya cuma ikut-ikutan saja.”
“Kalau kamu?” tunjuk Pak Masro kepada warga lainnya.
“Kata orang Wak Diur suka memaki Pak. Begitu yang saya dengar,” jawabnya.
“Kata orang, kata orang. Apa kata kau sendiri?”

“Saya tidak pernah mendengar itu. Karena rumah saya jauh dari rumah Wak Diur, Pak!”
Dua perempuan maju ke depan. Mereka adalah ibu Titis dan ibu Ratih.

“Kami berdua merasa tidak nyaman dengan kehadiran Wak Diur!” ucap keduanya bersamaan.
“Wak Diur itu suka memaki. Suaranya kencang dan itu sangat mengganggu Pak. Anak saya yang baru tidur langsung terbangun mendengar teriakannya. Saya kan capek menidurkannya. Waktu saya banyak terbuang percuma, pekerjaan saya sering terbengkalai. Semuanya gara-gara dia!” beber Bu Titis.

“Saya juga Pak. Saya ini kan pengantin baru. Sedang ikut program kehamilan. Namun tidak pagi, juga siang bahkan malam, Wak Diur suka berteriak dan memaki. Program hamil gagal karena suami saya jadi tidak sreg lagi gara-gara mendengarkan teriakan dan makian Wak Diur.  Huuh!” sambung Bu Ratih.

Sesaat suasana menjadi hening. Tak puas lontarkan uneg-unegnya, kedua ibu muda ini melanjutkan keluh kesahnya. Tak ada bantahan, semuanya terdiam mendengarkan Bu Ratih dan Bu Titis. Wak Diur pun tak berkata apa-apa. Dia hanya menunduk dan sesekali memandang pada kedua tetangganya.

“Saya takut berbicara dengan Wak Diur. Suaranya kencang kali,” ucap Bu Ratih tiba-tiba.
“Iya. Sebetulnya sudah lama kami ingin menyampaikan langsung pada Wak Diur. Tapi kami tak berani. Nanti disenggak dan dimaki. Kami malu!” sahut Bu Titis pula.

Wak Diur melangkah ke tengah. Berteriak bak orang kesurupan. Mencabik-cabik rambutnya hingga rontok. Dia mengacungkan kayu. Berputar-putar, hingga terjatuh dan berguling-guling. Tubuhnya penuh dengan tanah. Semuanya kaget, warga terpana memandang aksi Wak Diur. Pak Sarmo, Bu Ratih dan Bu Titis pun terdiam. Seperti tersihir. Tak ada satupun yang berani mendekat, bahkan keluarganya sekalipun. Anak-anaknya malah menangis semakin kencang.

“Belasan tahun aku tinggal di kampung ini, tak ada satupun yang protes dengan makianku, dan sekarang kalian ingin membakar rumahku! Membakar aku hidup-hidup! Iya!” teriak Wak Diur lantang.
Bu Ratih dan Bu Titis memandang pada Pak Sarmo. Namun seperti tercekat, Pak Sarmo hanya terdiam. Dia Shock. Tak kuat menghadapi aksi Wak Diur, kedua ibu muda ini pergi berlari menuju rumahnya masing-masing. Mereka menutup pintu rapat-rapat. Mengunci sampai dua kali. Rupanya Wak Diur kian menggila. Dia mendatangi rumah Bu Titis dan Bu Ratih. Berteriak memanggil dan memaki. Memukul pintu dan jendela.
“Ayo bunuh aku!” teriaknya di depan rumah Bu Titis.

Bu Titis kecut sekaligus panik. Dia duduk menyudut di dalam kamar tidurnya. Suaminya belum pulang. Titis menangis. Dua buah tas besar sudah diisi penuh dengan baju dan celana dalam. Ibu muda ini bermaksud minggat ke rumah ibunya. Dia sudah tak tahan lagi. Dia tak mau lagi tinggal di rumah itu, di kampung itu. Begitupun Bu Ratih, dia sudah menyuruh suaminya untuk menjemputnya lewat pintu belakang. Bu Ratih tinggal menunggu aba-aba dari sang suami, kapan waktu yang tepat untuk menyelinap ke jalan, tanpa ketahuan Wak Diur.

Prang. Suara pecahan kaca terdengar. Bu Titis semakin meringkuk di dalam kamarnya. Pak Sarmo memanggil warga lain untuk memegangi Wak Diur. Perempuan yang sudah lama ditinggal sang suami ini termasuk kuat. Dia meronta dan berteriak. Sepuluh pemuda memeganginya, barulah Wak Diur tak bisa bergerak. Tiba-tiba tubuhnya mengejang. Wak Diur memegangi dadanya. Nafasnya putus-putus. Kedua matanya melotot. Tubuh kejangnya berubah kaku.
“Mamak……!” teriakan pilu Anto, anak Wak Diur, membahana mengajak warga Kampung Keluarga merasakan luka yang basah.

Medan Maret 2011

Katanya, Ini Masih Kata Pengantar

Ramadhan Batubara

Buku, kata orang bijak, adalah jendela dunia. Itulah sebabnya, ketika seseorang banyak membaca buku, maka pengetahuannya lebih luas. Dengan pengetahuan luas, maka dia bisa mengendalikan dunia. Bukankah begitu?

Terus terang, lantun ini memang menyoroti bom buku yang belakangan ini marak dibicarakan. Bayangkan saja, buku yang identik dengan ilmu pengetahuan dijadikan bom! Miris. Sumpah saya kecewa dengan kenyataan itu. Ayolah, kenapa harus buku? Kalau mau meneror dengan bom (meski saya tak suka dengan ‘bom’ dan ‘teror’), pakai media lain lah. Wahai peneror, kenapa Anda tak berpikir kalau negara kita masih berjuang untuk membangkitkan minat baca, kenapa buku Anda buat menjadi menyeramkan?

Di saat sedih seperti ini sayangnya otak saya malah diganggu pikiran lain. Ya, ada pertanyaan muncul, kenapa harus pakai buku? Ingat, buku saya artikan sebagai kesatuan; berarti ada cover, halaman, dan sebagainya. Seandainya ingin membunuh, bukankah bisa pakai media lain. Ya, ada bom mobil, ransel, koper dan sebagainya. Semakin penasaran, buku yang dijadikan bom malah terkesan memang diciptakan untuk hal itu. Buktinya, bom untuk Ahmad Dhani, Ulil Abshar Abdalla, Komjen (pol) Gories Mere, dan Yapto S Soerjosoemarno memiliki judul yang khusus. Menariknya lagi, saking khususnya, sanga pengirim pun memberikan surat pada penerima bom dengan isi permintaan menjadi penulis kata pengantar dari buku yang dimaksud. Hm, apa maksudnya?

Baiklah, tiba-tiba saya ingin menjadi Sherlock Holmes tokoh fiksi karya Sir Conan Doyle atau Hercule Poirot ala Agatha Christie. Begini, saya memulai dulu dengan permintaan sang pengirim (kita kesampingkan saja judul buku). Yakni, meminta tokoh tujuan untuk menulis kata pengantar. Nah, biasanya kata pengantar kan hanya ada pada buku nonfiksi (kecuali kumpulan karya yang memakai dana atau meminta seorang tokoh menjadi donatur). Berarti buku yang ada bomnya itu adalah sesuatu yang pasti dan bukan fiksi. Nah, biasanya, dalam kata pengantar, orang yang dipilih atau terpilih menuliskan pikiran akan berusaha menerjemahkan maksud dan apapun yang terkait dengan buku dimaksud. Dengan arti begini, mungkinkah sang pengirim ingin memberitahukan pada khalayak kalau sesungguhnya tokoh yang mereka pilih adalah sosok yang tepat dengan isu buku yang jadi bom itu; bisa yang sejalan maupun yang berlawanan. Lalu, bukankah kata pengantar adalah bagian awal dari sebuah buku (tentunya selain cover). Dalam istilah kerennya, kata pengantar itu kan prolog dan kata penutup itu kan epilog. Jika begitu, mungkinkah tokoh yang dituju adalah orang pertama yang akan dijadikan korban bom terkait dengan masing-masing isu buku. Jika begitu, siapa yang akan menjadi tokoh epilognya? Berarti, ada juga tokoh untuk daftar isi dan isi buku kan? Mengerikan sekali.

Untuk arti kata pengantar sebagai yang pertama juga bisa diartikan sesuatu yang awal. Maksudnya begini, bisa saja bom ini masih kelas kata pengantar, dia belum masuk ke isi; ke intinya. Jadi, akan ada bom lain yang lebih besar. Fiuh.

Kalau begini, sebagai Sherlock Holmes, saya butuh Dr Watson. Ya, saya butuh teman untuk menganalisis fenomena ini, setidaknya saya butuh asisten untuk mencatat pikiran saya. Tapi, sudahlah, ujung-ujungnya Dr Watson juga akan menyerahkan segalanya pada saya kan? Begitu pun kalau saya menjadi Hercule Poirot. Tetap saja saya andalkan otak saya meski ada Arthur Hastings yang setia.

Kalau sudah semacam ini, bingung mencari makna, saya biasanya langsung meninggalkan komputer. Tapi, tiba-tiba otak saya malah kemasukan pikiran lain. Ya, setiap buku memiliki pembacanya masing-masing. Karena itu, perusahaan penerbitan seakan tiada mati. Beragam ilmu, kisah, dan sebagainya terus tercetak hari demi hari. Soal jenis isi, dikotomi pun terus diciptakan misalnya ilmiah dan populer, sastra dan picisan, dan sebagainya. Nah, dengan dikotomi semacam itu, kenapa tidak kita belas soal bom buku itu? Maksudnya begini, ilmiah atau populer kah buku yang merupakan bom itu? Atau, sastra atau picisan kah buku yang dimintai kata pengantarnya itu? Pembelahan arti semacam itu kan sangat gamblang yakni membedakan soal bagus dengan buruk atau baik dengan jelek. Nah, bom buku bisa diartikan sebagai sesuatu yang mewakili idealisme tertentu atau sekadar buat heboh. Baiklah, untuk yang pertama, jika dia mewakili idealisme tertentu, kenapa dengan peledak yang tak hebat. Ya, bom buku itu kan dayanya tak untuk membunuh, tapi sekadar membuat kejut. Masalah ada yang terluka, itu lebih pada faktor kecelakaan semata.

Unsur sekadar membuat kejut bisa diartikan sebagi usaha untuk buat heboh kan? Bagi saya, jika untuk sebuah perjuangan, buat saja bom yang kuat. Tapi, untuk apa membuat heboh. Ayolah, kenapa ada orang iseng membuat heboh ketika negara ini sedang diserang wikileaks dan dipenuhi kabar derita dari Jepang?
Ah, sudahlah, yang pasti siapapun atau apapun yang melatarbelakangi bom buku sangat paham dengan maksudnya sendiri. Ya, dia pun paham buku sebagai jendela dunia. Namanya jendela berarti yang di dalam bisa melihat ke luar dan yang di luar bisa melihat ke dalam. Bukankah begitu? (*)
18 Maret 2011

Dukung Era Digital, Telkomsel Gelar Pelatihan Jurnalistik di 7 Kota

Maraknya akses digital sebagai sumber informasi dan trend gaya hidup masyarakat Indonesia, mendorong Telkomsel bekerja sama dengan detikcom menyelenggarakan pelatihan jurnalistik bertajuk Ctizen Journalism and Entrepreneurship. Seminar dan pelatihan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum ini akan diselenggarakan di tujuh kota di seluruh Indonesia.

Trend gaya hidup saat ini banyak mengubah pola perilaku masyarakat Indonesia merambah pada dunia digital. Kecepatan dan kemudahan akses internet dan data menjadi katalisator meningkatnya akses dan koneksi layanan data informasi para pengguna internet. Telkomsel bersama dengan detikcom menggagas diselenggarakannya seminar dan workshop dengan tema Citizen Journalism and Entrepreneurship.

“Dengan program ini, kami berharap dapat berbagi informasi, cara-cara teknis dan kiat-kiat praktis bagaimana memanfaatkan internet sebagai salah satu wahana meningkatkan kemampuan jurnalistik dan bisnis di dunia digital. Sehingga selain seminar, kami juga menyelenggarakan workshop agar para peserta bisa langsung praktek membuat blog dan menyiasati bisnis melalui dunia maya,” ungkap Ricardo Indra, GM Corporate Communication Telkomsel.

Program pelatihan ini diselenggarakan di tujuh kota besar di Indonesia yang menjadi bagian bagian dari 25 broadband city yang dimiliki oleh Telkomsel, yaitu Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Padang, Palembang dan Makassar. Jumlah peserta di masing-masing kota 300 orang peserta dan Medan adalah kota ke-5, setelah sebelumnya diselenggarakan di Bandung, Semarang, Surabaya dan Palembang. Rencananya pelatihan akan digelar sepanjang bulan Februari sampai dengan April 2011.

“Trend digital lifestyle, mayoritas diakses dari ponsel dan modem karena praktis dan mudah. Otomatis hal ini pasti tidak lepas dari ketersediaan infrastruktur yang handal dan luas. Telkomsel merupakan satu-satunya provider yang memiliki jaringan di lebih dari 95% wilayah populasi di Indonesia dengan 25 broadband city. Mengingat kuatnya korelasi antara digital konten dan ketersediaan jaringan, maka Telkomsel dan detikcom bersinergi untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat,” jelas Ricardo Indra.

Respon masyarakat terhadap program ini sangat tinggi, selain karena materi yang diulas juga karena pembicara yang akan membawakan materi seminar dan workshop ini adalah para pakar di bidangnya, yaitu Budiono (PemRed Founder Detik), Adrie Subono (Java Musikindo -Entreprneurship), Raditya Dika (Blogger-Penulis buku) dan Ricardo Indra (Corporate Communication Telkomsel).  Pelatihan selanjutnya akan diselenggarakan di Padang pada 26 Maret 2011.

Telkomsel berharap pelatihan ini dapat diselenggarakan dengan konsisten dan berkelanjutan agar masyarakat umum dapat lebih mendalami dunia digital dan cara-cara mengembangkan bisnis digital. Tahun ini Telkomsel akan mengembangkan 40 broadband city dan berkomitmen mendukung aktivitas digital lifestyle seluruh masyarakat Indonesia. Telkomsel berkomitmen untuk memajukan Indonesia baik dari sisi Pendidikan, Gaya hidup, Teknologi, Sosial, Lingkungan dan Ekonomi. Telkomsel milik Indonesia, Telkomsel Paling Indonesia.

Bom Dekati Cikeas

Panik Massal Sibukkan Gegana

JAKARTA-Kelompok bom buku pasti senang luar biasa. Dengan modal sedikit, kepanikan sebagai tujuan teror tercapai di Ibukota. Hingga tadi malam, setidaknya ada tujuh laporan bom dari warga yang ternyata palsu.

Namun, meski tahu kalau palsu, pasukan Jihandak (penjinak bahan peledak) Gegana tetap meledakkan paket itu. Diantaranya paket berupa sepatu bermerek Tremor di Condet, Jakarta Timur. Juga, paket buku untuk warga di jalan Metro Kencana Pondok Indah.

Satu yang benar-benar terkonfirmasi sebagai bom diletakkan di perumahan Kota Wisata Bogor di Cibubur yang hanya berjarak satu kilometer dari kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas Paket mencurigakan ditemukan sekitar pukul 09.30 WIB oleh tukang sapu Perumahan Kota Wisata, bernama Mini, di klaster 55 yang berjarak 1 kilometer dari pintu masuk Perumahan Kota Wisata. Paket mencurigakan itu berupa kotak yang dililit lakban coklat dengan tulisan ‘Ini Bom’ dan ‘Allahuakbar’ di bagian luarnya.

Tukang sapu tersebut melapor ke petugas keamanan kompleks yang langsung mengecek bungkusan itu. Merasa curiga, petugas keamanan melapor ke Polsek Gunung Putri. Sekitar 10 menit kemudian polisi datang ke lokasi. Khawatir paket itu berisi bom sungguhan, petugas polisi akhirnya melapor ke Polda Jawa Barat.

Sekitar pukul 10.00 WIB petugas Jihandak datang ke lokasi, membawa paket mencurigakan itu menjauh dari pemukiman penduduk. Paket dibawa ke lapangan Kampung Cina yang berjarak 3 kilometer dari lokasi semula. Tapi, belum sempat dijinakkan, paket yang diduga kuat berisi bom itu meledak sendiri sekitar pukul 11.30 WIB.

Kapolres Bogor AKBP Dadang Rahardja memastikan paket itu adalah bom. “Karena meledak sebelum dilakukan disposal analisis awal menggunakan timer,” kata Dadang.

Bom dengan timer ini berbeda teknik dengan bom buku yang menggunakan trigger (pemantik) picu. Bom buku tidak akan meledak jika pemantik itu tidak dikotak katik. “Petugas juga menemukan bahan logam,” katanya.

Sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos) di lapangan menyebut meski menggunakan timer, namun rangkaian bom itu sama. “Juga menggunakan bahan potassium chlorat dan low exsplosive,” katanya.

Namun, karena meledak lebih awal maka rangkaian tidak diketahui secara detail. “Tapi, dari penempatan bom itu, menunjukkan teroris mulai mengincar objek vital.  Sebab , itu di dekat gardu listrik dan jika meledak maka satu Bogor bisa padam,” katanya.

Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar menjelaskan penyelidikan secara serius sedang dilakukan untuk mengetahui jaringan ini. Dimulai dari penyusuran kurir buku yang mengantar bom ke Ulil Abshar Abdala.

Ciri-ciri fisik kurir itu, yakni tinggi sekitar 165 cm, bertubuh sedang, kulit sawo matang, berjenggot tipis, dan berusia sekitar 30 tahun. Saat mengantarkan paket, pria itu mengenakan jaket berwarna gelap dan memakai topi.

Boy mengatakan, pihaknya berharap agar masyarakat melapor ke kepolisian terdekat jika melihat atau mengenali pria itu. “Polri sangat harapkan adanya partisipasi masyarakat untuk mempersempit ruang gerak mereka,?ucapnya.
Untuk saat ini, kata Boy, pihaknya belum berencana menyebar salinan sketsa wajah ke berbagai lokasi strategis. “Sementara ini, kita masih minta bantuan media,” kata dia.

Boy juga meminta masyarakat tidak panik. “Tetap tenang, dan tidak terpengaruh dengan isu-isu yang tidak bertanggung jawab,” katanya.

Kekhawatiran akibat ancaman bom ke beberapa individu belakangan ini sudah benar-benar meluas. Meski ternyata terbukti bukan paket bom, salah seorang Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan, sempat mencurigai kiriman paket buku dari orang yang tidak dia kenal di kantornya, Gedung Nusantara III DPR Lantai 4, Senayan, Jakarta, kemarin.

“Setelah diteliti oleh tim gegana, sudah disimpulkan tidak ada bom dalam paket yang di temukan di DPR. Isinya murni buku, ada sepuluh buku,” kata Kapolresto Jakarta Pusat Kombes Pol Hamidin ketika dihubungi, kemarin (18/3).

Walaupun bukan bom, dugaan adanya paket bom itu sempat mengejutkan DPR. Keberadannya diketahui pertama kali oleh Naril, staf dari Taufik sekitar pukul 16.00 WIB. Ketika akan berkemas pulang, Naril melihat sebuah paket terbungkus amplop putih yang dikirim melalui jasa pengiriman TIKI.

Paket itu sudah berada di atas meja kerja Taufik. Naril yang merasa curiga atas bentuk fisik paket itu menanyakan kepada Novi. Novi sendiri adalah staf Setjen DPR RI yang salah satu tugasnya menerima paket kiriman.

Dari resi pengiriman, diketahui bahwa pengirim paket bernama Iwan Sustiawan dan mengatasnamakan Lembaga Penelitian dan Pengkajian Indonesia (LPPI), beralamat di Jalan Tambak No 20 D, Pegangsaan Jakarta Pusat. Paket seberat lima kilogram itu, berisi buku yang berjudul Jejak Hitam Tentang Ahmadiyah.

Merasa masih curiga, Naril lantas melaporkan paket itu kepada Pengamanan Dalam (Pamdal) DPR RI. Pamdal kemudian meneruskan kepada PAM Obvit yang mengontak tim gegana Polda Metro Jaya. Pada pukul 17.17 WIB, dua tim gegana tiba di tempat kejadian perkara di lantai empat ruang pimpinan DPR. Tim gegana juga mensterilkan ruang lobi DPR RI sebagai lokasi disposal paket yang diduga bom itu.

Sekitar pukul 17.30 WIB, tim gegana dengan perlengkapannya langsung menuju lantai empat DPR RI. Sekitar 20 menit kemudian, tim Gegana sudah membawa paket itu ke bom blanket. Kemudian, tim gegana memasukkan paket itu ke dalam tong bom, untuk langsung dibawa ke tempat aman. Tim gegana pun kemudian melakukan penyisiran demi mensterilkan lokasi, demi mengantisipasi tidak ada paket serupa.

Taufik Kurniawan sendiri mengharapkan kedepannya pengawasan terhadap berbagai paket seperti ini bisa lebih diperketat, mengingat saat ini pengiriman paket bom marak. Jangan sampai paket-paket bom seperti itu lolos ke dalam gedung DPR. “Kita harapkan kewaspadaan semua orang di lingkungan DPR ini lebih ditingkatkan,” ujarnya.

Sebagai informasi lantai empat gedung Nusantara III adalah tempat dimana para pimpinan DPR berkantor diantaranya Anis Matta dan Taufik Kurniawan. Sementara Marzuki Alie, Priyo Budi Santoso, Pramono Anung di lantai 3. Selain pimpinan DPR, gedung Nusantara III juga dihuni oleh pimpinan MPR dan DPD.

Secara terpisah, Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid) juga sempat dilapori staf-stafnya di Wahid Institute soal kedatanganm pria misterius di kantor lembaga yang didirikan mendiang Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut. Satpam kantor di Jl. Amir Hamzah, Jakarta, yang merasa curiga sempat meminta tanda pengenal terhadap seseorang tak dikenal itu. Namun, yang bersangkutan mengelak dan buru-buru meningalkan lokasi.

“Ketakutan memang sudah terlanjur meluas, tapi bangsa ini tetap tidak boleh kalah oleh teror-teror yang ada, apapun motifnya,” ujar Yenny Wahid, saat dihubungi, tadi malam. Menurut dia, agenda teror harus dilawan oleh seluruh elemen masyarakat. “Tetap tenang dan jangan mudah terpancing pula untuk ikut-ikutan melakukan tindak kekerasan terhadap apapun dan siapapun,” imbuh putri alamarhum Gus Dur tersebut.

Aksi teror bom kembali marak beberapa hari terakhir. Salah satu perhatian tertuju pada lemahnya kinerja intelijen dalam mengantisipasi terjadinya teror tersebut. Menanggapi hal itu, Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan akan ada evaluasi terhadap kerja intelijen.

Tentu akan ada evaluasi terhadap apa yang dilakukan dalam sistem intelejen kita,” kata Julian usai acara penyampaian SPT Tahunan di Kantor Pusat Ditjen Pajak, kemarin. Menurut dia, presiden sudah memberikan arahan pada saat sidang kabinet bahwa tugas lebih berat ada pada aparat intelijen. “Untuk bertindak dan mengidentifikasi lebih dini ancaman bom yang muncul,” sambungnya.

Terkait dengan aksi teror bom dekat kediaman SBY di Cikeas, menurut Julian, belum ada permintaan untuk memperketat pengamanan di Cikeas. “Dalam konteks pengamanan presiden, sudah ada protapnya (prosedur tetap). Ada SOP yang sudah menjadi acuan,” kata Julian.

Menurut Julian, saat ini menjadi tugas aparat kepolisian dan intelijen untuk melakukan investigasi terhadap aksi teror dan ancaman yang mungkin terjadi. Dia juga meminta peran serta dari masyarakat jika mengetahui apabila ada hal-hal yang mencurigakan. “Tidak boleh dibiarkan ada hal yang mengusik rasa aman masyarakat. Itu yang dipesankan bapak presiden,” tuturnya.(rdl/dyn/fal/jpnn)

10 Pemda Harus Bentuk BUMD

Pengelolaan Inalum

JAKARTA- Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota di kawasan danau Toba harus membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) jika ingin dilibatkan mengelola  PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca 2013. Pasalnya, hanya BUMD yang boleh terlibat dalam bisnis.

Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Yuswandi A Tumenggung menjelaskan, pengelolaan Inalum merupakan ranah bisnis.

“Pemda tak boleh bisnis. Harus lewat BUMD. BUMD merupakan aset yang dipisahkan. Pemda menyertakan modal ke BUMD, lantas BUMD yang menjalankan bisnis dengan BUMN (yang nantinya menaungi Inalum,red). Ini bisnis to bisnis,” terang Yuswandi A Tumenggung kepada koran ini di Jakarta, kemarin (18/3).

Jika Inalum mendapatkan keuntungan, maka BUMD milik pemda itu akan mendapatkan deviden, yang selanjutnya masuk sebagai pendapatan pemda. Untuk bisa menyertakan modal ke BUMD yang akan terlibat mengelola BUMN, harus ada perda sebagai payung hukumnya.

Dengan itu, Yuswandi berpendapat, gagasan pemda menggandeng swasta dalam pengelolaan Inalum, tidak tepat. Alasannya, bisnis itu harus dengan penyertaan modal pemda. “Jika pemda melibatkan swasta, bagaimana penyertaan midalnya dan bagaimana dengan devidennya? Masuk ke mana devidennya itu?” terang Yuswandi.

Seperti diberitakan, Pemprov Sumut dan 10 pemkab/kota yang berada di sekitar Danau Toba ingin dilibatkan mengelola Inalum dengan penguasaan  58,9 persen saham yang selama ini dikuasai NAA, dengan menggandeng PT Toba Samosir (TS) milik Jenderal Purn (TNI) Luhut Panjaitan.

Ke-10 pemkab/kota itu terdiri tujuh kabupaten/kota yang bersentuhan langsung dengan kawasan Danau Toba, yaitu Taput, Tobasa, Samosir, Humbahas, Simalungun, Karo, dan Dairi. Sedang tiga kabupaten/kota di bagian hilir Danau Toba yakni Asahan, Batubara, dan Kota Tanjung Balai.

Bisakah Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota itu membentuk satu BUMD saja untuk bisa dilibatkan mengelola Inalum? Yuswandi mengatakan tidak bisa. Dalihnya, BUMD merupakan milik suatu daerah sebagai sebuah daerah otonom. “Masing-masing pemda itu harus membuat BUMD sendiri-sendiri, dengan besaran penyertaan modal yang bisa saja berbeda-beda. Buat saja lah BUMD, apa susahnya,” cetus Yuswandi.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, secara tegas menyatakan penolakannya terhadap usulan keterlibatan PT TS dalam pengelolaan PT Inalum pascahabisnya kontrak dengan Jepang pada 2013 mendatang. Sejumlah alasan dikemukakan mantan Ketua Kaukus Anti Korupsi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu.

Pertama, kemampuan PT TS diragukan. “Dengan latar belakang dan kemampuan teknis operasional yang dimiliki, kita tidak yakin bahwa TS akan mampu menjalankan fungsinya,” ujar mantan anggota DPD itu dalam seminar bertema “Pengelolaan Saham Inalum: Oleh Negara untuk Rakyat” di gedung DPR, Senayan, Jakarta, 23 Juni 2010 silam.

Alasan kedua, lanjut Marwan, model kerjasama pemda dengan pihak swasta, di banyak daerah sudah terbukti hanya menguntungkan piha swastanya saja, sedang pemda lagi-lagi tidak banyak mendapatkan keuntungan. Dia memberi contoh kasus kerjasama pemda NTB dengan PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT), juga dalam kasus Blok Cepu.

“Kita khawatir, karena pola bagi hasil yang tidak relevan, penguasaan saham oleh TS menimbulkan kerugian besar bagi daerah, seperti banyak terjadi dalam kerjasama daerah dengan sawsta. Kerjasama dengan swasta itu, yang untung besar swasta, pemdanya ditipu,” ujar Marwan. (sam)

Pemburu Tas Branded

Dewi Rezer

Lama tak terlihat di layar kaca, mantan VJ MTV Dewi Rezer ternyata punya kesibukan baru.

Istri pesinetron Marcellino Lefrandt itu sekarang rajin memburu tas branded second. Tas-tas tersebut kemudian dijual Kata dia, bisnis itu cukup menguntungkan.

Ditemui di Senayan City, Jakarta, Rabu malam (16/3), Dewi berkisah tentang bisnis tersebut. “Pasti mengiranya saya jarang kelihatan karena tidak ada kegiatan ya? Saya berbisnis tas kerja sama dengan teman. Kami menjual tas-tas branded second milik para artis dan puji Tuhan, responsnya lumayan,” ucapnya.

Tas-tas bermerek itu Dewi jual melalui online. Memang cukup unik ide dia. Biasanya, artis banyak memiliki tas bermerek untuk menunjang penampilan. Sementara itu, model tas selalu update setiap waktu. Tak heran kalau membeli tas menjadi kebutuhan mereka.

arena mereka punya yang baru, tas lama pun terkadang tak terpakai dan akhirnya dijual. Nah, ibu satu anak itu melihat peluang tersebut. “Kan banyak tuh perempuan pencinta tas, tapi dananya terbatas. Daripada beli yang palsu, mending beli yang asli, tapi second. Karena nilai jualnya juga masih tinggi,” jelasnya.

Bisnis jual tas bekas itu baru dimulai Januari lalu. Awalnya Dewi-lah yang aktif membujuk para artis untuk mau menitipkan tas bekas mereka. Sekarang, kata dia, justru mereka yang mencari-cari Dewi. “Iya, awalnya dulu memang begitu. Saya yang nawarin ke artis. Sekarang malah mereka yang nyari, “Dewi mau nitip jual tas,” begitu,” ucapnya. Beberapa artis yang sering menitipkan barangnya, antara lain, Happy Salma, Susan Bachtiar, Rianti Cartwright, dan Shanty.

Meski terhitung baru menjadi pebisnis, perempuan berkulit putih itu menyatakan belum menemukan kendala berarti. “Soalnya, yang kami jual kan barang asli. Kami teliti betul barangnya,” tegas dia.

Selain itu, karena tas dijual lewat online, Dewi lebih untung. Sebab, sebagai ibu dan istri, dia memiliki kewajiban mengurus keluarga. “Kalau online kan bisa dipantau dari rumah. Paling sibuknya kalau motret barang saja. Yah kira-kira dua kali seminggu,” katanya.

Kerugian juga bisa diminimalkan. Pasalnya, sistem yang dipakai dia titip jual. Bukan langsung dibeli, lalu dia jual. Sisi lainnya “karena juga penyuka tas” ketika menjalankan bisnis itu, dia sama dengan menjalankan hobi. “Saya kan perempuan. Doyan fashion dan tas juga,” tuturnya.(jan/c10/tia/jpnn)