JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemanfaatan platform digital dalam strategi komunikasi Bank Sumut meraih apresiasi pada acara 8 th Infobank Digital Awards 2019 di The Westin Jakarta Selatan, Kamis (16/5).
Bank Sumut menyabet 2 predikat sekaligus, yakni Peringkat II kategori Bank Umum Konvensional Modal Inti Rp1 Triliun hingga di Bawah Rp5 Triliun (BUKU II) Aset Rp25 Triliun ke Atas (Corporate Brand Bank Sumut), serta Peringkat II Kategori Tabungan Bank Umum Konvensional (Product Brand Tabungan Martabe).
Direktur Biro Riset Infobank, Eko B Supriyanto mengatakan, penghargaan ini diberikan kepada perusahaan dan produk yang berhasil meraih indeks tertinggi dalam digital branding di media online dan media sosial. Pengukuran dilakukan dari Januari hingga Desember 2018, dengan menggunakan metode Monitoring Social Media, bekerja sama dengan Isentia Indonesia.
Dari 205 institusi peraih award, 36 di antaranya adalah kategori bank umum, yang Bank Sumut termasuk di dalamnya.
Sekretaris Perusahaan Bank Sumut, Syahdan Ridwan Siregar mengatakan, Bank Sumut aktif memaksimalkan pemanfaatan platform digital, mulai dari pengelolaan website, pengoptimalan media massa online, hingga penggunaan media sosial. “Kami menyadari, di era digital saat ini, penggunaan platform digital dalam strategi komunikasi dan penguatan brand perusahaan, sangat penting untuk mendukung bisnis. Untuk itu, kami sangat bersyukur upaya kami membuahkan apresiasi,” katanya.
Penghargaan ini juga menjadi cermin sejauh mana reputasi positif Bank Sumut terbentuk di masyarakat. Saat ini, Bank Sumut juga terus melakukan inovasi konten media sosial, pembaruan website, dan perbaikan-perbaikan lain demi meningkatkan performa platform digital. (rel/saz)
BINJAI, SUMUTPOS.CO – Jaksa Penuntut Umum Perwira Tarigan menuntut 4 terdakwa yang terlibat dalam bentrok IPK-FKPPI dengan tuntutan berbeda. Dua terdakwa masing-masing, Riki Sitepu dan Irfandi alias Irfan dituntut 18 bulan. Sedangkan Riswanto Ginting dan Hendrik alias Gaboh dituntut 12 bulan.
Pembacaan tuntutan JPU di hadapan Ketua Majelis Hakim Fauzul Hamdi di Ruang Cakra PN Binjai, Senin (20/5).
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa Riki Sitepu dan Irfandi selama 1 tahun 6 bulan penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan. Dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” ujar Perwira. “Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa Hendrik dan Riswanto Ginting selama 1 tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan. Dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” tambah Perwira.
Sejumlah barang bukti yang disita yakni 1 bilah pisau sepanjang 40 cm yang terbuat dari besi runcing (bagian atas tumpul dan bergagang kayu yang dibalut karet warna hitam).
Kemudian, 1 unit mobil sedan BK 1484 IPK warna loreng IPK dan 1 potong baju loreng FKPPI yang terdapat bercak darah dalam keadaan robek.
“Menyatakan barang bukti mobil sedan BK 1484 IPK warna loreng IPK dirampas untuk dimusnahkan. Baju FKPPI dikembalikan kepada korban Chairuddin alias Irul,” jelas Perwira.
Usai membacakan tuntutannya, majelis hakim bertanya kepada keempat terdakwa. Bahwa keempat terdakwa memiliki hak yang sama, dapat menyampaikan pembelaannya melalui lisan atau tulisan.
Keempatnya memilih menyampaikan pembelaannya secara lisan. Hanya Riswanto yang mengatakan sesuai dengan tuntutan JPU. Sedangkan terdakwa lainnya merengek kepada majelis hakim untuk dapat meringakan putusannya.
“Saya mohon kepada majelis hakim untuk diringankan. Anak saya masih kecil, saya berjanji enggak mengulangi perbuatan saya,” ujar Terdakwa Riki.
Majelis hakim mengakhiri sidang. Pekan depan 27 Mei 2019 sidang kembali dilanjutkan dengan agenda putusan.
Sebelumnya, JPU perwira mendakwa keempat terdakwa dengan Dakwaan Primair Pasal 170 ayat (2) Subsidair Pasal 351 ayat (2). Sidang sebelumnya disebut majelis hakim aneh. Pasalnya, korban penganiayaan sebut bukan keempat terdakwa yang menganiaya. Sementara keempat terdakwa bersikukuh mengakui bahwa ada melakukan penganiayaan.
Diketahui, IPK dengan FKPPI berujung pembacokan terhadap Irul di areal kosong Pabrik Getah Lama yang dijadikan Arena Pasar Malam. Tepatnya di Jalan Jamin Ginting, Kelurahan Rambungbarat, Binjai Selatan, 18 Januari 2019 lalu.
Bentrok yang ditengarai karena rebutan lahan parkir Arena Pasar Malam ini mengakibatkan dua korban jatuh.
Paling parah, Irul mengalami luka bacok di perut sebelah kanan hingga ususnya terburai. Selain itu, Irul mengalami luka bacok sebelah tangan kiri bagian siku. Sedangkan Darma mengalami luka goresan di tangan sebelah kiri dan punggung. (ted/ala)
TEDDY/SUMUT POS
TERTUNDUK: Ame (kanan) hanya bisa tertunduk lesu saat hakim menolak eksepsinya.
TEDDY/SUMUT POS TERTUNDUK: Ame (kanan) hanya bisa tertunduk lesu saat hakim menolak eksepsinya.
BINJAI, SUMUTPOS.CO – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Binjai yang menyidangkan perkara bandar sabu Suarni alias Ame dan kawan-kawan (Cs) menolak eksepsi yang dilayangkan terdakwa melalui Penasehat Hukum mereka.
Demikian disampaikan Ketua Majelis Hakim Fauzul Hamdi didampingi Anggota David Simare-mare dan Aida Novita Harahap di Ruang Sidang Cakra PN Binjai, Senin (20/5).
“Pengadilan Negeri Binjai setelah melihat eksepsi Penasehat Hukum Terdakwa dan JPU pada intinya majelis hakim berpendapat pada akhirnya bahwa majelis menolak eksepsi terdakwa,” ujar Fauzul Hamdi dalam sidang yang dihadiri Jaksa Penuntut Umum Perwira Tarigan dan PH ketiga terdakwa.
“Kami tidak sependapat dengan Penasehat Hukum dalam kekeliruannya dan cacat hukum. Jadi intinya perkara ini dilanjutkan,” beber majelis hakim.
“Jaksa nanti hadirkan saksi-saksi lain dalam persidangan selanjutnya ya,” tambah majelis.
Majelis hakim mengakhiri sidang. Pekan depan 27 Mei 2019 sidang kembali dibuka dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh JPU Perwira.
Sebelumnya, Revai J Nababan seorang dari tiga penasehat hukum ketiga terdakwa menyatakan keberatan atas dakwaan Jaksa yang sudah didengar dalam sidang perdana, beberapa waktu lalu. Keberatan dimaksud yakni, kata dia, karena Pohan satu dari keempat terdakwa masih menghirup udara segar.
Ame Cs Diciduk di Jalan Petai Pasar 2 Cina, Komplek Mahkota Permai, Binjai Utara, Senin (29/10) lalu. Dari keempatnya, polisi menyita 95,69 gram sabu yang dikemas dalam 1 bungkus plastik besar dan dua paket kecil.
Selain itu, polisi juga menyita satu butir pil ekstasi warna hijau, satu buah timbangan elektrik, dua buah skop berbahan pipet, 50 buah plastik klip besar transparan, satu buah kotak lampu dan satu buah dompet yang diduga sebagai tempat menyimpan sabu serta buah telepon genggam.
Hasil penyidikan polisi, Suarni merupakan bandar atau pemilik narkoba. Sedangkan Pohan merupakan tangan kanan Suarni. Dua tersangka sisanya yakni Suratman dan Juna merupakan kaki tangan bandar. (ted/ala)
AGUSMAN/SUMUT POS
BANTAH: Lufti Nasution, terdakwa kepemilikan ganja dan sabu membantah keterangan polisi yang menangkapnya di PN Medan, Senin (20/5).
AGUSMAN/SUMUT POS BANTAH: Lufti Nasution, terdakwa kepemilikan ganja dan sabu membantah keterangan polisi yang menangkapnya di PN Medan, Senin (20/5).
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Terdakwa kepemilikan ganja dan narkotika jenis sabu, Lufti Nasution (47) tidak terima atas keterangan saksi polisi yang menangkapnya.
Pria bertato itu membantah keterangan saksi polisi, Ridwan Manurung dalam sidang yang berlangsung di ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (20/5).
Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim, saksi membeberkan bahwa terdakwa ditangkap saat mengendarai sepeda motornya di Jalan Sukmawati, Kelurahan Pasar Merah Timur, Kecamatan Medan Area.
“Pada saat itu, dia (terdakwa) lagi ‘ketinggian’ (mabuk narkoba), dia bawa speeda motor. Dari dompet terdapat satu linting ganja,” terang saksi di hadapan majelis hakim yang diketuai Ali Tarigan. Setelah diamankan, kemudian, lanjut saksi dari dalam jok sepeda motornya, juga ditemukan satu bungkus sabu paket kecil.
“Ganja ditemukan dari kantong belakangnya, sabu dari dalam jok motornya. Sepeda motor itu punya dia sendiri, tapi dia mencoba mengelak,” ungkap saksi.
Namun keterangan itu justru dibantah oleh terdakwa Lufti. Menurutnya, apa yang dituduhkan polisi tidaklah sesuai saat penangakapan dirinya di lapangan.
“Itu memang dompet saya. Tapi semua yang dikatakan saksi banyak salahnya,” kata terdakwa saat ditunjuk hakim barang bukti berupa dompet yang ada di meja majelis hakim.
Bahkan, menurut terdakwa saat penangkapan, dia seperti dijebak alias dikondisikan. Sebab, saat menggeledah dompetnya, ganja itu sudah ada di tangan personel polisi.
“Itu keterangan tidak benar, ini semua palsu. Itu versi dia (saksi), itu (ganja) sudah ada kian di tangan petugas,” bantah terdakwa.
Namun, saksi polisi juga membantah keterangan terdakwa. Hakim lantas juga bertanya kepada terdakwa, kenapa membantah keterangan saksi. Sebab, sepeda motor dan dompet adalah milik terdakwa.
“Bagaimana Anda membantah, tapi sepeda motor dan dompet itu milik saudara,” tanya hakim.
Tetapi, terdakwa tetap bersikukuh tetap pada keterangannya demikian juga dengan saksi polisi. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti kita hadirkan saksi yang lain,” ujar majelis hakim. Amatan di persidangan, antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan saksi polisi terlihat bersitegang. Dalam bisik-bisik tersebut, Jaksa sepertinya marah atas keterangan saksi yang tidak sesuai dengan dakwaan.
Dalam surat dakwaan JPU Tety Tampubolon, terdakwa Lufti ditangkap pada Desember 2018. Penangkapan itu atas adanya informasi masyarakat ke polisi.
Dari dalam dompetnya, terdakwa memegang satu bungkus kertas cokelat kecil yang berisikan narkotika jenis ganja kering seberat 0,08 gram. Para saksi langsung menyita bungkusan kertas tersebut.
Kemudian dari dalam jok sepeda motornya ditemukan satu bungkus kecil yang berisikan narkotika jenis sabu seberat 0,04 gram. Terdakwa lalu dibawa ke Polsek Medan Area untuk pemeriksaan lebih lanjut. (man/ala)
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Modus melakukan razia, seorang oknum polisi berinisial R melarikan sepeda motor Honda Beat BK 2351 ACU milik Rudi Hartono (48). Tak terima, warga Jalan Kawat, Kelurahan Tanjung Mulia Hilir, Kecamatan Medan Deli ini melapor ke Mapolsek Medan Labuhan, Senin (20/5).
PERISTIWA terjadi di Jalan KL Yos Sudarso, depan PT IKD, Sabtu (18/5) malam. Tepatnya di Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Labuhan.
Awalnya, korban akan pulang ke rumahnya. Tiba di lokasi, korban dipepet oleh oknum polisi berinisial R berpakaian dinas dan berboncengan dengan temannya memakai jaket.
Oknum polisi itu menanyakan surat-surat kendaraan korban. Karena tidak lengkap, oknum polisi itu meminta uang rokok. Karena tidak ada warung, oknum polisi itu mengambil alih sepeda motor dan membonceng korban menuju ke salah satu warung.
Setelah tiba di warung di kawasan Tanjung Mulia, korban turun dari boncengan menuju ke warung tersebut. Oknum polisi itu langsung kabur membawa sepeda motor korban.
Melihat itu, korban pun pasrah dan melaporkan kejadian itu ke Polsek Medan Labuhan.
“Malam itu aku distop, ditanya surat – surat aku. Karena tidak ada helm, dua polisi itu minta uang rokok. Ketika aku dibonceng naik kereta ke warung, kereta aku langsung dibawa kabur,” ungkap korban.
Kanit Reskrim Polsek Medan Labuhan, Iptu Bonar H Pohan mengatakan, pihaknya akan melakukan penyelidikan atas laporan korban. “Kita tindaklanjuti laporan korban. Oknumnya sedang kita lakukan pencarian,” katanya.(fac/ala)
ist
INTEROGASI: Kapolrestabes Medan (kanan) menginterogasi tiga pelaku yang menyerang SMAN 5.
ist INTEROGASI: Kapolrestabes Medan (kanan) menginterogasi tiga pelaku yang menyerang SMAN 5.
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Geng motor (Gemot) yang menyerang Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 5 beberapa waktu lalu, dibekuk. Satgas Anti Geng Motor Polrestabes Medan berhasil meringkus tiga pelaku.
Kapolrestabes Medan Kombes Pol Dadang Hartanto menyebut ketiga pelaku sudah ditetapkan menjadi tersangka. Tiga orang tersangka masing-masing berinisial, AMM (18) warga Jalan Komplek USU Medan. Pelaku ini merupakan seorang mahasiswa.
Kemudian dua pelaku lain merupakan pelajar SMA berinisial MF (18) dan LA (19). Keduanya warga Jalan Rahmadsyah Medan.
“Ketiganya diamankan setelah melakukan penyerangan terhadap sekolah SMA Negeri 5 di Jalan Pelajar, Kelurahan Teladan Timur, Kecamatan Medan Kota, Rabu (8/5) sekitar pukul 01.00 WIB,” ungkapnya didampingi Kasat Reskrim Polrestabes Medan AKBP Putu Yudha Prawira.
Dijelaskan Dadang, akibat penyerangan itu gedung sekolah mengalami kerusakan. Di antaranya, bagian kaca pintu depan masuk sekolah sebanyak satu lembar telah pecah, kaca samping kiri kanan pintu 1 lembar, kaca jendela ruangan guru pecah dan tidak dapat dipakai lagi.
Tak terima, Kepala SMAN 5 Drs Harris M Simamora (59) melaporkan kejadian itu ke kepolisian. Laporan Simamora tertuang dalam No.LP/ 400 /K/V/2019/SU/POLRESTABES MEDAN/SEK MEDAN KOTA.
Turut diamankan barang bukti 1 buah rekaman CCTV, 1 sepeda motor Honda Scoopy warna abu abu BK 6824 AHE, 1 unit HP, kaca jendela sekolah yang pecah, dan 6 buah batu.(dvs/ala)
M IDRIS/Sumutpos
Teks foto: Komisi B DPRD Medan melakukan rapat bersama dengan Dinkes, Dinsos dan BPJS Kesehatan Medan terkait 12 ribu kartu peserta baru PBI yang belum didistribusikan tetapi sudah dicetak, Senin (20/5).
M IDRIS/Sumutpos Teks foto: Komisi B DPRD Medan melakukan rapat bersama dengan Dinkes, Dinsos dan BPJS Kesehatan Medan terkait 12 ribu kartu peserta baru PBI yang belum didistribusikan tetapi sudah dicetak, Senin (20/5).
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi B DPRD Medan berencana melakukan hak interpelasi kepada Wali Kota Medan, terkait proses pembatalan 12 ribu warga Medan menjadi peserta baru Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.
Hal itu disepakati usai menggelar rapat bersama dengan Dinkes Medan, Dinsos Medan dan BPJS Kesehatan Medan di ruang Komisi B, Senin (20/5), yang dipimpin Ketua Komisi B Bahrumsyah.
Sebagaimana dalam rapat, anggota DPRD Medan yang bergaung di Komisi B, Bahrumsyah (Ketua), Edward Ht Barat, Paulus Sinulingga, Rajudin Sagala, Jumadi, M Yusuf bersama Kadis Kesehatan Kota Medan dr Edwin dan Dinas Sosial, BPJS Kesehatan tidak menemukan titik terang apa alasan pembatalan 12 warga menjadi peserta PBI BPJS.
Padahal, sebelumnya DPRD Medan bersama Dinas Kesehatan Kota Medan sudah menyepakati ke 12 ribu warga layak sebagai peserta PBI BPJS. Bahkan, kartu ke 12 ribu itu sudah dicetak namun belum didistribusikan. Begitu juga soal anggaran, Pemko Medan sudah mengalokasilan dana di APBD 2019 sebesar Rp21,5 miliar.
Terkait pembatalan 12 ribu warga masuk peserta PBI BPJS, DPRD Medan menuding keuangan di Pemko Medan tidak sehat. “Kita menduga ada skenario politik tidak sehat dalam kasus ini. Tujuannya APBD murni 2019 biar terjadi Silpa dengan pengalihan kebutuhan lain,” ujar Bahrumsyah.
Maka itu, lanjut Bahrumsyah, masalah itu harus tuntas sehingga Komisi B akan mengajukan hak Interpelasi. DPRD Medan juga menyebut pengelolaan keuangan saat ini sangat amburadul.
Sebelumnya pada rapat tersebut terungkap kalau 12 ribuan kartu BPJS Kesehatan untuk warga Medan yang menjadi calon peserta baru PBI, hingga kini belum juga didistribusikan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Medan. Padahal, kartu tersebut sudah dicetak. Ini menimbulkan kecurigaan Komisi B DPRD Kota Medan, di mana anggaran yang sudah dialokasikan sebesar Rp21,5 miliar akan dialihkan untuk kegiatan lain.
Ketua Komisi B DPRD Medan, Bahrumsyah mengatakan, dirinya sudah mendapat kabar bahwasanya kartu BPJS Kesehatan peserta baru PBI sebanyak 12 ribu tersebut belum didistribusikan. Bahkan, informasinya malah mau dibatalkan. Padahal, warga sudah tahu bahwa kartunya sudah dicetak.
“Penganggaran untuk program kesehatan ini tidak sepihak, melainkan harus ada kesepakatan antara DPRD dan Pemko Medan. Artinya, Pemko Medan tidak bisa ujuk-ujuk membuat kebijakan lain dengan sendirinya. Sebab, penganggaran ini sudah tertuang dalam peraturan daerah (perda). Jadi, tidak bisa dibatalkan begitu saja atau sepihak,” tegas Bahrumsyah yang memimpin rapat.
Diutarakan dia, pada bulan Maret dan April tahun ini, premi BPJS Kesehatan sudah berjalan dan anggarannya sudah dicairkan. Artinya, sudah dua bulan berjalan premi dan seharusnya masyarakat sudah menerima kartunya serta bisa memanfaatkannya. Namun, kenyataannya sekarang surat pengantar dari Dinkes Medan belum ada, sehingga menjadi pertanyaan premi yang dua bulan ini dikembalikan atau dilanjutkan?
Untuk triwulan pertama tahun ini sudah dibayarkan kepada BPJS Kesehatan, baik yang peserta lama maupun peserta baru. Namun, yang baru belum bisa dimanfaatkan lantaran kartu belum didistribusikan tetapi sudah dicetak. “Uang sudah dibayarkan kepada BPJS Kesehatan untuk triwulan. Namun tiba-tiba ditunda atau dibatalkan oleh Dinkes Medan. Bahkan, disebut-sebut mau ditarik kembali anggaran yang sudah dialokasikan untuk program kesehatan warga Medan. Kalau seperti ini jelas sudah tidak benar,” cetusnya.
Kata Bahrumsyah, kalau memang prosesnya harus melalui validasi data dari Dinsos Medan, kenapa Dinkes Medan menyampaikan data ke BPJS Kesehatan? Kalau begitu, data yang masuk tidak boleh disampaikan Dinkes Medan ke BPJS Kesehatan tanpa ada validasi Dinsos Medan. Namun, Dinkes Medan malah memberikan data kepada BPJS Kesehatan.
Namun demikian, muncul pertanyaan bagaimana mungkin BPJS Kesehatan berani mencetak kartu peserta baru PBI sebanyak 12 ribuan kalau tidak ada komunikasi dari Dinkes Medan? “Sangat tidak masuk akal BPJS Kesehatan berani mencetak kartu peserta baru PBI tersebut tanpa ada persetujuan dari Dinkes Medan. Tapi, kenapa tiba-tiba Dinkes Medan berdalih harus ada validasi dari Dinsos Medan,” ucapnya.
Ia menegaskan kembali, tidak mungkin BPJS Kesehatan berani mencetak kartu tanpa ada komunikasi dari Dinkes Medan. Sebab, secara aturan BPJS Kesehatan tidak lagi membutuhkan rekomendasi validasi data dari Dinsos Medan untuk peserta baru PBI. “BPJS Kesehatan tidak bodoh, ada datang petugas Dinkes Medan memberi data. Lantas, tiba-tiba tanpa ada komunikasi BPJS Kesehatan lalu memproses data tersebut dengan mencetak kartunya. Artinya, hanya melakukan konfirmasi data saja lantas BPJS Kesehatan mencetak kartunya, itu jelas tidak mungkin dilakukan,” ungkap Bahrumsyah.
Disebutkan dia, BPJS Kesehatan melakukan tindakan sesuai dengan prosedur, artinya ada komunikasi sebelumnya. Bahkan mereka telah melakukan hal ini sejak tahun lalu tetapi tidak pernah muncul persoalan.
“Dinkes Medan jangan berdalih harus ada validasi dari Dinsos Medan karena merujuk dari Permensos Nomor 5/2016. Padahal, Permensos tersebut sudah jauh belakangan sebelumnya. Artinya, sudah berganti kepala dinas tetap saja program kesehatan ini terus berjalan. Akan tetapi, kenapa kok sekarang digunakan payung hukum tersebut untuk program kesehatan ini yang sudah berjalan beberapa tahun? Kenapa tidak diterapkan pada tahun 2018? Kenapa tiba-tiba tahun ini baru teringat ada aturan tersebut lalu mau diterapkan pas ketika sudah dicetak kartunya,” papar Bahrumsyah.
Oleh sebab itu, politisi PAN ini menilai ada persoalan di Dinkes Medan kalau seperti itu kondisinya? Apakah memang bisa petugas Dinkes Medan memberi data lantas dicetak oleh BPJS Kesehatan? “BPJS Kesehatan tidak mungkin berani mencetak kalau tidak ada data yang mereka terima dari orang yang memiliki kapasitas. Jadi, jangan mempersulit yang sudah dianggarkan karena persoalan ini menyangkut nyawa orang dan tidak main-main,” ketusnya.
Dia melanjutkan, gara-gara sesuatu yang tidak pas, masyarakat menjadi korban tidak mendapat layanan kesehatan dari Pemko Medan. “Ada alur yang tidak benar terjadi di Dinkes Medan kalau memang seperti itu. Sangat aneh dan janggal, data yang diberikan Dinkes Medan untuk peserta baru PBI lalu diproses oleh BPJS Kesehatan dan dicetak kartunya. Namun, di tengah jalan tiba-tiba Dinkes Medan berubah haluan dengan mengacu kepada Permensos Nomor 5/2016,” ujarnya.
Jika memang belum menjadi ketetapan, lanjutnya, kenapa dibayarkan sehingga dicetak kartunya? BPJS Kesehatan baru bisa mengklaim ke BPKAD Medan apabila ada dokumen resmi dan sah dari Dinkes Medan. “Jadi, tidak mungkin BPJS Kesehatan langsung mengklaim ke BPKAD Medan tanpa ada surat resmi dan sah. Jika demikian alur atau pola keuangan di Pemko Medan, maka jelas amburadul,” beber dia.
Bahrumsyah menduga, ada intervensi atau intruksi pimpinan di Pemko Medan sehingga 12 ribu kartu yang sudah dicetak tapi belum juga didistribusikan. “Ada instruksi belakangan kepada Kepala Dinkes Medan, tapi tidak mungkin disampaikan olehnya untuk dibatalkan. Sehingga, mau tidak mau memasang badan agar program ini tidak berjalan. Kalau demikian yang dilakukan, tentu berbahaya dan akan bermasalah di kemudian hari. Ini akan menjadi masalah besar, karena sudah disepakati dan sesuai alurnya hingga dicetak kartunya tetapi mendadak belakangan diduga kuat ada instruksi untuk menghambat proses ini agar tidak berjalan,” ujarnya.
Menurut dia, Kepala Dinkes Medan awalnya sudah benar menerapkan seluruh alurnya. Namun, karena mendapat intervensi pimpinannya lantas berubah haluan. “Di dalam APBD kita tidak ada mengganggarkan kepada Dinsos Medan untuk melakukan validasi data sampai akhir tahun ini. Artinya, tak satu rupiah pun dianggarkan untuk itu. Oleh karena itu, seharusnya dari awal sudah ada perencanaan yang matang dari Sekda Kota Medan untuk masalah validasi yang tidak lagi dibebankan kepada Dinsos Medan. Kalau Dinsos Medan melakukan validasi maka menabrak aturan. Sebab, untuk validasi membutuhkan dana karena harus turun ke lapangan guna melakukan kroscek,” jabarnya.
Dia menyatakan, kalau memang mau dialihkan anggarannya jangan di tengah jalan. Jika memang teringat Permensos Nomor 5/2016, ketika melakukan rancangan anggaran bukan di saat sudah disahkan anggaran di Dinkes Medan. Artinya, ketika dilakukan rancangan APBD disampaikan bahwa proses validasi data untuk peserta baru PBI dilakukan oleh Dinsos Medan. Dengan demikian, sudah tertuang dalam nomenklatur APBD.
“Ini kok tiba-tiba, istilahnya enggak ada angin dan enggak ada hujan Permensos Nomor 5/2016 diterapkan kembali. Hal ini jelas tidak bisa dilakukan karena sudah diatur oleh Perda APBD (2019) dan tidak pernah mengamanahkan walaupun ada regulasi di atasnya (Permensos) untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan sosial. Artinya, aturan di atasnya harus diimplementasi melalui yang ada di bawahnya, bukan tumpang tindih. Jadi, lebih baik ketika pembahasan rancangan APBD tidak disetujui untuk penambahan peserta baru PBI. Daripada seperti ini, sudah disepakati ternyata di tengah jalan ada kebijakan yang melanggar aturan dan menghambat,” ketusnya.
Masih kata Bahrumsyah, sudah jelas diatur dalam Perda APBD bahwa validasi dilakukan oleh Dinkes Medan. Tapi Dinkes Medan malah bersikeras Dinsos Medan yang melakukan validasi karena berdasarkan Permensos Nomor 5/2016. Kalau begini caranya, jelas ada sesuatu yang ingin mengacaukan program yang sudah dirancang jauh-jauh hari.
“Jadi, ini mau diharapkan anggaran untuk program kesehatan supaya silpa. Selanjutnya, ketika perubahan APBD dialihkan ke kegiatan lain. Oleh karena itu, kami merekomendasi untuk segera melanjutkan program yang sudah dirancang sejak jauh-jauh hari. Jangan dipaksakan validasi kepada Dinsos Medan sementara tidak ada nomenklatur yang mengaturnya. Jangan pula berupaya menghambat dengan mencari-cari aturan sebagai payung hukum,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut dia mengatakan, anggaran yang dialokasi untuk program ini sebesar Rp21,5 miliar kini sudah memasuki bulan Mei tapi satu rupiah pun belum terserap. “Kami tidak mau ada skenario lain dibalik ini, hanya karena ingin dialihkan pada perubahan APBD nanti. Kalau memang begitu, kita jelas tidak setuju atau menolak,” ucapnya.
Bahrumsyah menuturkan, ada kebijakan dari petinggi di Pemko Medan untuk membatalkan proses ini semua. Kalau begini, maka seperti memakan buah simalakama. “Kalau ada kebijakan di tengah jalan, tidak bisa dikorbankan sistem yang sudah berjalan. Kalau demikian, bisa rusak sistem dan masyarakat dikorbankan. Baru kali ini terjadi persoalan seperti itu, padahal sebelumnya program ini sudah beberapa tahun berjalan,” tuturnya.
Sambung dia, enggak ada pernah yang sudah dituangkan dalam APBD tiba-tiba dibatalkan. Tidak boleh itu terjadi, dan APBD 2019 yang disahkan wali kota ikut meneken. “Kita akan mempertanyakan kepada wali kota nantinya. Bahkan, menggulirkan hak interplasi karena menyangkut masalah nyawa banyak orang. Seorang pimpinan daerah tidak boleh meminta kepala dinas untuk melampaui kewenangannya atau menabrak aturan. Apa memang benar ada kebijakan dari Sekda yang mengintervensi kepala Dinkes Medan sehingga ingin membatalkan? Makanya, kami ingin memastikan lebih jauh,” tanya dia.
Ditambahkannnya, ada ketidaksinkronan di Dinkes Medan, kok bisa-bisanya kepala Dinas tidak mengetahui data yang dikirim ke BPJS Kesehatan hingga kartunya dicetak. Disisi lain, BPKAD Medan telah mengeluarkan anggaran untuk membayar klaim pencetakan kartu tersebut. “Makanya, ini perlu disikapi secara serius. Pemko kebingungan mencari dana segar, makanya dilakukan efisiensi hingga memotong gaji (memberhentikan) honorer (pegawai harian lepas). Padahal, efesiensi bukan memangkas tetap mengurangi anggaran kegiatan yang tidak bersifat prioritas. Makanya, ini sangat kejam dan bahaya,” kata dia.
Anggota Komisi B, Rajuddin Sagala yang hadir mempertanyakan kenapa kartu sudah dicetak tetapi belum didistribusikan apalagi digunakan, ada apa ini sebenarnya? “Saya heran dan mempertanyakan, kenapa sudah dicairkan dan dicetak kartunya tapi Dinkes Medan seolah-olah buang badan atau tidak tahu, ada apa ini? Dari yang disampaikan BPJS Kesehatan, mereka sudah mengajukan ke Dinkes Medan dan mendapat persetujuan untuk dicairkan ke BPKAD Medan. Jadi, sepertinya Pak Edwin sudah jelas tidak tepat diposisinya,” kata Rajuddin.
Sementara, Kepala Dinkes Medan, Edwin Effendi mengaku, prosedur untuk penambahan peserta PBI memang harus ada surat pengantar resmi dari pihaknya. Sebelum ada surat pengantar tersebut, maka belum menjadi ketetapan penambahan kepesertaan PBI dan ini sudah tertuang dalam kesepakatan dengan BPJS Kesehatan.
Namun, dalam proses peserta baru PBI ini, menurut dia, prosedurnya perlu melalui validasi Dinsos Medan yang tertuang dalam Permensos Nomor 5/2016. “Dalam Permensos tersebut tegas menyatakan tentang kepesertaan PBI. Awalnya kami memberikan untuk data peserta baru guna mempermudah tetapi belum menjadi ketetapan karena harus melalui proses validasi Dinsos Medan,” akunya.
Edwin bersikukuh bahwa pihaknya tetap membutuhkan validasi dari Dinsos Medan untuk penambahan peserta baru PBI. “Kita hanya mengantarkan data saja tetapi belum menjadi ketetapan karena butuh validasi dari Dinsos Medan,” katanya.
Disinggung adanya instruksi dari pimpinan di Pemko Medan sehingga belum juga terdistribusi kartu BPJS Kesehatan tersebut, Edwin tak menjawab pasti. Ia mengaku hanya mengikuti tupoksi atau kewenangannya sehingga kembali menerapkan Permensos 5/2016.
Kepala Bidang Kepesertaan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Medan, Supriyanto mengatakan, peserta PBI bulan Mei 2019 belum ada penambahan satu pun. Artinya, belum mendapat data dari Dinkes Medan. “Kita hanya menunggu kapan data itu masuk dan paling lambat per tanggal 20 setiap bulan,” ujarnya.
Dikatakan Supriyanto, pihaknya baru bisa memproses apabila sudah ada surat resmi dari Dinkes Medan. Dengan kata lain, harus ada surat pengantar dari Dinkes Medan. “Kalau data yang disampaikan hanya secara lisan maka belum bisa diproses lebih jauh. Sebab, surat pengantar tersebut menjadi laporan pertanggungjawaban nantinya karena akan diaudit,” tegasnya.
Diakui dia, untuk pembayaran pencetakan kartu memang sudah ada persetujuan dari Dinkes Medan, makanya bisa mengklaim ke BPKAD Medan untuk dicairkan. “Kita tetap mengajukan ke Dinkes Medan lalu baru ke BPKAD,” ucapnya.
Namun demikian, walaupun kartu sudah dicetak, tetapi tetap belum bisa memproses dan menagihnya ke Dinkes Medan dikarenakan belum ada surat resmi. “Jika nantinya dibayarkan, maka akan kita kembalikan karena surat resmi yang masuk ke kita belum ada menerima sampai sekarang. Akan tetapi, lantaran belum ada surat resmi maka belum dapat diproses dan kita pertanyakan lagi apakah dikembalikan atau didistribusikan,” tandasnya.
Diketahui, alokasi anggaran untuk jaminan kesehatan khususnya PBI BPJS Kesehatan telah ditambah tahun ini dari sebelumnya Rp90 miliar menjadi Rp111,5 miliar. Otomatis, jumlah penerima bantuan kesehatan ini pun bertambah. Di tahun 2018, kepesertaan BPJS berjumlah sekitar 326 ribu jiwa. Maka dari itu, pada 2019 kuota bertambah 80.527 jiwa. Artinya, sekitar 400 ribu lebih penerima bantuan kesehatan yang diakomodir. (ris/ila)
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diminta menghapuskan rujukan berjenjang kepada rumah sakit (RS) pendidikan. Sebab, adanya rujukan berjenjang tersebut menyebabkan pendapatan RS jadi menurun. Permintaan ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Medan, Edwin Effendi.
Menurut Edwin, RS Pendidikan tentunya telah diwajibkan untuk memberikan pelayanan kesehatan, baik primer, sekunder dan tersier. Hal ini tertuang dalam PP 93 tahun 2015 tentang RS Pendidikan.
“BPJS Kesehatan harus mempertimbangkan PP 93 tentang RS Pendidikan. Dalam PP tersebut, pada Pasal 12 menyebutkan, Rumah Sakit Pendidikan utama harus melaksanakan pelayanan kesehatan primer, pelayanan kesehatan sekunder, dan pelayanan kesehatan tertier,” ungkapnya, kepada wartawan kemarin.
Ia melanjutkan, artinya RSUD dr Pirngadi Medan selaku RS Pendidikan harusnya boleh menerima pasien yang ingin mendapatkan pelayanan primer, sekunder dan tersier. Hal itu boleh dilakukan tanpa harus menunggu pasien rujukan dari RS kelas C. “RS pendidikan harus melaksanakan pelayanan kesehatan primer. Jadi seharusnya, pasien bisa langsung ke RS pendidikan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tertier,” jelasnya.
Edwin juga meminta BPJS Kesehatan mempertimbangkan pembayaran klaim RS yang melayani spesialisasi di luar kompetensinya. Karena ada RS kelas C memberikan pelayanan kesehatan yang seharusnya dilayani di RS kelas B. “Jadi BPJS harus mempertimbangkan pembayaran klaim tersebut,” ucapnya.
Direktur RSUD dr Pirngadi Medan, dr Suryadi SpPD mengakui sejak diberlakukannya rujukan berjenjang itu, 40 persen pasien rawat jalan di rumah sakitnya mengalami penurunan. Karena itu, ia berharap, tidak diberlakukannya sistim rujukan berjenjang, karena banyak pasien yang mau berobat ke RSUD dr Pirngadi. “Dalam rapat kita dengan Dinas Kesehatan, bagian hukum Pemko Medan dan BPJS Kesehatan, intinya bagaimana masyarakat banyak berobat. RS Pirngadi merupakan RS pendidikan, utamanya untuk para dokter dan tenaga medis,” ujarnya.
Untuk itu, Suryadi berharap sistem berjenjang tidak diberlakukan di rumah sakit karena banyak pasien mau ke Pirngadi. Ia juga menyatakan dalam Peraturan Pemerintah (PP) menyebutkan, rumah sakit type B bisa melayani pelayanan tersier.
“PP No 93 tahun 2015 mengartikan pasien dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) bisa langsung ke RS kelas B, apalagi untuk pelayanan sekunder. Sementara BPJS Kesehatan berdasarkan SK Direktur harus melalui rujukan berjenjang. RS Pirngadi memiliki potensi dengan letaknya strategis di tengah kota, SDM cukup dan mumpuni, tenaga yang konsulen. Jadi kita tinggal menyempurnakan alat-alat kesehatan,” pungkasnya.
Diketahui, pemberlakuan rujukan berjenjang yang diberlakukan BPJS Kesehatan telah memberikan dampak bagi rumah sakit. Dampaknya, menyebabkan turunnya jumlah kunjungan pasien yang berimbas pada menurunnya pendapatan rumah sakit. (ris/ila)
M IDRIS/sumut pos
BERSAMA: Puluhan anak yatim foto bersama dengan Japnas Sumut sebelum nobar film di bioskop Focal Point Medan, Senin (20/5).
M IDRIS/sumut pos BERSAMA: Puluhan anak yatim foto bersama dengan Japnas Sumut sebelum nobar film di bioskop Focal Point Medan, Senin (20/5).
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jaringan Pengusaha Nasional Provinsi Suma-tera Utara mengajak sekitar 30 anak yatim Panti Asuhan Al Washliyah Pinang Baris menonton film Upin Ipin Movie di bioskop Focal Point Medan, dalam rangkaian kegiatan bulan suci Ramadan, Senin (20/5). Kegiatan tersebut merupakan rangkaian dari Japnas Berbakti Provinsi Sumut untuk berbagi kebahagian di bulan ramadan.
Ketua Japnas Berbakti Provinsi Sumut, Tengku Adri mengatakan, kegiatan yang dilakukan berbeda dari acara biasanya. Apalagi para anak-anak yatim ini belum pernah menonton film, maka pihaknya ingin mewujudkan keinginan mereka agar bisa dikenang dalam hidup mereka.
“Tujuan kami sangat sederhana yakni ingin menghibur para anak yatim dengan kegiatan yang berbeda dan nantinya bisa membekas dan menjadi kenangan dalam hidup mereka. Apalagi, banyak dari mereka yang belum pernah menonton bioskop, maka itu saat ini kami bisa wujudkan dengan menonton bersama,” katanya.
Adri mengaku, sebagai perhimpunan Jaringan Pengusaha Nasional yang independen dan berkomitmen untuk memajukan serta mensejahterakan bangsa Indonesia dengan memperjuangkan perubahan paradigma ekonomi bangsa yang berbasis konsumsi menjadi bangsa berbasis produksi.
“Japnas tidak hanya berbicara tentang berbagai usaha saja. Kami juga ingin membuat kegiatan sosial yang bisa membantu masyarakat, menyenangkan anak yatim dengan berbagai kegiatan positif seperti ini,” ujarnya.
Ketua Japnas Sumut, Syahrul Akbar mengungkapkan, kegiatan Japnas berbakti ini nantinya akan terus berlanjut. Japnas Sumut yang berdiri pada 27 November 2017 lalu dan ini merupakan rangkaian kegiatan Ramadan di tahun kedua yang pihaknya lakukan.
“Di tahun kedua ini, kami mulai muncul dengan melakukan sejumlah rangkaian kegiatan eksternal dan salah satunya dengan berbagi bersama anak yatim di bulan Ramadan. Kami berharap dengan kegiatan bakti sosial mengajak anak yatim nonton film bersama bisa menghibur mereka dan membuat pengalaman bagi mereka,” ungkapnya.
Syahrul menambahkan, selain kegiatan bakti sosial, pihaknya juga mengadakan rangkaian acara bulan Ramadan, yakni kegiatan Ngabuburit Bareng Pengusaha Sumut ‘Relaksasi Pasca Pemilu dalam Menciptakan Iklim Usaha yang Kondusif’ pada Selasa (21/5) mendatang. (ris/ila)
M IDRIS/Sumutpos
Wakil Ketua DPRD Medan, Iswanda Ramli saat sosialisasi Perda KTR di Jalan Garuda Gang Langgar, Medan Sunggal belum lama ini.
M IDRIS/Sumutpos Wakil Ketua DPRD Medan, Iswanda Ramli saat sosialisasi Perda KTR di Jalan Garuda Gang Langgar, Medan Sunggal belum lama ini.
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan bersama Pemerintah Kota Medan telah menghasilkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Me-dan Nomor 3 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Produk hukum ini untuk menjamin kesehatan masyarakat.
“Merokok, bukan hanya merugikan bagi perokok sendiri, tetapi juga masyarakat di sekitarnya atau sering disebut dengan perokok pasif,” ujar Wakil Ketua DPRD Medan, Iswanda Ramli ketika mensosialisasikan Perda Nomor 3 tahun 2014 tentang KTR pada sosialisasi ke IX yang dilaksanakannya di Jalan Garuda Gang Langgar, Medan Sunggal belum lama ini.
Di dalam Perda, kata Nanda, telah diatur tempat-tempat yang dilarang merokok, yakni tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja serta tempat umum. “Tujuannya adalah untuk memastikan merokok tidak di sembarangan tempat,” ujarnya.
Tempat anak bermain, lanjut Ketua PDK Kosgoro 1957 Medan ini, meliputi kelompok bermain, penitipan anak, pendidikan anak usia dini, taman kanak-kanak, tempat hiburan anak dan tempat anak bermain lainnya. Tempat ibadah, sambung Nanda, meliputi masjid/musholla, gereja, pura, vihara, klenteng dan tempat ibadah lainnya serta angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum.
“Jadi, semua itu termasuk area KTR. Di area itu dilarang merokok dan kalau merokok di area itu akan dikenakan sanki pidana berupa kurungan badan ataupun denda seperti yang disebutkan diatas,” sebutnya.
Di dalam Perda juga, tambahnya, jelas dinyatakan bahwa setiap orang yang merokok di tempat area yang dinyatakan sebagai KTR di Kota Medan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 22 ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 41 diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) hari atau pidana denda paling banyak Rp50.000 (lima puluh ribu rupiah).
Selain itu, lanjutnya, setiap orang atau badan yang mempromosikan, mengiklankan, menjual dan/atau membeli rokok di area yang dinyatakan KTR diancam pidana kurungan paling lama 7 (tujuh) hari atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000 (lima juta rupiah). “Artinya, promosi juga tidak boleh sembarangan,” katanya.
Sedangkan bagi setiap pengelola/penyelenggara, pimpinan atau penanggungjawab KTR tidak melaksanakan pengawasan internal, membiarkan orang lain merokok dan tidak memasang tanda-tanda dilarang merokok di tempat atau area yang dinyatakan KTR, katanya, diancam kurungan paling lama 15 hari atau denda pidana paling banyak Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
Area atau tempat yang dinyatakan KTR sesuai Pasal 7, sebutnya, adalah fasilitas pelayanan kesehatan, meliputi rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, balai pengobatan dan laboratorium. Tempat proses belajar mengajar, meliputi sekolah perguruan tinggi, balai pendidikan dan pelatihan, balai latihan kerja, bimbingan belajar, tempat kursus serta tempat proses belajar mengajar lainnya.
“Jadi, output yang didapat dari penerapan Perda ini adalah bahwa DPRD bersama Pemko Medan konsern terhadap kesehatan masyarakat. Selain itu juga, sarana pelayan umum terhindar dari kebiasaan membuang puntung rokok sembarangan,” tukasnya.
Terpisah, dr Juanita, akademisi dari USU mengatakan, prevalensi merokok setiap harinya di Kota Medan cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena pengetahuan dan sikap responden tentang rokok serta bahaya merokok belum diikuti dengan perilaku sehat.
Untuk itu, perlu ditingkatkan sosialisasi bahaya rokok baik bagi kesehatan serta dampak ekonomi dan sosial bagi kehidupan masyarakat kedepannya. “Harus rutin melakukan edukasi kesehatan, terutama pada remaja agar tidak mencoba untuk mulai merokok. Serta, perlu upaya promotif dan preventif,” ujarnya. (ris/ila)