25.6 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Usulan PGRI untuk Atasi Persoalan Zonasi, Perlu Distribusi Guru di Sekolah Favorit

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polemik penyelenggaraan penerimaan peserta didik baru (PPDB) umumnya dipicu motivasi berebut masuk sekolah favorit atau unggulan. Untuk itu, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengusulkan distribusi atau rotasi kepala sekolah dan guru dari sekolah favorit ke nonfavorit. Kalau langkah itu diambil, diharapkan lambat laun akan memeratakan dan mengatrol kualitas sekolah.

Menurut Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi PB PGRI Wijaya, pemerintah daerah tingkat kabupaten atau kota serta provinsi perlu melakukan pemetaan kepala sekolah dan guru di sekolah negeri. Pemetaan itu diperlukan untuk menentukan kepala sekolah dan guru-guru yang selama ini berkontribusi membangun sekolah negeri. Sehingga sekolah tersebut mendapatkan cap sekolah favorit atau sekolah unggulan dari masyarakat. “Setelah dipetakan, guru-guru dan kepala sekolah itu didistribusikan ke sekolah dengan akreditasi atau kualitas di bawahnya,” katanya di Jakarta, kemarin (21/7).

Harapannya, setelah beberapa tahun, sekolah non unggulan tadi meningkat menjadi sekolah favorit. Sehingga alternatif sekolah favorit di suatu daerah atau wilayah semakin banyak. Pendaftar atau siswa baru tidak menumpuk di beberapa sekolah saja.

Wijaya menyebutkan, kondisi sekolah negeri selama ini sangat beragam. Ada yang bagus sekali. Tapi, ada juga yang masih di bawah standar nasional pendidikan (SNP). Diperlukan pemerataan kualitas sekolah negeri yang tidak sebatas melalui pembangunan fisik saja. Tapi, juga melalui pemerataan kualitas guru serta kepala sekolahnya.

Wijaya menambahkan, pada era PPDB berbasis zonasi, guru tidak dihadapkan dengan siswa yang heterogen secara akademik. Melainkan siswa yang beragam kemampuan akademiknya. Pasalnya, siswa diterima di sekolah mengacu jarak kediamannya dengan sekolah yang dituju. Apa pun kondisi akademiknya. Meski, ada sebagian porsi PPDB yang dibuka untuk jalur prestasi.

Wijaya mengatakan, proses PPDB perlu pengawasan bersama. Mulai dari organisasi profesi guru seperti PGRI, pemda, Kemendikbudristek, Kemenag, masyarakat, sampai aparat penegak hukum. Tujuannya untuk memastikan integritas dalam penyelenggaraan

PGRI juga mendorong perlu adanya evaluasi PPDB secara menyeluruh dan mendalam. Terutama PPDB jalur zonasi dan perpindahan orang tua yang membuka celah berbagai modus kecurangan. “Berikan sanksi tegas terhadap para pelaku pemalsu dokumen dan pungli,” ujarnya.

Distribusi guru dan kepala sekolah ini coba diurai Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui sistem manajemen talenta. Sistem baru ini akan memudahkan sekolah memenuhi kebutuhan guru di sekolahnya.

Nantinya, sekolah diberi kewenangan mengangkat guru sesuai kebutuhannya. Sehingga diharapkan pemerataan guru bisa dilakukan hingga pelosok negeri. Bukan hanya itu, pemerintah pun menyiapkan insentif untuk para guru yang mau ditempatkan di daerah 3T.

Selain guru, Kemendikbudristek juga baru saja menelurkan sistem untuk pengangkatan kepala sekolah. Sistem baru ini diklaim Mendikbudristek Nadiem Makarim akan lebih selektif dalam pemilihan kepala sekolah. Dinas pendidikan pun dapat mengecek kandidat-kandidat kepala sekolah secara lebih mudah karena terkoneksi dapodik. “Dinas dapat mengecek data ketersediaan kandidat kepala sekolah yang sesuai regulasi,” ucapnya.

Sistem ini, kata dia, akan membuat pengangkatan kepala sekolah ini lebih efektif. Sebab, sistem bakal terintegrasi secara digital dan terdokumentasi dalam satu platform digital.

Lebih lanjut, dengan adanya sistem tersebut, guru penggerak yang sudah memenuhi syarat menjadi kepala sekolah dapat segera diangkat. Mereka tak perlu menjadi pelaksana tugas terlebih dahulu.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Nunuk Suryani menambahkan, pemenuhan kepala sekolah definitif masih menjadi pekerjaan rumah Kemendikbudristek. Tercatat, masih ada 44 ribu lebih satuan pendidikan tak memiliki kepala sekolah definitif. “Tantangan untuk pengisian kepala sekolah. Hal ini dikarenakan satuan pendidikan itu diisi oleh Plt kepala sekolah,” katanya.

Beruntungnya, saat ini banyak kepala sekolah yang berpotensi diangkat secara definitif. Mereka merupakan lulusan program guru penggerak yang memang disiapkan untuk menjadi pemimpin berkualitas.

Dari total 31.928 guru yang lulus program guru penggerak, 5.262 di antaranya telah diangkat menjadi kepala sekolah. ’’Saat ini ada 22 ribu guru penggerak yang punya sertifikat calon kepala sekolah yang berpotensi diangkat,” ungkapnya. (wan/mia/c17/ttg/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polemik penyelenggaraan penerimaan peserta didik baru (PPDB) umumnya dipicu motivasi berebut masuk sekolah favorit atau unggulan. Untuk itu, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengusulkan distribusi atau rotasi kepala sekolah dan guru dari sekolah favorit ke nonfavorit. Kalau langkah itu diambil, diharapkan lambat laun akan memeratakan dan mengatrol kualitas sekolah.

Menurut Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi PB PGRI Wijaya, pemerintah daerah tingkat kabupaten atau kota serta provinsi perlu melakukan pemetaan kepala sekolah dan guru di sekolah negeri. Pemetaan itu diperlukan untuk menentukan kepala sekolah dan guru-guru yang selama ini berkontribusi membangun sekolah negeri. Sehingga sekolah tersebut mendapatkan cap sekolah favorit atau sekolah unggulan dari masyarakat. “Setelah dipetakan, guru-guru dan kepala sekolah itu didistribusikan ke sekolah dengan akreditasi atau kualitas di bawahnya,” katanya di Jakarta, kemarin (21/7).

Harapannya, setelah beberapa tahun, sekolah non unggulan tadi meningkat menjadi sekolah favorit. Sehingga alternatif sekolah favorit di suatu daerah atau wilayah semakin banyak. Pendaftar atau siswa baru tidak menumpuk di beberapa sekolah saja.

Wijaya menyebutkan, kondisi sekolah negeri selama ini sangat beragam. Ada yang bagus sekali. Tapi, ada juga yang masih di bawah standar nasional pendidikan (SNP). Diperlukan pemerataan kualitas sekolah negeri yang tidak sebatas melalui pembangunan fisik saja. Tapi, juga melalui pemerataan kualitas guru serta kepala sekolahnya.

Wijaya menambahkan, pada era PPDB berbasis zonasi, guru tidak dihadapkan dengan siswa yang heterogen secara akademik. Melainkan siswa yang beragam kemampuan akademiknya. Pasalnya, siswa diterima di sekolah mengacu jarak kediamannya dengan sekolah yang dituju. Apa pun kondisi akademiknya. Meski, ada sebagian porsi PPDB yang dibuka untuk jalur prestasi.

Wijaya mengatakan, proses PPDB perlu pengawasan bersama. Mulai dari organisasi profesi guru seperti PGRI, pemda, Kemendikbudristek, Kemenag, masyarakat, sampai aparat penegak hukum. Tujuannya untuk memastikan integritas dalam penyelenggaraan

PGRI juga mendorong perlu adanya evaluasi PPDB secara menyeluruh dan mendalam. Terutama PPDB jalur zonasi dan perpindahan orang tua yang membuka celah berbagai modus kecurangan. “Berikan sanksi tegas terhadap para pelaku pemalsu dokumen dan pungli,” ujarnya.

Distribusi guru dan kepala sekolah ini coba diurai Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui sistem manajemen talenta. Sistem baru ini akan memudahkan sekolah memenuhi kebutuhan guru di sekolahnya.

Nantinya, sekolah diberi kewenangan mengangkat guru sesuai kebutuhannya. Sehingga diharapkan pemerataan guru bisa dilakukan hingga pelosok negeri. Bukan hanya itu, pemerintah pun menyiapkan insentif untuk para guru yang mau ditempatkan di daerah 3T.

Selain guru, Kemendikbudristek juga baru saja menelurkan sistem untuk pengangkatan kepala sekolah. Sistem baru ini diklaim Mendikbudristek Nadiem Makarim akan lebih selektif dalam pemilihan kepala sekolah. Dinas pendidikan pun dapat mengecek kandidat-kandidat kepala sekolah secara lebih mudah karena terkoneksi dapodik. “Dinas dapat mengecek data ketersediaan kandidat kepala sekolah yang sesuai regulasi,” ucapnya.

Sistem ini, kata dia, akan membuat pengangkatan kepala sekolah ini lebih efektif. Sebab, sistem bakal terintegrasi secara digital dan terdokumentasi dalam satu platform digital.

Lebih lanjut, dengan adanya sistem tersebut, guru penggerak yang sudah memenuhi syarat menjadi kepala sekolah dapat segera diangkat. Mereka tak perlu menjadi pelaksana tugas terlebih dahulu.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Nunuk Suryani menambahkan, pemenuhan kepala sekolah definitif masih menjadi pekerjaan rumah Kemendikbudristek. Tercatat, masih ada 44 ribu lebih satuan pendidikan tak memiliki kepala sekolah definitif. “Tantangan untuk pengisian kepala sekolah. Hal ini dikarenakan satuan pendidikan itu diisi oleh Plt kepala sekolah,” katanya.

Beruntungnya, saat ini banyak kepala sekolah yang berpotensi diangkat secara definitif. Mereka merupakan lulusan program guru penggerak yang memang disiapkan untuk menjadi pemimpin berkualitas.

Dari total 31.928 guru yang lulus program guru penggerak, 5.262 di antaranya telah diangkat menjadi kepala sekolah. ’’Saat ini ada 22 ribu guru penggerak yang punya sertifikat calon kepala sekolah yang berpotensi diangkat,” ungkapnya. (wan/mia/c17/ttg/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/