30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

PN Jakpus Putuskan Pemilu 2024 Ditunda

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengabulkan gugatan yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), terkait gugatan perdata atas hasil verifikasi administrasi partai politik untuk Pemilu 2024. PN Jakpus menghukum KPU untuk menunda penyelenggaraan Pemilu.

“Menerima gugatan penggugat (Partai Prima) untuk seluruhnya. Menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat (KPU RI),” demikian bunyi putusan PN Jakpus, Kamis (2/3).

Putusan ini dibacakan pada Kamis (2/3), oleh Ketua Majelis Hakim T Oyong dengan Hakim Anggota Bakri dan Dominggus Silaban. Serta, panitera pengganti Bobi Iskandardinata. PN Jakpus meminta KPU sebagai pihak tergugat untuk tidak melanjutkan proses tahapan Pemilu 2024. Sehingga, KPU diminta untuk melakukan penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024. “Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024, sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” pinta Hakim PN Jakpus.

Selain menunda proses tahapan Pemilu, PN Jakpus juga meminta KPU sebagai pihak tergugat untuk melakukan ganti rugi sebesar Rp500 juta kepada pihak penggugat, dalam hal ini Partai Prima. “Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada penggugat,” demikian putusan PN Jakpus.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim memerintahkan KPU untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 guna memulihkan dan menciptakan keadaan yang adil serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan, ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan yang dilakukan pihak tergugat, dalam hal ini KPU.

Selain itu, majelis hakim menyatakan fakta-fakta hukum telah membuktikan terjadi kondisi error pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang disebabkan faktor kualitas alat yang digunakan atau faktor di luar prasarana.

Hal tersebut terjadi saat Partai Prima mengalami kesulitan dalam menyampaikan perbaikan data peserta partai politik ke dalam Sipol yang mengalami error pada sistem. Tanpa adanya toleransi atas apa yang terjadi tersebut, akhirnya KPU menetapkan status Partai Prima tidak memenuhi syarat (TMS).

Merespons putusan ini, Ketua KPU Hasyim Asy’ari menegaskan akan mengajukan upaya hukum banding. Sebab, KPU sudah mulai melakukan proses tahapan Pemilu 2024. “KPU akan upaya hukum banding,” tegas Hasyim merespons putusan tersebut.

Juru Bicara PN Jakpus Zulkifli Atjo mengatakan, putusan dalam gugatan perdata yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) belum berkekuatan hukum tetap (inkrah). “Perkara ini adalah gugatan biasa diajukan dengan perdata, sehingga hukum acaranya putusan ini belum mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Zulkifli di PN Jakarta Pusat, kemarin.

“Saya belum melihat, apakah KPU itu menyatakan banding. Akan tetapi, saya melihat di media bahwa KPU menyatakan banding, tentunya sejak hari ini terhitung 14 hari tergugat harus menyatakan banding kalau tidak sependapat dengan putusan itu. Setelah itu, kita tunggu putusan bandingnya seperti apa,” ungkap Zulkifli.

Zulkifli juga menolak bahwa putusan tersebut memerintahkan penundaan Pemilu 2024. “Saya tidak mengartikan seperti itu (menunda Pemilu), tidak. Jadi silakan rekan-rekan (media) mengartikan itu. Akan tetapi, bahasa putusan itu seperti itu, ya, menunda tahapan. Jadi, rekan-rekan kalau mengartikan menunda Pemilu itu, saya tidak tahu, amar putusannya tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu,” kata Zulkifli.

Zulkifli pun menyebut, gugatan tersebut berbeda dengan gugatan antarpartai politik karena merupakan jenis gugatan perdata mengenai perbuatan melawan hukum. “Jadi, pengadilan negeri sudah memutuskan perkara seperti itu, setiap perkara ada dua pihak yang diberikan kesempatan mengajukan upaya hukum apabila tidak sependapat, termasuk KPU,” ungkapnya.

Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menilai, putusan PN Jakpus ini tidak menghalangi pelaksanaan Pemilu 2024. “Oleh karena itu, putusan ini tidak menghalangi KPU melaksanakan tugasnya melanjutkan tahapan Pemilu hingga diselenggarakan pada 14 Februari 2024,” kata Mardani dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (2/3).

Hal tersebut, kata Mardani, karena gugatan yang diajukan Partai Prima adalah gugatan perbuatan melawan hukum. “Yang menyatakan Partai Prima dirugikan secara perdata, namun tidak demikian dengan partai lain,” ujarnya.

Mardani juga menyebut, surat keputusan terhadap KPU seharusnya diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Bukan wilayah PN (pengadilan negeri),” imbuhnya.

Terlebih, ujarnya lagi, putusan terkait Pemilu berjalan atau tunda merupakan ranah kewenangan dari Mahkamah Konstitusi. Untuk itu, Mardani mengatakan, tahapan Pemilu 2024 yang saat ini sudah berjalan tidak bisa diinterupsi hanya karena persoalan satu partai.

Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menilai, putusan PN Jakpus yang meminta KPU menunda Pemilu 2024 keliru. Yusril mengatakan, seharusnya putusan tersebut hanya bersifat mengikat penggugat dan tergugat. ’’Saya berpendapat, majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini,” kata Yusril kepada wartawan, Kamis (2/3).

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menjalaskan, putusan itu seharusnya hanya merespons gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang menggugat perdata atas hasil verifikasi administrasi KPU. Sehingga, bukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa, dan juga bukan gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara.

Karena itu, maka sengketa yang terjadi  adalah antara penggugat yakni Partai Prima dan tergugat KPU, tidak menyangkut pihak lain. Ia menegaskan, putusan itu tidak berlaku untuk umum. ’’Oleh karena itu, putusan mengabulkan dalam sengketa perdata biasa hanyalah mengikat penggugat dan tergugat saja, tidak dapat mengikat pihak lain. Putusannya tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau erga omnes,” tegas Yusril.

Yusril memandang, putusan PN Jakarta Pusat itu berbeda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara, seperti pengujian UU oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atau peraturan lainnya oleh Mahkamah Agung (MA). Sifat putusannya berlaku bagi semua orang (erga omnes).

“Dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, jika gugatan ingin dikabulkan majelis hakim, maka putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai Penggugat dan KPU sebagai Tergugat, tidak mengikat partai-partai lain baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai Peserta Pemilu,” ucap Yusril.

Dia menyebut, jika majelis hakim berpendapat bahwa gugatan Partai Prima beralasan hukum, maka seharusnya KPU yang dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima, tanpa harus mengganggu partai-partai lain dan mengganggu tahapan Pemilu 2024.

Yusril berpendapat, gugatan tersebut sebenarnya bukan materi perbuatan melawan hukum, tetapi gugatan sengketa administrasi pemilu yang prosedurnya harus dilakukan di Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN). ‘’’Pada hemat saya majelis harusnya menolak gugatan Partai Prima, atau menyatakan NO atau gugatan tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri tdk bewenang mengadili perkara tersebut,” tegas dia.

Sementara, Dewan Pimpinan Pusat Partai Rakyat Adil Makmur (DPP Prima) berharap seluruh pihak menghormati putusan hakim yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu 2024. “Kebenaran telah menemukan jalannya sendiri,” kata Ketua Umum Prima Agus Jabo Priyono dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/3).

Agus menjelaskan, gugatan terhadap KPU itu dilayangkan usai mereka menemukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU yaitu menghilangkan hak Partai Prima sebagai peserta pemilu dan hak untuk dipilih. “Yang mana merupakan hak konstitusi dan hak asasi yang diatur oleh hukum nasional maupun internasional,” imbuhnya.

Agus melanjutkan dalam tahapan verifikasi administrasi, Partai Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan, sehingga mereka tidak dapat mengikuti proses verifikasi. Padahal, menurutnya, keanggotaan Partai Prima telah memenuhi syarat.

Partai Prima, lanjut Agus, sudah memperjuangkan keadilan melalui gugatan ke sejumlah institusi seperti Bawaslu dan PTUN. “Prima sudah memperjuangkan keadilan melalui gugatan ke pelbagai institusi seperti Bawaslu dan PTUN. Hasilnya, gugatan tersebut tidak diterima karena PTUN merasa tidak memiliki kewenangan untuk mengadili gugatan PRIMA,” kata Agus.

Dia mengatakan hal itu terjadi karena KPU membatasi hak politik Partai Prima sehingga mereka tidak memiliki legal standing di PTUN. Agus juga menegaskan partainya sudah mendesak agar tahapan proses pemilu dihentikan sementara dan KPU harus segera diaudit. Partai Prima menilai penyelenggaraan Pemilu 2024 terdapat banyak masalah. (jpc/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengabulkan gugatan yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), terkait gugatan perdata atas hasil verifikasi administrasi partai politik untuk Pemilu 2024. PN Jakpus menghukum KPU untuk menunda penyelenggaraan Pemilu.

“Menerima gugatan penggugat (Partai Prima) untuk seluruhnya. Menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat (KPU RI),” demikian bunyi putusan PN Jakpus, Kamis (2/3).

Putusan ini dibacakan pada Kamis (2/3), oleh Ketua Majelis Hakim T Oyong dengan Hakim Anggota Bakri dan Dominggus Silaban. Serta, panitera pengganti Bobi Iskandardinata. PN Jakpus meminta KPU sebagai pihak tergugat untuk tidak melanjutkan proses tahapan Pemilu 2024. Sehingga, KPU diminta untuk melakukan penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024. “Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024, sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” pinta Hakim PN Jakpus.

Selain menunda proses tahapan Pemilu, PN Jakpus juga meminta KPU sebagai pihak tergugat untuk melakukan ganti rugi sebesar Rp500 juta kepada pihak penggugat, dalam hal ini Partai Prima. “Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada penggugat,” demikian putusan PN Jakpus.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim memerintahkan KPU untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 guna memulihkan dan menciptakan keadaan yang adil serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan, ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan yang dilakukan pihak tergugat, dalam hal ini KPU.

Selain itu, majelis hakim menyatakan fakta-fakta hukum telah membuktikan terjadi kondisi error pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang disebabkan faktor kualitas alat yang digunakan atau faktor di luar prasarana.

Hal tersebut terjadi saat Partai Prima mengalami kesulitan dalam menyampaikan perbaikan data peserta partai politik ke dalam Sipol yang mengalami error pada sistem. Tanpa adanya toleransi atas apa yang terjadi tersebut, akhirnya KPU menetapkan status Partai Prima tidak memenuhi syarat (TMS).

Merespons putusan ini, Ketua KPU Hasyim Asy’ari menegaskan akan mengajukan upaya hukum banding. Sebab, KPU sudah mulai melakukan proses tahapan Pemilu 2024. “KPU akan upaya hukum banding,” tegas Hasyim merespons putusan tersebut.

Juru Bicara PN Jakpus Zulkifli Atjo mengatakan, putusan dalam gugatan perdata yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) belum berkekuatan hukum tetap (inkrah). “Perkara ini adalah gugatan biasa diajukan dengan perdata, sehingga hukum acaranya putusan ini belum mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Zulkifli di PN Jakarta Pusat, kemarin.

“Saya belum melihat, apakah KPU itu menyatakan banding. Akan tetapi, saya melihat di media bahwa KPU menyatakan banding, tentunya sejak hari ini terhitung 14 hari tergugat harus menyatakan banding kalau tidak sependapat dengan putusan itu. Setelah itu, kita tunggu putusan bandingnya seperti apa,” ungkap Zulkifli.

Zulkifli juga menolak bahwa putusan tersebut memerintahkan penundaan Pemilu 2024. “Saya tidak mengartikan seperti itu (menunda Pemilu), tidak. Jadi silakan rekan-rekan (media) mengartikan itu. Akan tetapi, bahasa putusan itu seperti itu, ya, menunda tahapan. Jadi, rekan-rekan kalau mengartikan menunda Pemilu itu, saya tidak tahu, amar putusannya tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu,” kata Zulkifli.

Zulkifli pun menyebut, gugatan tersebut berbeda dengan gugatan antarpartai politik karena merupakan jenis gugatan perdata mengenai perbuatan melawan hukum. “Jadi, pengadilan negeri sudah memutuskan perkara seperti itu, setiap perkara ada dua pihak yang diberikan kesempatan mengajukan upaya hukum apabila tidak sependapat, termasuk KPU,” ungkapnya.

Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menilai, putusan PN Jakpus ini tidak menghalangi pelaksanaan Pemilu 2024. “Oleh karena itu, putusan ini tidak menghalangi KPU melaksanakan tugasnya melanjutkan tahapan Pemilu hingga diselenggarakan pada 14 Februari 2024,” kata Mardani dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (2/3).

Hal tersebut, kata Mardani, karena gugatan yang diajukan Partai Prima adalah gugatan perbuatan melawan hukum. “Yang menyatakan Partai Prima dirugikan secara perdata, namun tidak demikian dengan partai lain,” ujarnya.

Mardani juga menyebut, surat keputusan terhadap KPU seharusnya diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Bukan wilayah PN (pengadilan negeri),” imbuhnya.

Terlebih, ujarnya lagi, putusan terkait Pemilu berjalan atau tunda merupakan ranah kewenangan dari Mahkamah Konstitusi. Untuk itu, Mardani mengatakan, tahapan Pemilu 2024 yang saat ini sudah berjalan tidak bisa diinterupsi hanya karena persoalan satu partai.

Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menilai, putusan PN Jakpus yang meminta KPU menunda Pemilu 2024 keliru. Yusril mengatakan, seharusnya putusan tersebut hanya bersifat mengikat penggugat dan tergugat. ’’Saya berpendapat, majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini,” kata Yusril kepada wartawan, Kamis (2/3).

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menjalaskan, putusan itu seharusnya hanya merespons gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang menggugat perdata atas hasil verifikasi administrasi KPU. Sehingga, bukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa, dan juga bukan gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara.

Karena itu, maka sengketa yang terjadi  adalah antara penggugat yakni Partai Prima dan tergugat KPU, tidak menyangkut pihak lain. Ia menegaskan, putusan itu tidak berlaku untuk umum. ’’Oleh karena itu, putusan mengabulkan dalam sengketa perdata biasa hanyalah mengikat penggugat dan tergugat saja, tidak dapat mengikat pihak lain. Putusannya tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau erga omnes,” tegas Yusril.

Yusril memandang, putusan PN Jakarta Pusat itu berbeda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara, seperti pengujian UU oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atau peraturan lainnya oleh Mahkamah Agung (MA). Sifat putusannya berlaku bagi semua orang (erga omnes).

“Dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, jika gugatan ingin dikabulkan majelis hakim, maka putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai Penggugat dan KPU sebagai Tergugat, tidak mengikat partai-partai lain baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai Peserta Pemilu,” ucap Yusril.

Dia menyebut, jika majelis hakim berpendapat bahwa gugatan Partai Prima beralasan hukum, maka seharusnya KPU yang dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima, tanpa harus mengganggu partai-partai lain dan mengganggu tahapan Pemilu 2024.

Yusril berpendapat, gugatan tersebut sebenarnya bukan materi perbuatan melawan hukum, tetapi gugatan sengketa administrasi pemilu yang prosedurnya harus dilakukan di Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN). ‘’’Pada hemat saya majelis harusnya menolak gugatan Partai Prima, atau menyatakan NO atau gugatan tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri tdk bewenang mengadili perkara tersebut,” tegas dia.

Sementara, Dewan Pimpinan Pusat Partai Rakyat Adil Makmur (DPP Prima) berharap seluruh pihak menghormati putusan hakim yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu 2024. “Kebenaran telah menemukan jalannya sendiri,” kata Ketua Umum Prima Agus Jabo Priyono dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/3).

Agus menjelaskan, gugatan terhadap KPU itu dilayangkan usai mereka menemukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU yaitu menghilangkan hak Partai Prima sebagai peserta pemilu dan hak untuk dipilih. “Yang mana merupakan hak konstitusi dan hak asasi yang diatur oleh hukum nasional maupun internasional,” imbuhnya.

Agus melanjutkan dalam tahapan verifikasi administrasi, Partai Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan, sehingga mereka tidak dapat mengikuti proses verifikasi. Padahal, menurutnya, keanggotaan Partai Prima telah memenuhi syarat.

Partai Prima, lanjut Agus, sudah memperjuangkan keadilan melalui gugatan ke sejumlah institusi seperti Bawaslu dan PTUN. “Prima sudah memperjuangkan keadilan melalui gugatan ke pelbagai institusi seperti Bawaslu dan PTUN. Hasilnya, gugatan tersebut tidak diterima karena PTUN merasa tidak memiliki kewenangan untuk mengadili gugatan PRIMA,” kata Agus.

Dia mengatakan hal itu terjadi karena KPU membatasi hak politik Partai Prima sehingga mereka tidak memiliki legal standing di PTUN. Agus juga menegaskan partainya sudah mendesak agar tahapan proses pemilu dihentikan sementara dan KPU harus segera diaudit. Partai Prima menilai penyelenggaraan Pemilu 2024 terdapat banyak masalah. (jpc/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/