JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Di saat upaya islah masih alot, hubungan kedua kubu di internal Partai Golkar memanas lagi. Setidaknya dua hal menjadi pemicunya. Pertama, keluarnya putusan provisi Pengadilan Negeri Jakarta Utara (Jakut)yang menyatakan DPP Partai Golkar yang sah adalah hasil Musyawarah Nasional (Munas) Riau tahun 2009, dengan ketua umum Aburizal Bakrie.
Dengan keluarnya putusan PN Jakut itu, kubu Ical makin ngotot bahwa mereka yang berhak meneken SK penetapan calon yang akan diusung di pilkada. Padahal, sebelum keluar putusan PN Jakut ini saja, masalah ini merupakan poin paling alot yang belum disepakati dalam proses nego untuk islah. Sedang kubu Agung merasa putusan PN Jakut itu belum berlaku karena masih ada banding.
Hal kedua yang memicu hubungan kedua kubu panas lagi, karena kubu Agung mulai menggelar musyawarah daerah (musda), antara lain sudah digelar di Bali yang diwarnai keributan. Khusus untuk Dewan Pimpinan Daerah (DPD) tingkat II se-Sumut, kubu Agung memerintahkan agar mereka sudah menggelar musda paling lambat Agustus 2015. Disusul kemudian Musda DPD Tingkat I paling telat September 2015. Jika sudah kelar semua, Munas digelar Oktober 2015.
“Ini nanti didahului dengan penyerahan SK-SK kepada pengurus kecamatan, agar DPD tingkat II bisa segera menggelar Musda, untuk mendapatkan ketua definitif. Paling lambat Agustus dan untuk tingkat I paling lambat September,” terang Juru Bicara kubu Agung, Leo Nababan, kepada koran ini di Jakarta, kemarin (3/6).
Musda-musda ini harus digelar, kata Leo, karena kepengurusan definitif yang lama, sudah habis masa tugasnya. “Pihak sana (kubu Ical, red) itu masa jabatannya sudah habis. Sudah satu tahun lebih SK-nya sudah mati,” cetus Leo, yang juga Plt Ketua DPD Golkar Sumut kubu Agung itu.
Loh, bukankah saat ini fokus upaya islah dan kubu Ical sudah menunjuk lima kadernya untuk menjadi anggota tim penjaringan gabungan? Leo dengan enteng mengatakan, secara pribadi dirinya menilai, upaya islah bakal gagal total. Alasannya, poin krusial menyangkut siapa yang berhak meneken SK pencalonan di pilkada, sulit tercapai kesepakatan.
“Bagi kami tak bisa ditawar-tawar lagi, harus Agung Laksono dan Zainudin Amali (Sekjen kubu Agung, red) yang meneken SK pencalonan, karena kami yang pegang SK menkumham, kami yang pegang akta,” cetusnya.
Terkait keluarnya putusan PN Jakut yang memenangkan kubu Ical dan dijadikan dasar bahwa mereka yang berhak meneken SK pencalonan di pilkada, Leo mengatakan, mirip dengan putusan PTUN Jakarta Timur, putusan itu belum berlaku karena pihaknya masih mengajukan banding.
“Dan yang lebih penting lagi, tidak ada kewenangan PN memutuskan perkara sengketa kepengurusan partai. Sudah jelas aturan di UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai politik, bahwa jika ada pertarunagn di internal partai, itu diserahkan ke Mahkamah Partai yang putusannya final dan mengikat. Mahkamah Partai itu sama dengan Mahkamah Militer, sama dengan Mahkamah Pajak, yang setara dengan Pengadilan Negeri,” beber Leo.
Dia mengimbau para politisi agar mentaati ketentuan di UU itu, terlebih UU juga dibuat oleh para politisi yang duduk di Senayan. “Hukum is hukum, jangan hukum dipolitisasi, karena kalau politik itu, ya pol diitik-itik,” kata Leo sembari terkekeh.
Dengan dalih itu, Leo menyatakan, persiapan pilkada kubu Agung tetap jalan terus. Penjaringan bakal calon akan segera ditutup, dilanjutkan survei untuk mengukur popularitas para kandidat.
Diketahui, dalam perkembangan upaya islah khusus menghadapi pilkada, Ical telah memilih lima kader terbaiknya untuk masuk dalam tim penjaringan bakal calon kepala daerah . Kelima nama di tim penjaringan itu adalah MS Hidayat (ketua tim), Theo L Sambuaga, Nurdin Halid, Syarif Tjitjip Sutardjo, dan Aziz Syamsuddin.
Ditemui seusai memimpin rapat konsolidasi di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (2/6) malam, Ical mengatakan, tim tersebut akan bekerja jika kubu Agung Laksono sudah membentuk tim dan sudah tidak melakukan kegiatan melanggar hukum lagi.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Nurdin Halid mengatakan, pihaknya yang berhak meneken SK pencalonan. Ini berdasar putusan PTUN Jakarta Timur dan putusan PN Jakarta Utara. “Yang berhak tanda tangan itu ketum dan sekjen (hasil) munas Riau,” kata Nurdin.(sam/rbb)