JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Koalisi Indonesia Hebat pendukung pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla berusaha mencari titik temu dengan Koalisi Merah Putih dalam penentuan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Namun, proses itu berlangsung alot. Sehingga agenda pemilihan pimpinan MPR yang seharusnya dilaksanakan kemarin (6/10) disepakati ditunda.
Keputusan penundaan itu dicapai dalam rapat gabungan pimpinan fraksi di komplek parlemen, Jakarta, kemarin. Awalnya, 6 partai di Koalisi Merah Putih (KMP) kompak menginginkan pemilihan dilaksanakan kemarin malam. Partai Golkar, Partai Gerindra, PKS, PAN, dan PPP sepakat pemilihan tetap sesuai jadwal semula.
Keinginan itu mendapat sanggahan dari lima komponen yang menginginkan penundaan. Mereka adalah 4 partai anggota KIH (PDIP, PKB, Partai Nasdem, Partai Hanura), plus Dewan Perwakilan Daerah (DPD). “KMP usul hari ini (kemarin), tapi PPP mengubah untuk besok (hari ini, Red),” ungkap Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Edhy Prabowo setelah rapat.
Kenapa PP begitu menentukan? Seperti diketahui, PPP terbukti loyal dengan KMP selama ini. Namun, ‘kesetiaan’ itu tidak mendapat balasan yang setimpal dari KMP. Dalam pembicaraan pimpinan partai-partai KMP di kediaman Aburizal Bakrie, Sabtu malam (4/10), nama wakil PPP tidak dimasukkan dalam paket pimpinan MPR yang diusung. Posisinya tergeser oleh PKS. Saat itu, opsi komposisi pimpinan yang menguat hanya menempatkan kader PPP yang ada di DPD, Ahmad Muqowwam.
Dengan perubahan sikap PPP tersebut, komposisi dukungan akhirnya berubah. Kubu KIH plus DPD dan tambahan dukungan PPP sementara di atas angin. Selain mendorong pemilihan ditunda hari ini, KIH juga meminta pemilihan dilaksanakan dengan jalan musyawarah mufakat.
Atas keputusan di forum rapat gabungan tersebut, kubu KMP menyatakan kesiapannya. “Bagi kami besok atau sekarang tidak masalah,” imbuh Edhy.
Sesaat pascarapat gabungan yang memutus penundaan agenda pemilihan tersebut, Fraksi PPP langsung melaksanakan rapat. Rapat tersebut dihadiri kedua elit yang selama ini menjadi simbol dua kubu. Suryadharma Ali dan Romahurmuziy turut hadir.”Hari ini (kemarin, Red), sepakat bulat dengan dihadiri ketua, sekretaris fraksi, dengan seluruh anggota fraksi, dipimpin ketua umum dan sekjen, agar PPP perjuangkan kader partai,” ujar Romahurmuziy usai rapat.
Dia melanjutkan, kader PPP tersebut adalah Wakil Ketua Umum DPP PPP Hasrul Azwar.
Romy, nama panggilan Romahurmuziy menegaskan, keputusan mengusung Hasrul tersebut adalah keputusan bulat yang tidak bisa ditawar. Termasuk, imbuh dia, terkait posisi KMP sebagaimana sempat disampaikan beberapa pihak di internal KMP tentang komposisi calon pimpinan MPR yang akan diusung. “Biarlah malam ini (tadi malam, Red) akan ada rapat lagi diantara ketua umum KMP untuk putuskan itu, tapi dari PPP harga mati harus ada 1 dari PPP, yakni Pak Hasrul,” tegas.
Kalau tidak diterima KMP, apakah akan gabung KIH? Romy -sapaan akrabnya- tidak menjawabnya secara terbuka. “Amanat kepada pimpinan Fraksi PPP MPR, perjuangkan kader PPP untuk duduk di pimpinan MPR. Mohon ini dipahami secara utuh, karena itu amanat yang utama,” katanya.
Atas sikap terakhir PPP tersebut, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menyatakan kalau komposisi yang sempat menjadi pembicaraan beberapa hari lalu, baru sebatas positioning. Atau, lanjut dia, belum bicara nama-nama. “Kita lihat saja, kita belum final,” kata Fadli.”Menurut dia, partai-partai di KMP tidak terlalu menganggap penting jabatan dalam pembicaraan selama ini. “Kita tidak terlalu memikirkan jabatan. Belum tentu PPP tidak dapat jabatan, mungkin saja (dapat),” jelasnya.
Dari informasi yang dihimpun dari sejumlah pihak di internal KMP, Gerindra siap melepas jatah kursinya terkait sikap PPP terakhir. Langkah itu siap dilakukan untuk tetap menjaga soliditas partai-partai di KMP. “Intinya, semua bisa dibicarakan, kami (KMP) semua sudah sepakat jabatan itu bukan segalanya,” kata Fadli lagi.
Di pihak PDIP, keputusan penundaan pemilihan pimpinan MPR tersebut disambut positif. Wasekjen DPP PDIP Ahmad Basarah mengatakan, fraksinya di parlemen akan memanfaatkan waktu penundaan rapat paripurna tersebut untuk terus melakukan lobi. Lobi tersebut tujuannya agar pimpinan MPR dapat terpilih melalui musyawarah mufakat. “Fraksi PDIP di MPR berikhtiar untuk mengedepankan musyawarah mufakat. Kami akan melakukan lobi-lobi parpol dan DPD agar besok tidak ada voting,” kata Basarah.
Menurut dia, dengan dilakukan pemilihan pimpinan MPR melalui musyawarah mufakat, maka dikotomi bisa dicegah. “Kami sepakat bahwa MPR jiwa Indonesia dan MPR merupakan raga Indonesia. Kita tidak mau ada dikotomi,” tegasnya.
Dari informasi yang dihimpun, PDIP siap mendorong satu kadernya untuk duduk sebagai salah satu wakil ketua MPR dalam kompromi paket pimpinan MPR. Dalam paket yang ingin diusung, anggota DPD yang akan ditempatkan menjadi ketua MPR.”Kalau nama, kami belum tentukan, yang penting sekarang pemilihan (pimpinan MPR) musyawarah mufakat dulu, bukan melalui voting,” imbuh Basarah.
Sikap fraksi PDIP itu memang selaras dengan sikap pimpinan DPD. Ketua DPD Irman Gusman juga menyatakan kalau bagi pihaknya yang paling penting adalah soal mekanisme pemilihan yang melalui musyawarah mufakat. “Mekanisme pemilihan itu yang pokok, soal nama, kami ingin menyatukan dua kekuatan besar (KMP dan KIH, Red) yang ada,” kata Irman.
Hingga saat ini, DPD juga masih akan membahas satu nama yang nanti akan diajukan dalam paket pimpinan MPR. Sebelumnya, DPD mengajukan 9 nama untuk menjadi kandidat calon pimpinan MPR. Namun, dalam rapat gabungan, fraksi-fraksi di DPR meminta kalau DPD cukup mengajukan satu nama saja. “Itu tidak masalah, itu urusan internal kami, sederhananya saja menyelesaikannya,” imbuh Irman optimis. (dyn/kim/jpnn/rbb)