28 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Politik Saling Bunuh, Fenomena Jelang Pemilu

Kompetisi antara calon anggota legislatif (caleg) menjelang Pemilu Legislatif (pileg) 2014 terus memanas. Sayanganya persaingan itu tidak hanya saling adu program, tapi juga akan diwarnai dengan  praktek politik ‘bunuh-bunuhan’, yang biasanya dilakukan dengan melempar isu kasus pidana maupun korupsi di tengah masyarakat.

”PRAKTEK seperti itu diperkirakan akan marak terjadi. Tujuannya untuk membunuh karakter caleg atau partai politik tertentu. Tentunya pasti akan banyak perkara. Banyak dokumen yang akan ditebar,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun dalam diskusi ‘Noda hitam pemberantasan korupsi’ di kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Minggu (8/12).

Perang antar caleg, lanjut Tama, akan ditandai dengan peningkatan volume laporan kasus korupsi ke penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

”Diperkirakan akan banyak aduan kepada aparat penegak hukum. Di sini juga akan muncul kerawanan lembaga penegak hukum untuk dijadikan alat menghabisi lawan politik,” tandasnya.

Apalagi, menurut Tama, lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia seperti Kepolisian ataupun KPK proses pemilihannya tidak lepas dari proses politik di DPR, sehingga, rawan digunakan untuk alat politik.

”KPK rawan korupsi politik karena sistem rekrutmen pimpinan dan penyidiknya masih banyak kelemahan. Karena itu, perlu peran serta masyarakat dalam mengawasi dan mengawal proses pemilu yang akan diselenggarakan pada 2014. Ini sekaligus juga mengawasi aparat penegak hukum,” paparnya.

Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain mengaku khawatir hasil politisi yang duduk di DPR nanti akan tetap diisi muka-muka lama. Ini tentunya mengulang kejahatan-kejahatan terorganisir seperti korupsi dan melemahkan pemberantasan korupsi.

”Kami  mencatat 80 persen caleg yang akan maju pada 2014 muka lama, sehingga, dikhawatirkan akan tetap mengulang kejahatan-kejahatan terorganisir seperti korupsi. Karena itu, Rakernas YLBHI dan LBH akan kampanyekan caleg-caleg yang masuk daftar hitam kita tidak bakal dipilih,” katanya.

Apalagi, lanjut Bahrain, dari 80 persen caleg tersebut beberapa di antaranya terindikasi terlibat dalam kasus korupsi. Sebab, terdiri dari muka-muka lama. Oleh karena itu, Bahrain, YLBHI bersama lembaga swadaya masyarakat lainnya akan mengimbau untuk tidak memilih kembali muka-muka lama dalam pemilu legislatif April 2014 mendatang.

”Kami juga mengimbau kepada partai politik untuk memperbaiki sistem rekrutmennya. Sehingga, caleg yang maju adalah bersih dan bebas korupsi. Sebab, jika terus muka lama, maka parlemen hanya menjadi bagian untuk memuluskan proses-proses penguasa. Apalagi, di parlemen lebih banyaknya orang Demokrat, sehingga pengawasan kinerja eksekutif tidak berjalan secara efektif,”pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, KPU menetapkan 6.608 orang yang terdaftar dalam DCT (Daftar Calon Tetap) DPR setelah perbaikan dan sengketa Daftar Calon Sementara (DCS) di Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka memperebutkan 560 kursi DPR pada 77 dapil (daerah pemilihan). Jumlah DCT tersebut diseleksi dari 6.641 nama yang diajukan oleh 12 partai politik (parpol) peserta pemilu. (dms/ris/jpnn)

Kompetisi antara calon anggota legislatif (caleg) menjelang Pemilu Legislatif (pileg) 2014 terus memanas. Sayanganya persaingan itu tidak hanya saling adu program, tapi juga akan diwarnai dengan  praktek politik ‘bunuh-bunuhan’, yang biasanya dilakukan dengan melempar isu kasus pidana maupun korupsi di tengah masyarakat.

”PRAKTEK seperti itu diperkirakan akan marak terjadi. Tujuannya untuk membunuh karakter caleg atau partai politik tertentu. Tentunya pasti akan banyak perkara. Banyak dokumen yang akan ditebar,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun dalam diskusi ‘Noda hitam pemberantasan korupsi’ di kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Minggu (8/12).

Perang antar caleg, lanjut Tama, akan ditandai dengan peningkatan volume laporan kasus korupsi ke penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

”Diperkirakan akan banyak aduan kepada aparat penegak hukum. Di sini juga akan muncul kerawanan lembaga penegak hukum untuk dijadikan alat menghabisi lawan politik,” tandasnya.

Apalagi, menurut Tama, lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia seperti Kepolisian ataupun KPK proses pemilihannya tidak lepas dari proses politik di DPR, sehingga, rawan digunakan untuk alat politik.

”KPK rawan korupsi politik karena sistem rekrutmen pimpinan dan penyidiknya masih banyak kelemahan. Karena itu, perlu peran serta masyarakat dalam mengawasi dan mengawal proses pemilu yang akan diselenggarakan pada 2014. Ini sekaligus juga mengawasi aparat penegak hukum,” paparnya.

Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain mengaku khawatir hasil politisi yang duduk di DPR nanti akan tetap diisi muka-muka lama. Ini tentunya mengulang kejahatan-kejahatan terorganisir seperti korupsi dan melemahkan pemberantasan korupsi.

”Kami  mencatat 80 persen caleg yang akan maju pada 2014 muka lama, sehingga, dikhawatirkan akan tetap mengulang kejahatan-kejahatan terorganisir seperti korupsi. Karena itu, Rakernas YLBHI dan LBH akan kampanyekan caleg-caleg yang masuk daftar hitam kita tidak bakal dipilih,” katanya.

Apalagi, lanjut Bahrain, dari 80 persen caleg tersebut beberapa di antaranya terindikasi terlibat dalam kasus korupsi. Sebab, terdiri dari muka-muka lama. Oleh karena itu, Bahrain, YLBHI bersama lembaga swadaya masyarakat lainnya akan mengimbau untuk tidak memilih kembali muka-muka lama dalam pemilu legislatif April 2014 mendatang.

”Kami juga mengimbau kepada partai politik untuk memperbaiki sistem rekrutmennya. Sehingga, caleg yang maju adalah bersih dan bebas korupsi. Sebab, jika terus muka lama, maka parlemen hanya menjadi bagian untuk memuluskan proses-proses penguasa. Apalagi, di parlemen lebih banyaknya orang Demokrat, sehingga pengawasan kinerja eksekutif tidak berjalan secara efektif,”pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, KPU menetapkan 6.608 orang yang terdaftar dalam DCT (Daftar Calon Tetap) DPR setelah perbaikan dan sengketa Daftar Calon Sementara (DCS) di Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka memperebutkan 560 kursi DPR pada 77 dapil (daerah pemilihan). Jumlah DCT tersebut diseleksi dari 6.641 nama yang diajukan oleh 12 partai politik (parpol) peserta pemilu. (dms/ris/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/