26 C
Medan
Monday, October 21, 2024
spot_img

Mantan Koruptor Tak Bisa Maju di Pilkada, Bawaslu Minta DPR Revisi UU Pilkada

PENYAMPAIAN: Ketua Bawaslu Abhan  memberi penyampaian tentang Pilkada Serentak  di Hotel Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (10/12).
PENYAMPAIAN: Ketua Bawaslu Abhan  memberi penyampaian tentang Pilkada Serentak di Hotel Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (10/12).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak melarang mantan koruptor maju di Pilkada serentak 2020. Bawaslu menyebut aturan tersebut dapat dipatahkan apabila DPR merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

“Kami kira ini yang perlu di dorong parlemen ya, agar persoalan itu dinormakan di undang-undang. Karena hak politik itu hanya bisa dicabut dengan dua hal, putusan peradilan ataupun di undang-undang, iya harus dinormakan di undang-undang. Ya kita dorong politisi Senayan sekarang untuk dinormakan, diundang-undangkan,” ujar Ketua Bawaslu Abhan di Hotel Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (10/12).

Abhan mengatakan dalam aturannya, hanya dua hal yang melarang seseorang untuk mencalonkan diri untuk maju di Pilkada. Aturan tersebut tidak melarang eks koruptor.

“Ini kan ketentuan di undang-undangnya demikan hanya dua yang dilarang itu, bandar narkoba sama kejahatan terhadap anak, itu dua,” kata dia.

Abhan menilai perlu adanya revisi terbatas pada UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dia menyebut komitmen tersebut tergantung kesiapan anggota DPR.

“Kami kira banyak hal revisi (UU No 10 Tahun 2016) yang harus dilakukan. Saol itu (e-rekap) kemudian soal syarat calon dan sebagainya, mungkin perlu direvisi. Tergantung komitmen di DPR. Kami berharap itu, karena pintu masuk hanya di dewan, lembaga legislatif,” tutur Abhan.

Kepada partai politik, Abhan berharap agar mencalonkan kader yang mempunyai rekam jejak yang baik. Menurutnya banyak anak bangsa yang bebas korupsi untuk maju sebagai kepala daerah.

“Sama halnya kami juga akan mengimbau secara moral kepada partai politik untuk mengusung orang-orang yang memang punya track record yang baik, tidak punya catatan soal napi koruptor. Saya kira putra bangsa kita itu banyak yang baik, masak harus mengajukan yang punya track record yang jelek,” ucapnya.

Seperti diketahui, mantan terpidana kasus korupsi tidak dilarang mencalonkan diri dalam Pilkada 2020. Hal tersebut diketahui berdasarkan peraturan KPU (PKPU).

Sementara, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Kepala Daerah merupakan jalan tengah.

PKPU itu sendiri tak mengatur larangan calon kepala daerah eks narapidana kasus korupsi untuk ikut pemilihan umum kepala daerah (pilkada), dan hanya tak mengutamakannya.

Pasal 3A ayat (3) dan (4) PKPU Nomor 18 Tahun 2019 cuma menyebutkan imbauan kepada partai politik agar dalam seleksi calon kepala daerah mengutamakan pihak yang tidak pernah menjadi terpidana kasus korupsi.

“Ini jalan tengah keinginan kita semua untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang lebih bersih dan sungguh-sungguh melawan korupsi, namun dalam penyusunan perundang-undangannya tidak saling bertentangan,” kata Doli, di Jakarta. (bbs/azw)

PENYAMPAIAN: Ketua Bawaslu Abhan  memberi penyampaian tentang Pilkada Serentak  di Hotel Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (10/12).
PENYAMPAIAN: Ketua Bawaslu Abhan  memberi penyampaian tentang Pilkada Serentak di Hotel Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (10/12).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak melarang mantan koruptor maju di Pilkada serentak 2020. Bawaslu menyebut aturan tersebut dapat dipatahkan apabila DPR merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

“Kami kira ini yang perlu di dorong parlemen ya, agar persoalan itu dinormakan di undang-undang. Karena hak politik itu hanya bisa dicabut dengan dua hal, putusan peradilan ataupun di undang-undang, iya harus dinormakan di undang-undang. Ya kita dorong politisi Senayan sekarang untuk dinormakan, diundang-undangkan,” ujar Ketua Bawaslu Abhan di Hotel Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (10/12).

Abhan mengatakan dalam aturannya, hanya dua hal yang melarang seseorang untuk mencalonkan diri untuk maju di Pilkada. Aturan tersebut tidak melarang eks koruptor.

“Ini kan ketentuan di undang-undangnya demikan hanya dua yang dilarang itu, bandar narkoba sama kejahatan terhadap anak, itu dua,” kata dia.

Abhan menilai perlu adanya revisi terbatas pada UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dia menyebut komitmen tersebut tergantung kesiapan anggota DPR.

“Kami kira banyak hal revisi (UU No 10 Tahun 2016) yang harus dilakukan. Saol itu (e-rekap) kemudian soal syarat calon dan sebagainya, mungkin perlu direvisi. Tergantung komitmen di DPR. Kami berharap itu, karena pintu masuk hanya di dewan, lembaga legislatif,” tutur Abhan.

Kepada partai politik, Abhan berharap agar mencalonkan kader yang mempunyai rekam jejak yang baik. Menurutnya banyak anak bangsa yang bebas korupsi untuk maju sebagai kepala daerah.

“Sama halnya kami juga akan mengimbau secara moral kepada partai politik untuk mengusung orang-orang yang memang punya track record yang baik, tidak punya catatan soal napi koruptor. Saya kira putra bangsa kita itu banyak yang baik, masak harus mengajukan yang punya track record yang jelek,” ucapnya.

Seperti diketahui, mantan terpidana kasus korupsi tidak dilarang mencalonkan diri dalam Pilkada 2020. Hal tersebut diketahui berdasarkan peraturan KPU (PKPU).

Sementara, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Kepala Daerah merupakan jalan tengah.

PKPU itu sendiri tak mengatur larangan calon kepala daerah eks narapidana kasus korupsi untuk ikut pemilihan umum kepala daerah (pilkada), dan hanya tak mengutamakannya.

Pasal 3A ayat (3) dan (4) PKPU Nomor 18 Tahun 2019 cuma menyebutkan imbauan kepada partai politik agar dalam seleksi calon kepala daerah mengutamakan pihak yang tidak pernah menjadi terpidana kasus korupsi.

“Ini jalan tengah keinginan kita semua untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang lebih bersih dan sungguh-sungguh melawan korupsi, namun dalam penyusunan perundang-undangannya tidak saling bertentangan,” kata Doli, di Jakarta. (bbs/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru