Di lain pihak, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yakin keputusan menerima kepengurusan Partai Golkar Munas Jakarta atau kubu Agung Laksono adalah netral, karena berdasar pada putusan Mahkamah Partai Golkar (MPG).
Yasonna menjelaskan, Mahkamah Partai Golkar telah mempertimbangkan bahwa yang menjadi pemenang harus mengakomodasi yang kalah. Artinya, kubu Agung Laksono harus memberikan kursi dan jabatan kepada anggota partai versi Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie (Ical).
“Dalam pertimbangan yang dibuat Pak Natabaya dan Pak Muladi, dikatakan, satu, jangan jadi the winner takes all. Maksudnya apa? Kalau dimenangkan kubu Bali, semua pengurus Bali, kalau yang dimenangkan Ancol, semua Agung, itu the winner takes all. Itu Pak Muladi enggak mau,” ujar Yasonna di Istana Negara, Jumat (13/3).
Yang kedua, imbuh Yasonna, kubu yang kalah harus diakomodasi oleh kubu pemenang dan tidak boleh membentuk partai baru. “Kalau kita baca amar putusan Pak Andi Matalata,” kata dia.
Dengan mengambil pertimbangan itu, Yasonna menuturkan, mengambil diktum dalam Munas Ancol dan mewajibkan kubu Agung untuk mengakomodasi Munas Bali dengan kriteria PDLT (Prestasi, Dedikasi, Loyalitas, dan Tidak Tercela).
“Ini berarti, keinginan islah itu ada,” ujar dia menyimpulkan.
Jika tidak begitu, ungkap Yasonna, maka perselisihan antar kubu tidak akan selesai dan bisa bergulir hingga pilkada serentak.
“Kita jelaskan sejelas-jelasnya, saya kira ini kepengurusan Mahkamah Partai sampai 2016. Ini kan transisi dalam putusan Mahkamah Partai. Adopt-lah. Ini secara tidak langsung islah, kalau mau, sampai Oktober 2016 buat munas yang sebenar-benarnya. Menurut saya, masuklah, gabunglah. Nanti bertempur Oktober 2016, menentukan siapa ketua yang sesungguhnya,” kata dia.
Yasonna juga membantah jika dikatakan dirinya dekat dengan salah satu kubu Partai Golkar. Hal itu menanggapi kabar yang mengatakan bahwa memilih kubu Agung karena kedekatan mereka dengan pemerintah.
“Saya jujur, Pak Ical juga dekat dengan kita. Saya memutuskan juga bertemu dengan teman-teman seberang, saya tidak mau sebut siapa. Saya tidak menikmati ambil keputusan ini, karena dua-duanya teman saya. Pak Idrus teman saya di Komisi II, kawan baik, Pak Priyo, Bamsot Supit itu ketua saya di Banggar. Coba bayangkan. Tapi saya (mengambil keputusan menurut) undang-undang saja deh biar jelas,” ujar dia. (fat/jpnn/bbs/val)