26.7 C
Medan
Sunday, June 2, 2024

Harap-harap Cemas Menunggu Putusan MK Soal Sistem Pemilu

Sistem Tertutup, Rusak Strategi Parpol

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Besok (15/6), Mahkamah Konstitusi (MK) bakal membacakan putusan gugatan sistem pemilu. Apakah tetap sistem proporsional terbuka atau tertutup. Keputusan MK itupun ditunggu publik. Terutama partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024.

MAYORITAS parpol berharap, MK memutuskan sistem pemilu tetap proporsional terbuka. “Kalau (proporsional) terbuka, jelas bukan hanya PKB, partai-partai lain juga mengharapkan itu. Kita harap ini (sistem Pemilu), terbuka,” kata Bendahara DPW PKB Sumatera, Zeira Salim Ritonga saat dikonfirmasi Sumut Pos, Selasa (13/6).

Zeira menjelaskan, saat ini partainya telah mempersiapkan strategi pemenangan Pemilu dengan sistem Pemilu Proporsional terbuka, sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang ada saat ini. Namun jika diputuskan sistem pemilu proporsional tertutup, diakunya akan merusak target dan strategi pemenangan yang telah disusun.

“Karena ini sudah berjalan setengah tahapan pemilu. Kalau ini (diputuskan) sistem pemilu tertutup, ini jelas akan merepotkan parpol. Karena selama ini yang dipersiapkan adalah dengan sistem terbuka,” sebut Zeira.

Anggota DPRD Sumut ini meyakini, bila dilaksanakan sistem pemilu tertutup, akan hancur strategi pemenangan yang sudah disiapkan sejak beberapa waktu lalu. “Ini sudah kita sosialisasikan kepada masyarakat melalui kader-kader kita. Kalau sistem tertutup, maka akan terjadi turbulensi partai. Karena dengan sistem tertutup, maka yang dicoblos hanya partai saja. Dengan begitu, maka semua daftar caleg bakal disusun ulang dari awal,” ungkapnya.

Dia pun berharap, jika pun diputuskan sistem Pemilu tertutup, tidak diterapkan pada Pemilu 2024. Dengan begitu, partai politik bisa mempersiapkan lebih matang dengan catatan dan evaluasi yang dimiliki. “Kalau diterapkan pada Pemilu 2024, jelas akan menggangu capaian yang telah ditargetkan. Perolehan suara kita bisa tidak sesuai dengan target,” pungkasnya.

Terpisah, Wakil Ketua DPD Hanura Sumut, Muhammad Fajri Siregar mengungkapkan pihaknya sudah membahas dengan DPP Hanura, terkait dengan sistem Pemilu terbuka mau pun tertutup. Fajri mengungkapkan, bila diputuskan dengan sistem Pemilu proporsional tertutup, mereka telah menyiap langkah-langkah untuk kemenangan Hanura di Sumut dan nasional pada 2024.

“Secara normatif, kita sudah menyiapkan langkah-langkah terbuka maupun tertutup. Karena, kita tidak bisa mencampuri itu. Tapi, kita siap dengan pemilu terbuka, karena dimulai dari PKPU ada nomor Bacaleg, ada semangat juga profosional terbuka disitu,” jelas Fajri saat dikonfirmasi Sumut Pos, kemarin.

Secara PKPU, Fajri mengungkapkan, Hanura masih mengusung sistem pemilu terbuka, walaupun di DPP Hanura ada persiapan terbuka dan tertutup. Dua aspek itu tetap menjadi pembahasan di internal partai. “Kalau efek, tertutup pasti ada. Cuma kembali lagi, kalau setelah MK mengeluarkan keputusan dan KPU langsung beraksi, kami yakin masih memiliki banyak waktu,” kata Fajri.

Fajri yang juga Ketua Tim Seleksi Pencalegkan DPD Hanura Sumut ini mengatakan, bila diputuskan sistem pemilu tertutup, mereka meminta kepada KPU agar segera membuat PKPU terbaru. “Karena, ada perubahan signifikan dan pasti berefek. Bagaimana kita menyikapinya itu,” ucap Fajri yang juga Caleg DPRD Deliserdang periode 2024-2029 untuk daerah pemilihan Percut Seituan dan Batang Kuis.

Banyak Pasal yang Harus Diubah

Sementara, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengaku telah memperkirakan dampak jika MK mengganti sistem Pemilu di tengah tahapan Pemilu 2024 yang sudah berlangsung sejak 14 Juni 2022. Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil menjelaskan, perubahan sistem Pemilu tak hanya berdampak sederhana pada daftar bakal calon anggota legislatif (bacaleg) yang sejauh ini telah didaftarkan partai politik ke KPU dengan sistem proporsional daftar calon terbuka. “Itu akan berakibat wajib diubahnya Undang-undang Pemilu. Ada banyak pasal dalam UU Pemilu yang harus diubah,” kata Fadli kepada wartawan, Selasa (13/6).

“Yang kami identifikasi, ada sekitar 21-24 pasal yang berkaitan yang harus disesuaikan kalau sistem pemilunya diubah,” lanjut dia.

Fadli berkeyakinan, MK tidak akan gegabah memutuskan mengganti sistem pemilu dari yang saat ini proporsional terbuka menjadi tertutup. Bukan saja karena bukan ranah Mahkamah untuk memutuskan hal itu, melainkan juga putusan semacam itu dapat mengganggu keberlangsungan tahapan Pemilu 2024. “Itu tidak mungkin dilakukan di tengah tahapan pemilu. Ketentuan kampanye akan diubah, ketentuan pemungutan penghitungan dan rekapitulasi suara di undang-undang akan diubah, kemudian ketentuan soal penegakan hukum akan diubah,” ujar Fadli.

Ia memberi contoh, dalam hal kampanye, saat ini UU Pemilu memperbolehkan caleg turut mengampanyekan dirinya sendiri, sebab sistem proporsional daftar calon terbuka yang diterapkan saat ini memang memberikan otoritas penuh kepada pemilih untuk memilih langsung caleg yang akan ia berikan mandat. Namun, jika sistem pemilu legislatif berganti ke proporsional daftar calon tertutup, maka keterpilihan caleg hampir sepenuhnya merupakan otoritas partai politik.

“Karena caleg bukan lagi merupakan salah satu variabel yang utama dalam penyelenggaraan pemilu, partai yang boleh berkampanye. Dalam penegakan hukum, tidak ada lagi caleg yang mungkin bisa diberikan sanksi dan lain sebagainya,” ujar Fadli memberi contoh pasal yang harus diubah jika sistem pemilu diubah.

“Tidak mungkin juga menghentikan tahapan pemilu sembari mengubah undang-undangnya dulu,” pungkasnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan sidang pengucapan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 pada Kamis (15/6), besok. Perkara ini adalah uji materil terkait pasal sistem pemilu legislatif proporsional daftar calon terbuka. Gugatan ini menuai kontroversi. Dikutip dari situs resmi MK, sidang pengucapan putusan ini dijadwalkan berlangsung pada pukul 09.30 WIB di lantai 2 gedung MK. Majelis hakim konstitusi sudah melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menyusun putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 atau gugatan terkait pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon terbuka yang saat ini diterapkan Indonesia.

Kuasa hukum DPR di Mahkamah Konstitusi (MK), Habiburokhman mengaku bakal hadir dalam sidang pembacaan putusan uji materi Pasal 168 UU Pemilu pada Kamis (15/6). Pasal 168 UU Pemilu itu mengatur soal sistem proporsional terbuka (coblos caleg). Jika MK mengabulkan gugatan, maka sistem pemilu akan berubah jadi sistem proporsional tertutup (coblos partai). “Kami akan hadir, kan saya posisinya sebagai kuasa DPR di MK, bukan 8 atau 9 [fraksi] tapi saya mewakili DPR, kami akan hadir,” ucap Habib.

Politikus Partai Gerindra itu berharap pernyataan Denny Indrayana tak benar soal MK bakal mengubah sistem pemilu menjadi tertutup. Dia meyakini sistem pemilu di 2024 masih akan menggunakan sistem proporsional terbuka.

Apalagi, DPR dalam sidang juga telah menyatakan sikap jelas soal itu bahwa persoalan sistem pemilu harus bersifat open legal policy harus dibahas lewat parlemen. Bukan saja DPR, pemerintah melalui Kemendagri dan Kemenkumham juga telah menyatakan agar sistem pemilu tak berubah. “Ini salah satu dua perkara yang rekor pihak terkaitnya paling banyak, dan semuanya jelas menyampaikan ingin mempertahankan Sistem proporsional terbuka,” ucap Habib.

“Dan saya akan hadir ya. Kalau kemarin kan hanya zoom, besok Kita akan hadir ya, saya dan kawan-kawan akan hadir ke gedung MK pada sidang pembacaan putusan tersebut,” imbuh dia. (gus/bbs/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Besok (15/6), Mahkamah Konstitusi (MK) bakal membacakan putusan gugatan sistem pemilu. Apakah tetap sistem proporsional terbuka atau tertutup. Keputusan MK itupun ditunggu publik. Terutama partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024.

MAYORITAS parpol berharap, MK memutuskan sistem pemilu tetap proporsional terbuka. “Kalau (proporsional) terbuka, jelas bukan hanya PKB, partai-partai lain juga mengharapkan itu. Kita harap ini (sistem Pemilu), terbuka,” kata Bendahara DPW PKB Sumatera, Zeira Salim Ritonga saat dikonfirmasi Sumut Pos, Selasa (13/6).

Zeira menjelaskan, saat ini partainya telah mempersiapkan strategi pemenangan Pemilu dengan sistem Pemilu Proporsional terbuka, sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang ada saat ini. Namun jika diputuskan sistem pemilu proporsional tertutup, diakunya akan merusak target dan strategi pemenangan yang telah disusun.

“Karena ini sudah berjalan setengah tahapan pemilu. Kalau ini (diputuskan) sistem pemilu tertutup, ini jelas akan merepotkan parpol. Karena selama ini yang dipersiapkan adalah dengan sistem terbuka,” sebut Zeira.

Anggota DPRD Sumut ini meyakini, bila dilaksanakan sistem pemilu tertutup, akan hancur strategi pemenangan yang sudah disiapkan sejak beberapa waktu lalu. “Ini sudah kita sosialisasikan kepada masyarakat melalui kader-kader kita. Kalau sistem tertutup, maka akan terjadi turbulensi partai. Karena dengan sistem tertutup, maka yang dicoblos hanya partai saja. Dengan begitu, maka semua daftar caleg bakal disusun ulang dari awal,” ungkapnya.

Dia pun berharap, jika pun diputuskan sistem Pemilu tertutup, tidak diterapkan pada Pemilu 2024. Dengan begitu, partai politik bisa mempersiapkan lebih matang dengan catatan dan evaluasi yang dimiliki. “Kalau diterapkan pada Pemilu 2024, jelas akan menggangu capaian yang telah ditargetkan. Perolehan suara kita bisa tidak sesuai dengan target,” pungkasnya.

Terpisah, Wakil Ketua DPD Hanura Sumut, Muhammad Fajri Siregar mengungkapkan pihaknya sudah membahas dengan DPP Hanura, terkait dengan sistem Pemilu terbuka mau pun tertutup. Fajri mengungkapkan, bila diputuskan dengan sistem Pemilu proporsional tertutup, mereka telah menyiap langkah-langkah untuk kemenangan Hanura di Sumut dan nasional pada 2024.

“Secara normatif, kita sudah menyiapkan langkah-langkah terbuka maupun tertutup. Karena, kita tidak bisa mencampuri itu. Tapi, kita siap dengan pemilu terbuka, karena dimulai dari PKPU ada nomor Bacaleg, ada semangat juga profosional terbuka disitu,” jelas Fajri saat dikonfirmasi Sumut Pos, kemarin.

Secara PKPU, Fajri mengungkapkan, Hanura masih mengusung sistem pemilu terbuka, walaupun di DPP Hanura ada persiapan terbuka dan tertutup. Dua aspek itu tetap menjadi pembahasan di internal partai. “Kalau efek, tertutup pasti ada. Cuma kembali lagi, kalau setelah MK mengeluarkan keputusan dan KPU langsung beraksi, kami yakin masih memiliki banyak waktu,” kata Fajri.

Fajri yang juga Ketua Tim Seleksi Pencalegkan DPD Hanura Sumut ini mengatakan, bila diputuskan sistem pemilu tertutup, mereka meminta kepada KPU agar segera membuat PKPU terbaru. “Karena, ada perubahan signifikan dan pasti berefek. Bagaimana kita menyikapinya itu,” ucap Fajri yang juga Caleg DPRD Deliserdang periode 2024-2029 untuk daerah pemilihan Percut Seituan dan Batang Kuis.

Banyak Pasal yang Harus Diubah

Sementara, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengaku telah memperkirakan dampak jika MK mengganti sistem Pemilu di tengah tahapan Pemilu 2024 yang sudah berlangsung sejak 14 Juni 2022. Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil menjelaskan, perubahan sistem Pemilu tak hanya berdampak sederhana pada daftar bakal calon anggota legislatif (bacaleg) yang sejauh ini telah didaftarkan partai politik ke KPU dengan sistem proporsional daftar calon terbuka. “Itu akan berakibat wajib diubahnya Undang-undang Pemilu. Ada banyak pasal dalam UU Pemilu yang harus diubah,” kata Fadli kepada wartawan, Selasa (13/6).

“Yang kami identifikasi, ada sekitar 21-24 pasal yang berkaitan yang harus disesuaikan kalau sistem pemilunya diubah,” lanjut dia.

Fadli berkeyakinan, MK tidak akan gegabah memutuskan mengganti sistem pemilu dari yang saat ini proporsional terbuka menjadi tertutup. Bukan saja karena bukan ranah Mahkamah untuk memutuskan hal itu, melainkan juga putusan semacam itu dapat mengganggu keberlangsungan tahapan Pemilu 2024. “Itu tidak mungkin dilakukan di tengah tahapan pemilu. Ketentuan kampanye akan diubah, ketentuan pemungutan penghitungan dan rekapitulasi suara di undang-undang akan diubah, kemudian ketentuan soal penegakan hukum akan diubah,” ujar Fadli.

Ia memberi contoh, dalam hal kampanye, saat ini UU Pemilu memperbolehkan caleg turut mengampanyekan dirinya sendiri, sebab sistem proporsional daftar calon terbuka yang diterapkan saat ini memang memberikan otoritas penuh kepada pemilih untuk memilih langsung caleg yang akan ia berikan mandat. Namun, jika sistem pemilu legislatif berganti ke proporsional daftar calon tertutup, maka keterpilihan caleg hampir sepenuhnya merupakan otoritas partai politik.

“Karena caleg bukan lagi merupakan salah satu variabel yang utama dalam penyelenggaraan pemilu, partai yang boleh berkampanye. Dalam penegakan hukum, tidak ada lagi caleg yang mungkin bisa diberikan sanksi dan lain sebagainya,” ujar Fadli memberi contoh pasal yang harus diubah jika sistem pemilu diubah.

“Tidak mungkin juga menghentikan tahapan pemilu sembari mengubah undang-undangnya dulu,” pungkasnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan sidang pengucapan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 pada Kamis (15/6), besok. Perkara ini adalah uji materil terkait pasal sistem pemilu legislatif proporsional daftar calon terbuka. Gugatan ini menuai kontroversi. Dikutip dari situs resmi MK, sidang pengucapan putusan ini dijadwalkan berlangsung pada pukul 09.30 WIB di lantai 2 gedung MK. Majelis hakim konstitusi sudah melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menyusun putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 atau gugatan terkait pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon terbuka yang saat ini diterapkan Indonesia.

Kuasa hukum DPR di Mahkamah Konstitusi (MK), Habiburokhman mengaku bakal hadir dalam sidang pembacaan putusan uji materi Pasal 168 UU Pemilu pada Kamis (15/6). Pasal 168 UU Pemilu itu mengatur soal sistem proporsional terbuka (coblos caleg). Jika MK mengabulkan gugatan, maka sistem pemilu akan berubah jadi sistem proporsional tertutup (coblos partai). “Kami akan hadir, kan saya posisinya sebagai kuasa DPR di MK, bukan 8 atau 9 [fraksi] tapi saya mewakili DPR, kami akan hadir,” ucap Habib.

Politikus Partai Gerindra itu berharap pernyataan Denny Indrayana tak benar soal MK bakal mengubah sistem pemilu menjadi tertutup. Dia meyakini sistem pemilu di 2024 masih akan menggunakan sistem proporsional terbuka.

Apalagi, DPR dalam sidang juga telah menyatakan sikap jelas soal itu bahwa persoalan sistem pemilu harus bersifat open legal policy harus dibahas lewat parlemen. Bukan saja DPR, pemerintah melalui Kemendagri dan Kemenkumham juga telah menyatakan agar sistem pemilu tak berubah. “Ini salah satu dua perkara yang rekor pihak terkaitnya paling banyak, dan semuanya jelas menyampaikan ingin mempertahankan Sistem proporsional terbuka,” ucap Habib.

“Dan saya akan hadir ya. Kalau kemarin kan hanya zoom, besok Kita akan hadir ya, saya dan kawan-kawan akan hadir ke gedung MK pada sidang pembacaan putusan tersebut,” imbuh dia. (gus/bbs/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/