30 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Munaslub Golkar Ajang Pertarungan Gengsi: JK Vs Luhut

Para tokoh senor Partai Golkar jelang Munaslub.
Para tokoh senor Partai Golkar jelang Munaslub.

JAKARTA, SUMUTPOS.;CO – Konflik internal Partai Golkar belum juga reda hingga digelarnya Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar di Nusa Dua Bali. Tapi, konflik itu berubah menjadi pertarungan antara senior politisi Golkar, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan.

Satu hari jelang pemilihan, Jusuf Kalla dan keluarga Cendana secara terbuka mendukung Ade Komaruddin, sedangkan Luhut bersama Abu Rizal Bakrie mendukung Setya Novanto.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membuka Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar, Sabtu (14/5) malam. Pada saat itu, Presiden tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk menyentil dua orang di kabinetnya.

Di awal pidatonya, Jokowi menyentil dua anggota kabinet yang juga mantan petinggi Partai Golkar, yakni Wapres Jusuf Kalla (JK) mantan Ketua Umum dan Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan merupakan Dewan Pertimbangan.

“Saya ingin blak-blakan. Banyak yang tanya ke saya, komplain ke saya, ‘Pak kenapa Menkopolhukam mengumpulkan dan menyatukan DPD-DPD Golkar?. Saya jawab Pak Luhut itukan dulu di Dewan Pertimbangan PG,” kata Jokowi. “Selanjutnya ada pertanyaan pada saya, Pak kenapa, Pak Wapres juga kumpulkan DPD-DPD? Jawabannya sama. Pak JK dulukan ketua umum Golkar,” katanya melanjutnya cerita itu saat mengawali pidatonya.

Setelah menceritakan pertanyaan-pertanyaan tersebut, Presiden lantas menegaskan selama ini dirinya tidak berpihak ke siapapun. Dia tidak berpihak baik kepada bakal calon ketua umum yang didukung Jusuf Kalla maupun caketum yang didukung penuh oleh Luhut.

“Terus nanya ke saya lagi, jadi Istana di mana? Saya jawab, ya di Jalan Merdeka Utara, yang jelas saat ini saya di Munaslub Golkar,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif IndoStartegi Andar Nubowo mengatakan Munaslub Partai Golkar sebuah taruhan nasib partai beringin ini ke depan. Munaslub adalah upaya menyatukan kembali Golkar yang terbelah konflik hampir dua tahun, antara kubu Aburizal Bakrie vs Agung Laksono.

“Melalui SK Kemenkumham yang memenangkan ARB, munaslub kali ini digelar apakah Golkar akan kembali bersatu dan meraih simpati publik? Semuanya tergantung pada nalar visioner dan strategis elite partai dan para peserta munaslub,” ujarnya di Jakarta.

Andar menilai terdapat tantangan serius yang perlu disadari peserta yakni ancaman deadlock, bahkan perpecahan kembali. Ancaman deadlock bisa saja terjadi akibat persaingan Akom yang didukung Jusuf Kalla dan Keluarga Cendana serta Setya Novanto yang didukung Luhut Binsar Panjaitan dan ARB.

Munurut dia, JK dan Luhut tidak cocok sejak awal di pemerintahan. Sekarang, keduanya menciptakan proxy war di Golkar melalui Ade Vs Setya. “Ini sebuah pertaruhan martabat dan kuasa ekonomi politik; masa depan Partai Golkar dan Pemerintah Jokowi,” terangnya.

Dia menambahkan, tidak seyogyanya pemerintah atau presiden terlibat dukung-mendukung kandidat ketum parpol. Menurutnya, hal tersebut menyalahi demokrasi. Pemerintah tidak boleh mengulang kekeliruan masa silam ketika terjadi relasi patron-klien antara penguasa-partai politik.

“Sebab, dalam relasi klientelisme itu yang terjadi adalah politik transaksional yang tidak sehat dan menyehatkan. Apalagi jika dukung mendukung pemerintah itu memicu friksi dan skisma politik,” pungkas Andar.

Para tokoh senor Partai Golkar jelang Munaslub.
Para tokoh senor Partai Golkar jelang Munaslub.

JAKARTA, SUMUTPOS.;CO – Konflik internal Partai Golkar belum juga reda hingga digelarnya Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar di Nusa Dua Bali. Tapi, konflik itu berubah menjadi pertarungan antara senior politisi Golkar, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan.

Satu hari jelang pemilihan, Jusuf Kalla dan keluarga Cendana secara terbuka mendukung Ade Komaruddin, sedangkan Luhut bersama Abu Rizal Bakrie mendukung Setya Novanto.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membuka Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar, Sabtu (14/5) malam. Pada saat itu, Presiden tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk menyentil dua orang di kabinetnya.

Di awal pidatonya, Jokowi menyentil dua anggota kabinet yang juga mantan petinggi Partai Golkar, yakni Wapres Jusuf Kalla (JK) mantan Ketua Umum dan Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan merupakan Dewan Pertimbangan.

“Saya ingin blak-blakan. Banyak yang tanya ke saya, komplain ke saya, ‘Pak kenapa Menkopolhukam mengumpulkan dan menyatukan DPD-DPD Golkar?. Saya jawab Pak Luhut itukan dulu di Dewan Pertimbangan PG,” kata Jokowi. “Selanjutnya ada pertanyaan pada saya, Pak kenapa, Pak Wapres juga kumpulkan DPD-DPD? Jawabannya sama. Pak JK dulukan ketua umum Golkar,” katanya melanjutnya cerita itu saat mengawali pidatonya.

Setelah menceritakan pertanyaan-pertanyaan tersebut, Presiden lantas menegaskan selama ini dirinya tidak berpihak ke siapapun. Dia tidak berpihak baik kepada bakal calon ketua umum yang didukung Jusuf Kalla maupun caketum yang didukung penuh oleh Luhut.

“Terus nanya ke saya lagi, jadi Istana di mana? Saya jawab, ya di Jalan Merdeka Utara, yang jelas saat ini saya di Munaslub Golkar,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif IndoStartegi Andar Nubowo mengatakan Munaslub Partai Golkar sebuah taruhan nasib partai beringin ini ke depan. Munaslub adalah upaya menyatukan kembali Golkar yang terbelah konflik hampir dua tahun, antara kubu Aburizal Bakrie vs Agung Laksono.

“Melalui SK Kemenkumham yang memenangkan ARB, munaslub kali ini digelar apakah Golkar akan kembali bersatu dan meraih simpati publik? Semuanya tergantung pada nalar visioner dan strategis elite partai dan para peserta munaslub,” ujarnya di Jakarta.

Andar menilai terdapat tantangan serius yang perlu disadari peserta yakni ancaman deadlock, bahkan perpecahan kembali. Ancaman deadlock bisa saja terjadi akibat persaingan Akom yang didukung Jusuf Kalla dan Keluarga Cendana serta Setya Novanto yang didukung Luhut Binsar Panjaitan dan ARB.

Munurut dia, JK dan Luhut tidak cocok sejak awal di pemerintahan. Sekarang, keduanya menciptakan proxy war di Golkar melalui Ade Vs Setya. “Ini sebuah pertaruhan martabat dan kuasa ekonomi politik; masa depan Partai Golkar dan Pemerintah Jokowi,” terangnya.

Dia menambahkan, tidak seyogyanya pemerintah atau presiden terlibat dukung-mendukung kandidat ketum parpol. Menurutnya, hal tersebut menyalahi demokrasi. Pemerintah tidak boleh mengulang kekeliruan masa silam ketika terjadi relasi patron-klien antara penguasa-partai politik.

“Sebab, dalam relasi klientelisme itu yang terjadi adalah politik transaksional yang tidak sehat dan menyehatkan. Apalagi jika dukung mendukung pemerintah itu memicu friksi dan skisma politik,” pungkas Andar.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/