28.9 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Golkar Terancam Tak Ikut Pilkada

Foto: Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/JPNN Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (tengah) berbincang dengan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung (dua dari kiri) dalam pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar ke-VII di Jogjakarta, Selasa (18/11/2014).
Foto: Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/JPNN
Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (tengah) berbincang dengan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung (dua dari kiri) dalam pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar ke-VII di Jogjakarta, Selasa (18/11/2014).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Para politisi Golkar menyampaikan kekhawatiran partai tempatnya bernaung tak dapat mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015 jika kepengurusan tak kunjung rampung. Kemenkumham memutuskan untuk tidak mengesahkan salah satu dari dua hasil Munas Golkar. Alhasil, kepengurusan yang diakui pemerintah pun mengikuti versi lama. Jika langkah yang ditempuh kedua kubu adalah jalur hukum, maka legalitasnya menunggu putusan pengadilan.

“Kalau dualisme ini terus ada dan pengesahan tidak bisa dilakukan, Golkar terancam tidak dapat mengikuti Pilkada 2015,” ujar politisi Golkar Hajriyanto Thohari dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (16/12).

Menurut Hajriyanto, Sangat mungkin terjadi Golkar tak ikut Pilkada serentak, apalagi ada sinyalemen kepengurusan ganda di tingkat daerah. Apalagi, lanjutnya, mulai 2015 penyelenggaraan sebanyak 214 Pilkada dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia.

Hajriyanto menengarai bahwa dualisme kepengurusan Golkar bakal melebar hingga pembentukan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) oleh kedua kubu yang berseteru.

“Seandainya diikuti dengan pembentukan DPD tingkat satu dan dua maka masifikasi perpecahan benar-benar terjadi di tubuh Golkar. Dan, akan makin sulit untuk rekonsiliasi,” bebernya.

Selain itu, Golkar juga bakal kesulitan untuk mendefiniskan posisi politiknya di DPR. Karenanya, sebelum terlambat, dua kubu yang ada harus segera mengakhiri perseteruannya dengan melakukan rekonsiliasi atau Munas Islah.

“Sekarang sudah benar-benar di ambang masifikasi perpecahan, dan hanya satu momentum untuk menyelesaikan yaitu penyelesaian menyeluruh melalui islah atau rekonsiliasi,” tegas Hajriyanto.

Senada dengan Hajriyanto, politikus muda Golkar Taufik Hidayat mengemukakan hal yang sama dengan memaparkan agenda politik nasional. “Kalau Pilkada langsung diadakan pada November-Desember, berarti menurut Perppu Pilkada, uji publik pada September,” ujarnya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, kemarin.

Menurut ketentuan Perppu Pilkada, tutur Taufik, berarti pendaftaran partai politik peserta Pilkada dilakukan pada Maret. Taufik memprediksi Golkar tidak akan sempat mempersiapkan proses pendaftaran.

“Sangat mungkin terjadi Golkar tak ikut Pilkada serentak, apalagi ada sinyalemen kepengurusan ganda di tingkat daerah,” ujar salah satu inisiator Munas Rekonsiliasi Taufik

Menurut Taufik, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar harus segera berembuk dan menentukan sikap. Jika pengurus DPP tidak juga terbentuk, maka ada 245 DPD yang ingin mengikuti Pilkada akan terkatung-katung nasibnya.

“Tidak bisa tidak, harus dipilih salah satu, acuan KPU dari pemerintah, masalahnya kalau Kemenkumham menyatakan kedua Munas legal kan tidak mungkin dua-duanya ikut Pilkada,” sambungnya.

Taufik menganggap dua usulan solusi itu mungkin terjadi, tapi untuk peradilan pasti akan memakan waktu lama. Padahal, agenda politik telah menanti.

“Oleh karena itu, harus segera ada Munas rekonsiliasi,” ujar Taufik memberikan usulan penyelesaian masalah.

Apa pun sebutannya, Taufik memberikan syarat musyawarah ini harus demokratis. “Kalau bukan Munas Rekonsiliasi, ya Munas Persatuan. Kalau bukan Munas Persatuan, ya Munas Islah. Pokoknya demokratis,” kata dia.

Waketum Golkar versi Munas Bali, Fadel Muhammad juga mengapresiasi keputusan Kemenkumham terkait konflik partainya. Menurut dia, perdamaian melalui mekanisme internal memang merupakan langkah terbaik.

“Dua munas tidak bisa dianggap sah. Sementara pemerintah tidak mau terlalu jauh campuri urusan internal, jadi ya ada benarnya juga. Saya pikir yang terbaik memang islah kedua belah pihak,” kata Fadel di Kuningan, Jakarta, Selasa (16/12) petang.

Namun, diingatkannya, untuk mencapai islah harus dibuat kesepakatan yang sama-sama menguntungkan. Keinginan kubu Ical maupun Agung harus diakomodir. Dia bahkan mengusulkan agar digelar Munas baru dengan catatan Ketum Golkar hasil Munas di Bali, Aburizal Bakrie (Ical), dan Ketum Golkar hasil Munas di Ancol, Agung Laksono, tidak maju sebagai calon ketum.

“Karena islah harus fair. Misalnya dulu kubu Agung pernah pecat, Ical pernah juga. Maka dua-duanya bentuk kesepakatan baru dan cari pemimpin baru,” ucap Fadel.

Lebih lanjut, dikatakannya, saat ini tokoh-tokoh senior Golkar akan membicarakan secara intens alternatif-alternatif menuju islah. Mereka di antaranya, BJ Habibie, Akbar Tandjung, Ginandjar Kartasasmita, dan Muladi.

Pada Selasa (16/12) pagi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yassona Laoly, urung mengesahkan salah satu dari kepengurusan ganda Golkar. Yasonna menyerahkan penyelesaian konflik internal partai melalui Mahkamah Partai atau peradilan.

Yasonna mengatakan kepengurusan Golkar yang diakui pemerintah yakni kepengurusan sebelum konflik atau kepengurusan hasil Munas VIII Golkar di Pekanbaru, Riau, pada Oktober 2009.

Pernyataan tersebut disampaikan setelah Kemenkumham menolak dua kepengurusan baru Golkar yang diajukan oleh kubu berbeda, yakni kubu Aburizal Bakrie (Ical) hasil Munas di Bali dan kubu Agung Laksono hasil Munas di Ancol.

“Golkar masih diakui sebagai partai politik. Tapi kepengurusan yang jadi persoalan di sini. Kepengurusan di Kemenkumham tercatat masih yang lama,” ujar Yasonna dalam jumpa pers di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (16/12).

Merujuk UU Partai Politik, tidak ada perbedaan kepengurusan sampai partai yang bersangkutan mengajukan kepengurusan baru untuk disahkan oleh menteri. Dalam kasus Golkar, terdapat perbedaan versi di mana Golkar terbelah menjadi dua kubu antara kubu Ical dan kubu Agung.

Kedua kubu melaporkan kepengurusan baru versi mereka masing-masing pekan lalu pada hari yang sama, yakni Senin (8/12). “Dua-duanya sah dan punya dokumen lengkap. Kedua Munas juga sah karena dihadiri 50 persen plus satu peserta. Ada peserta yang dari Bali, bedol desa ke Munas di Ancol,” ujar Yasonna.

Kendati menyebut Munas Bali dan Munas Ancol sama-sama sah, Kemenkumham memutuskan untuk tidak mengesahkan salah satu versi kepengurusan Golkar. Alhasil, kepengurusan yang diakui pemerintah masih mengikuti versi lama.

Merespons keputusan terbaru itu, Ical menegaskan kembali bahwa dirinya masih pimpinan partai yang sah dan diakui pemerintah. Hal ini diklaimnya berdasarkan pernyataan Menkumham.

Menurut alumnus ITB itu, Menkumham menyatakan bahwa pemerintah hanya mengakui kepengurusan Golkar versi Munas Riau tahun 2009. Dengan begitu, dirinya otomatis masih menjabat sebagai ketua umum periode 2009-2015.

“Saya telepon Menkumham menanyakan apakah ini statement resmi, beliau mengatakan ini statement resmi dari pemerintah,” kata Ical di Kuningan, Jakarta, Selasa (16/12) malam.

Sesuai keputusan Munas Riau juga, tambah Ical, jabatan Agung Laksono adalah wakil ketua umum. Sementara Priyobudi Santoso dan Yorrys Raweyai sebagai ketua DPP. Karenanya, lanjut Ical lagi, mereka tidak berhak melarang kader Golkar masuk ke dalam kantor DPP. Ia pun meminta dalam waktu dekat kantor tersebut kembali dibuka untuk aktivitas seluruh pengurus.

“Maka nanti dalam penggunaan gedung seperti biasanya saudara Priyo dan Àgung Laksono juga punya tempat di situ,” paparnya.

Ical pun menegaskan bahwa pihaknya sangat menghormati dan akan menjalankan usulan pemerintah. Karena itu, ia akan segera mengusahakan terwujudnya perundingan damai antar kedua kubu.

“Seperti disarankan pemerintah kami akan melaksanakan satu mahkamah partai segera. Dalam hal (konflik) tidak selesai maka akan diselesaikan di pengadilan,” tukasnya.

Kendati berulang kali menyatakan siap islah, Ical ternyata juga bersiap-siap untuk bertarung di meja hijau. Tak tanggung-tanggung, pihak Ical menggandeng pakar hukum Tata Negara Yusril Izha Mahendra yang terlihat wartawan berkunjung ke markas Golkar versi Munas Bali di Bakrie Tower, Jakarta Selatan, Selasa (16/12) petang.

Yusril mengaku direkrut untuk bergabung dengan tim hukum yang dibentuk Ical dan dipimpin oleh Ketua DPP Azis Syamsudin.

“Tadi pak Ical memberikan surat kuasa kepada saya dan pak Rudi Alfonso serta yang lainnya untuk menghadapi gugatan mereka di pengadilan,” ujar Yusril usai pertemuan dengan Ical.

Yusril juga mengaku memberi masukan kepada Ical agar bersiap membawa kasus Golkar ke pengadilan negeri jika proses di mahkamah partai gagal. Hal ini untuk mencegah perkara tersebut diproses di PTUN.

Menurut Yusril, jika melalui PTUN, proses penyelesaian perkara bisa menjadi sangat panjang. Pasalnya, PTUN tidak mengenal batas waktu penanganan perkara.

“Ke Mahkamah Partai maksimum 60 hari. Kalau ke Pengadilan Negeri 30 hari selesai, saya menyarankan menempuh jalan yang lebih pasti daripada, misalnya ke PTUN yang tidak ada limit waktu. Akan lama,” terangnya.

Sebaliknya, menyikapi dualisme kepemimpinan di level pusat, Agung Laksono mengimbau para pengurus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota tetap tenang. Agung juga berharap mereka tetap melakukan aktivitas organisasi seperti biasa.

“Jangan lakukan pemecatan-pemecatan. Kami tak menghendaki hal itu di semua tingkatan,” kata Agung di kantor DPP Golkar di Jalan Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (16/12).

Dengan keluarnya surat keputusan Menkumham, Agung menganggap kubunya juga diakui oleh pemerintah. “Setara dengan kubu Ical,” tutur Agung.

Agung mengapresiasi pemerintah yang cepat merespons surat permohonan pengesahan struktur kepengurusan partainya. “Besok (hari ini, Red), kami akan rapat lagi untuk membahas langkah selanjutnya,” dia menambahkan.

Agung mengaku siap jika harus menyelesaikan masalah internal melalui mekanisme mahkamah partai. Agung dan jajaran pengurusnya akan membentuk juru runding yang nanti akan berhadapan dengan kubu Ical. “Kami juga sudah memiliki mahkamah partai,” katanya.

Dalam struktur kepemimpinan Agung, Andi Mattalatta didapuk sebagai Ketua Mahkamah Golkar. Sedangkan di kubu Ical, nama yang menempati di posisi yang sama dengan Andi adalah Muladi.

“Nanti, kita lihat pembicaraannya,” ujar Agung. Jika perundingan masih alot sampai batas waktu yang ditentukan, Agung mengaku tidak takut jika bersengketa di pengadilan. “Kami siap!” tegasnya.

Mantan Ketum Golkar Jusuf Kalla (JK) tak banyak mengomentari sikap Kemenkumham yang tidak memberikan keputusan soal dualisme Munas di Golkar. Keputusan itu dianggap wakil presiden itu sebagai cara terbaik dalam menghadapi situasi pelik tersebut.

“Itulah pilihan yang baik,” kata JK di Jakarta, Selasa, (16/12). JK sendiri mengaku hanya akan menunggu penyelesaian tersebut. “Kita menunggu dan mengharapkan saja,” tandasnya.

Golkar Sumut Geram

Terpisah, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Sumut geram dengan sikap Kemenkumham yang tak mengesahkan satu dari dua kubu partai itu.

Wakil Ketua DPD Partai Golkar Sumut Daudsyah Munthe mengatakan seharusnya Kemenkumham sudah memahami bahwa kepengurusan hasil Munas di Bali adalah yang sah. Sebab, Munas itu diselenggarakan sudah sesuai mekanisme dan aturan dasar Partai.

Berbeda dengan penyelenggaraan Munas di tempat lain, yakni di Ancol, yang tak sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD dan ART). Maka, Kemenkumham semestinya sudah bisa menentukan kepengurusan yang sah.

Daudsyah menduga keputusan yang diambil Kemenkumham dipengaruhi desakan-desakan politik dari berbagai pihak agar Golkar tak solid. Tapi dia tak menyebutkan pihak-pihak yang dimaksud.

Dia hanya meminta khalayak untuk tidak memanas-manasi dan menimbulkan kisruh Golkar agar program pemerintah dapat berjalan dengan baik. Lagi pula, Golkar akan mendukung kebijakan pemerintah jika itu memang berpihak pada rakyat.

”Kami dari Golkar Sumut meminta pemerintah secepatnya menyelesaikan masalah dualisme itu agar pencanangan program-program pemerintah berjalan baik. Jika tidak, rakyat juga yang dirugikan,” ujarnya. (bbs/dil/jpnn/val)

Foto: Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/JPNN Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (tengah) berbincang dengan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung (dua dari kiri) dalam pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar ke-VII di Jogjakarta, Selasa (18/11/2014).
Foto: Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/JPNN
Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (tengah) berbincang dengan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung (dua dari kiri) dalam pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar ke-VII di Jogjakarta, Selasa (18/11/2014).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Para politisi Golkar menyampaikan kekhawatiran partai tempatnya bernaung tak dapat mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015 jika kepengurusan tak kunjung rampung. Kemenkumham memutuskan untuk tidak mengesahkan salah satu dari dua hasil Munas Golkar. Alhasil, kepengurusan yang diakui pemerintah pun mengikuti versi lama. Jika langkah yang ditempuh kedua kubu adalah jalur hukum, maka legalitasnya menunggu putusan pengadilan.

“Kalau dualisme ini terus ada dan pengesahan tidak bisa dilakukan, Golkar terancam tidak dapat mengikuti Pilkada 2015,” ujar politisi Golkar Hajriyanto Thohari dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (16/12).

Menurut Hajriyanto, Sangat mungkin terjadi Golkar tak ikut Pilkada serentak, apalagi ada sinyalemen kepengurusan ganda di tingkat daerah. Apalagi, lanjutnya, mulai 2015 penyelenggaraan sebanyak 214 Pilkada dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia.

Hajriyanto menengarai bahwa dualisme kepengurusan Golkar bakal melebar hingga pembentukan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) oleh kedua kubu yang berseteru.

“Seandainya diikuti dengan pembentukan DPD tingkat satu dan dua maka masifikasi perpecahan benar-benar terjadi di tubuh Golkar. Dan, akan makin sulit untuk rekonsiliasi,” bebernya.

Selain itu, Golkar juga bakal kesulitan untuk mendefiniskan posisi politiknya di DPR. Karenanya, sebelum terlambat, dua kubu yang ada harus segera mengakhiri perseteruannya dengan melakukan rekonsiliasi atau Munas Islah.

“Sekarang sudah benar-benar di ambang masifikasi perpecahan, dan hanya satu momentum untuk menyelesaikan yaitu penyelesaian menyeluruh melalui islah atau rekonsiliasi,” tegas Hajriyanto.

Senada dengan Hajriyanto, politikus muda Golkar Taufik Hidayat mengemukakan hal yang sama dengan memaparkan agenda politik nasional. “Kalau Pilkada langsung diadakan pada November-Desember, berarti menurut Perppu Pilkada, uji publik pada September,” ujarnya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, kemarin.

Menurut ketentuan Perppu Pilkada, tutur Taufik, berarti pendaftaran partai politik peserta Pilkada dilakukan pada Maret. Taufik memprediksi Golkar tidak akan sempat mempersiapkan proses pendaftaran.

“Sangat mungkin terjadi Golkar tak ikut Pilkada serentak, apalagi ada sinyalemen kepengurusan ganda di tingkat daerah,” ujar salah satu inisiator Munas Rekonsiliasi Taufik

Menurut Taufik, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar harus segera berembuk dan menentukan sikap. Jika pengurus DPP tidak juga terbentuk, maka ada 245 DPD yang ingin mengikuti Pilkada akan terkatung-katung nasibnya.

“Tidak bisa tidak, harus dipilih salah satu, acuan KPU dari pemerintah, masalahnya kalau Kemenkumham menyatakan kedua Munas legal kan tidak mungkin dua-duanya ikut Pilkada,” sambungnya.

Taufik menganggap dua usulan solusi itu mungkin terjadi, tapi untuk peradilan pasti akan memakan waktu lama. Padahal, agenda politik telah menanti.

“Oleh karena itu, harus segera ada Munas rekonsiliasi,” ujar Taufik memberikan usulan penyelesaian masalah.

Apa pun sebutannya, Taufik memberikan syarat musyawarah ini harus demokratis. “Kalau bukan Munas Rekonsiliasi, ya Munas Persatuan. Kalau bukan Munas Persatuan, ya Munas Islah. Pokoknya demokratis,” kata dia.

Waketum Golkar versi Munas Bali, Fadel Muhammad juga mengapresiasi keputusan Kemenkumham terkait konflik partainya. Menurut dia, perdamaian melalui mekanisme internal memang merupakan langkah terbaik.

“Dua munas tidak bisa dianggap sah. Sementara pemerintah tidak mau terlalu jauh campuri urusan internal, jadi ya ada benarnya juga. Saya pikir yang terbaik memang islah kedua belah pihak,” kata Fadel di Kuningan, Jakarta, Selasa (16/12) petang.

Namun, diingatkannya, untuk mencapai islah harus dibuat kesepakatan yang sama-sama menguntungkan. Keinginan kubu Ical maupun Agung harus diakomodir. Dia bahkan mengusulkan agar digelar Munas baru dengan catatan Ketum Golkar hasil Munas di Bali, Aburizal Bakrie (Ical), dan Ketum Golkar hasil Munas di Ancol, Agung Laksono, tidak maju sebagai calon ketum.

“Karena islah harus fair. Misalnya dulu kubu Agung pernah pecat, Ical pernah juga. Maka dua-duanya bentuk kesepakatan baru dan cari pemimpin baru,” ucap Fadel.

Lebih lanjut, dikatakannya, saat ini tokoh-tokoh senior Golkar akan membicarakan secara intens alternatif-alternatif menuju islah. Mereka di antaranya, BJ Habibie, Akbar Tandjung, Ginandjar Kartasasmita, dan Muladi.

Pada Selasa (16/12) pagi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yassona Laoly, urung mengesahkan salah satu dari kepengurusan ganda Golkar. Yasonna menyerahkan penyelesaian konflik internal partai melalui Mahkamah Partai atau peradilan.

Yasonna mengatakan kepengurusan Golkar yang diakui pemerintah yakni kepengurusan sebelum konflik atau kepengurusan hasil Munas VIII Golkar di Pekanbaru, Riau, pada Oktober 2009.

Pernyataan tersebut disampaikan setelah Kemenkumham menolak dua kepengurusan baru Golkar yang diajukan oleh kubu berbeda, yakni kubu Aburizal Bakrie (Ical) hasil Munas di Bali dan kubu Agung Laksono hasil Munas di Ancol.

“Golkar masih diakui sebagai partai politik. Tapi kepengurusan yang jadi persoalan di sini. Kepengurusan di Kemenkumham tercatat masih yang lama,” ujar Yasonna dalam jumpa pers di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (16/12).

Merujuk UU Partai Politik, tidak ada perbedaan kepengurusan sampai partai yang bersangkutan mengajukan kepengurusan baru untuk disahkan oleh menteri. Dalam kasus Golkar, terdapat perbedaan versi di mana Golkar terbelah menjadi dua kubu antara kubu Ical dan kubu Agung.

Kedua kubu melaporkan kepengurusan baru versi mereka masing-masing pekan lalu pada hari yang sama, yakni Senin (8/12). “Dua-duanya sah dan punya dokumen lengkap. Kedua Munas juga sah karena dihadiri 50 persen plus satu peserta. Ada peserta yang dari Bali, bedol desa ke Munas di Ancol,” ujar Yasonna.

Kendati menyebut Munas Bali dan Munas Ancol sama-sama sah, Kemenkumham memutuskan untuk tidak mengesahkan salah satu versi kepengurusan Golkar. Alhasil, kepengurusan yang diakui pemerintah masih mengikuti versi lama.

Merespons keputusan terbaru itu, Ical menegaskan kembali bahwa dirinya masih pimpinan partai yang sah dan diakui pemerintah. Hal ini diklaimnya berdasarkan pernyataan Menkumham.

Menurut alumnus ITB itu, Menkumham menyatakan bahwa pemerintah hanya mengakui kepengurusan Golkar versi Munas Riau tahun 2009. Dengan begitu, dirinya otomatis masih menjabat sebagai ketua umum periode 2009-2015.

“Saya telepon Menkumham menanyakan apakah ini statement resmi, beliau mengatakan ini statement resmi dari pemerintah,” kata Ical di Kuningan, Jakarta, Selasa (16/12) malam.

Sesuai keputusan Munas Riau juga, tambah Ical, jabatan Agung Laksono adalah wakil ketua umum. Sementara Priyobudi Santoso dan Yorrys Raweyai sebagai ketua DPP. Karenanya, lanjut Ical lagi, mereka tidak berhak melarang kader Golkar masuk ke dalam kantor DPP. Ia pun meminta dalam waktu dekat kantor tersebut kembali dibuka untuk aktivitas seluruh pengurus.

“Maka nanti dalam penggunaan gedung seperti biasanya saudara Priyo dan Àgung Laksono juga punya tempat di situ,” paparnya.

Ical pun menegaskan bahwa pihaknya sangat menghormati dan akan menjalankan usulan pemerintah. Karena itu, ia akan segera mengusahakan terwujudnya perundingan damai antar kedua kubu.

“Seperti disarankan pemerintah kami akan melaksanakan satu mahkamah partai segera. Dalam hal (konflik) tidak selesai maka akan diselesaikan di pengadilan,” tukasnya.

Kendati berulang kali menyatakan siap islah, Ical ternyata juga bersiap-siap untuk bertarung di meja hijau. Tak tanggung-tanggung, pihak Ical menggandeng pakar hukum Tata Negara Yusril Izha Mahendra yang terlihat wartawan berkunjung ke markas Golkar versi Munas Bali di Bakrie Tower, Jakarta Selatan, Selasa (16/12) petang.

Yusril mengaku direkrut untuk bergabung dengan tim hukum yang dibentuk Ical dan dipimpin oleh Ketua DPP Azis Syamsudin.

“Tadi pak Ical memberikan surat kuasa kepada saya dan pak Rudi Alfonso serta yang lainnya untuk menghadapi gugatan mereka di pengadilan,” ujar Yusril usai pertemuan dengan Ical.

Yusril juga mengaku memberi masukan kepada Ical agar bersiap membawa kasus Golkar ke pengadilan negeri jika proses di mahkamah partai gagal. Hal ini untuk mencegah perkara tersebut diproses di PTUN.

Menurut Yusril, jika melalui PTUN, proses penyelesaian perkara bisa menjadi sangat panjang. Pasalnya, PTUN tidak mengenal batas waktu penanganan perkara.

“Ke Mahkamah Partai maksimum 60 hari. Kalau ke Pengadilan Negeri 30 hari selesai, saya menyarankan menempuh jalan yang lebih pasti daripada, misalnya ke PTUN yang tidak ada limit waktu. Akan lama,” terangnya.

Sebaliknya, menyikapi dualisme kepemimpinan di level pusat, Agung Laksono mengimbau para pengurus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota tetap tenang. Agung juga berharap mereka tetap melakukan aktivitas organisasi seperti biasa.

“Jangan lakukan pemecatan-pemecatan. Kami tak menghendaki hal itu di semua tingkatan,” kata Agung di kantor DPP Golkar di Jalan Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (16/12).

Dengan keluarnya surat keputusan Menkumham, Agung menganggap kubunya juga diakui oleh pemerintah. “Setara dengan kubu Ical,” tutur Agung.

Agung mengapresiasi pemerintah yang cepat merespons surat permohonan pengesahan struktur kepengurusan partainya. “Besok (hari ini, Red), kami akan rapat lagi untuk membahas langkah selanjutnya,” dia menambahkan.

Agung mengaku siap jika harus menyelesaikan masalah internal melalui mekanisme mahkamah partai. Agung dan jajaran pengurusnya akan membentuk juru runding yang nanti akan berhadapan dengan kubu Ical. “Kami juga sudah memiliki mahkamah partai,” katanya.

Dalam struktur kepemimpinan Agung, Andi Mattalatta didapuk sebagai Ketua Mahkamah Golkar. Sedangkan di kubu Ical, nama yang menempati di posisi yang sama dengan Andi adalah Muladi.

“Nanti, kita lihat pembicaraannya,” ujar Agung. Jika perundingan masih alot sampai batas waktu yang ditentukan, Agung mengaku tidak takut jika bersengketa di pengadilan. “Kami siap!” tegasnya.

Mantan Ketum Golkar Jusuf Kalla (JK) tak banyak mengomentari sikap Kemenkumham yang tidak memberikan keputusan soal dualisme Munas di Golkar. Keputusan itu dianggap wakil presiden itu sebagai cara terbaik dalam menghadapi situasi pelik tersebut.

“Itulah pilihan yang baik,” kata JK di Jakarta, Selasa, (16/12). JK sendiri mengaku hanya akan menunggu penyelesaian tersebut. “Kita menunggu dan mengharapkan saja,” tandasnya.

Golkar Sumut Geram

Terpisah, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Sumut geram dengan sikap Kemenkumham yang tak mengesahkan satu dari dua kubu partai itu.

Wakil Ketua DPD Partai Golkar Sumut Daudsyah Munthe mengatakan seharusnya Kemenkumham sudah memahami bahwa kepengurusan hasil Munas di Bali adalah yang sah. Sebab, Munas itu diselenggarakan sudah sesuai mekanisme dan aturan dasar Partai.

Berbeda dengan penyelenggaraan Munas di tempat lain, yakni di Ancol, yang tak sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD dan ART). Maka, Kemenkumham semestinya sudah bisa menentukan kepengurusan yang sah.

Daudsyah menduga keputusan yang diambil Kemenkumham dipengaruhi desakan-desakan politik dari berbagai pihak agar Golkar tak solid. Tapi dia tak menyebutkan pihak-pihak yang dimaksud.

Dia hanya meminta khalayak untuk tidak memanas-manasi dan menimbulkan kisruh Golkar agar program pemerintah dapat berjalan dengan baik. Lagi pula, Golkar akan mendukung kebijakan pemerintah jika itu memang berpihak pada rakyat.

”Kami dari Golkar Sumut meminta pemerintah secepatnya menyelesaikan masalah dualisme itu agar pencanangan program-program pemerintah berjalan baik. Jika tidak, rakyat juga yang dirugikan,” ujarnya. (bbs/dil/jpnn/val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/