25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sumut Ikut Pilih Setnov jadi Golkar Satu

FOTO: Angger Bondan/Jawa Pos Setya Novanto (tengah) salah satu dari delapan Calon Ketua Umum Partai Golkar saat mengikuti Debat caketum di Dyandra Convebtion Center Surabaya, Rabu (11/5). Kedelapan calon tersebut adalah Ade Komaruddin, Setya Novanto, Airlangga Hartarto, Mahyudin, Priyo Budi Santoso, M Aziz Syamsuddin, Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo.
FOTO: Angger Bondan/Jawa Pos
Setya Novanto (tengah) salah satu dari delapan Calon Ketua Umum Partai Golkar saat mengikuti Debat caketum di Dyandra Convebtion Center Surabaya, Rabu (11/5). Kedelapan calon tersebut adalah Ade Komaruddin, Setya Novanto, Airlangga Hartarto, Mahyudin, Priyo Budi Santoso, M Aziz Syamsuddin, Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Setya Novanto akhirnya menakhodai Partai Golkar masa bakti 2016-2019. Terpilihnya Setnov setelah pesaingnya Ade Komaruddin yang juga lolos mengantongi syarat 30 persen suara, tak melanjutkan pertarungan putaran kedua. Wara-wiri dan lobi-lobi Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan ikut mengantarkan keberhasilan Setnov. Di bawah Setnov, duo Jokowi-Luhut akan lebih mudah mengendalikan manuver politik partai tertua di Indonesia tersebut.

Sosok Setnov tak pernah lepas dari kontroversi, termasuk kontroversi yang dibuatnya dalam ajang Musyawarah Nasional Luar Biasa (munaslub) Partai Golkar yang mengantarkan dirinya sebagai orang nomor satu di partai berlambang beringin itu.

Sederet kasus selama ini mewarnai perjalanan politikus kelahiran Bandung, 12 November 1954 itu. Selain tersangkut perkara etik, bekas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu juga pernah beberapa kali terseret kasus pidana.

Rentetan perkara dugaan korupsi pernah memaksa Setya mesti bolak balik menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah beberapa kali memeriksa Setya. Tidak cuma KPK, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pun beberapa kali memintai keterangan dari Setnov.

Salah satu orang dekat Aburizal Bakrie itu pernah diperiksa perkara suap terkait pembangunan lanjutan venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII. Tersangkanya dalam kasus itu ada bekas Gubernur Riau Rusli Zainal. Penyidik KPK bahkan pernah menggeledah ruang kerja Setnov pada 19 Maret 2013.

Perkara dugaan korupsi lainnya yang ikut menyeret-nyeret nama Setnov, yaitu pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012. Dalam kasus di proyek Kemendagri itu nama Setnov disebut oleh bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

Nazaruddin ketika itu menyebut ada aliran dana yang mengalir ke sejumlah anggota DPR di antaranya Setnov. Kala itu Setnov yang menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Golkar disebut-sebut menerima Rp300 miliar dari proyek besar e-KTP. Nazaruddin waktu itu juga menyebut bahwa salah satu pengendali proyek e-KTP adalah Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setnov.

Jauh sebelumnya, nama Setnov juga sempat berurusan dengan hukum. Pada 2001 silam, Setnov menjadi salah satu saksi di persidangan kasus hak piutang (cassie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

Kasus lain yang pernah membawa-bawa nama Setnov, yaitu masalah penyelundupan 60 ribu ton beras Vietnam, yang perkaranya ditangani Kejaksaan Agung pada 2005. Serupa dengan di kasus sebelumnya, dia membantah terlibat.

Selanjutnya perkara korupsi lain yang sempat memunculkan kembali Setnov di hadapan aparat penegak hukum yaitu dalam kasus dugaan korupsi pemilihan kepala daerah. Setya pernah hadir dalam sidang dengan terdakwa bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam kasus dugaan korupsi pilkada di sejumlah daerah.

Belum lama ini, nama Setnov kembali menjadi sorotan buruk. Bukan dalam perkara dugaan korupsi namun menyangkut pelanggaran etika sebagai Ketua DPR. Pada awal September lalu, Setnov bersama pimpinan DPR lain, yaitu Fadli Zon menemui kandidat calon presiden AS, Donald Trump. Keduanya kemudian diperkarakan ke Majelis Kehormatan DPR.

Setelah tersangkut perkara etik di atas, Setnov lagi-lagi membetot perhatian publik dengan mencuatnya kasus pencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memperpanjang masa kontrak PT Freeport di Indonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melaporkan Setnov ke MKD DPR ihwal politisi Senayan yang diduga mencatut nama Jokowi dan JK.

Kontroversi seputar Setnov bahkan juga mencuat dalam ajang munaslub Golkar yang digelar di Nusa Dua Bali pada 15 hingga 17 Mei. Sejak awal munaslub digelar terdapat wacana pemilihan ketua umum akan digiring ke arah aklamasi melalui sistem pemilihan secara terbuka.

Bahkan, Setnov harus berhadapan dengan tujuh bakal calon ketum lainnya yang menolak pemilihan ketua umum dilakukan secara terbuka. Upaya penggiringan yang disebut untuk memenangkan Setnov. Kontroversi lainnya yaitu terkait pertemuan antara Setnov dengan Menkopolhukam. Meskipun Luhut menyebut ada pertemuan, namun Setnov menyangkalnya.

SUMUT PILIH SETNOV
Sekretaris DPD I Partai Golkar Sumut, Sodrul Fuad mengaku pihaknya dari awal mendukung Setya Novanto untuk menjadi Ketua Umum melalui pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).

“Dari awal DPD I Sumut dan sejumlah DPD II Kabupaten/Kota mendukung (Setya Novanto) menjadi ketua umum, keputusan menjadikan ARB (Abu Rizal Bakri) Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) juga perlu diapresiasi,” ujar Sodrul ketika dihubungi wartawan dari Medan, Selasa (17/5).

Terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketum DPP dan ARB didaulat menjadi Wantim diyakini Sodrul bakal mampu mengembalikan kembali kejayaan Partai Golkar yang kurun waktu satu tahun setengah terakhir sibuk berkonflik internal.

“Golkar Sumut berharap hasil munaslub ini menjadi momentum awal bagi partai agar bersatu dan maju kedepannya,” katanya.

Sodrul tak lupa menyampaikan apresiasi dan bangga kepada para pimpinan dan anggota panitia munaslub Golkar, khususnya Nurdin Halid selaku ketua panitia pengarah dan pimpinan munaslub yang telah banyak menghadapi dan menyelesaikan langsung guncangan dan persoalan yang dihadapi di arena munaslub.

“Suksesnya munaslub ini tidak terlepas berkat kerjasama semua kader yang menjaga musyawarah ini dengan demokratis dan saling hormat menghormati antarsesama kita demi menjaga keutuhan Golkar,” sebutnya. (bbs/jpnn/dik/val)

FOTO: Angger Bondan/Jawa Pos Setya Novanto (tengah) salah satu dari delapan Calon Ketua Umum Partai Golkar saat mengikuti Debat caketum di Dyandra Convebtion Center Surabaya, Rabu (11/5). Kedelapan calon tersebut adalah Ade Komaruddin, Setya Novanto, Airlangga Hartarto, Mahyudin, Priyo Budi Santoso, M Aziz Syamsuddin, Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo.
FOTO: Angger Bondan/Jawa Pos
Setya Novanto (tengah) salah satu dari delapan Calon Ketua Umum Partai Golkar saat mengikuti Debat caketum di Dyandra Convebtion Center Surabaya, Rabu (11/5). Kedelapan calon tersebut adalah Ade Komaruddin, Setya Novanto, Airlangga Hartarto, Mahyudin, Priyo Budi Santoso, M Aziz Syamsuddin, Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Setya Novanto akhirnya menakhodai Partai Golkar masa bakti 2016-2019. Terpilihnya Setnov setelah pesaingnya Ade Komaruddin yang juga lolos mengantongi syarat 30 persen suara, tak melanjutkan pertarungan putaran kedua. Wara-wiri dan lobi-lobi Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan ikut mengantarkan keberhasilan Setnov. Di bawah Setnov, duo Jokowi-Luhut akan lebih mudah mengendalikan manuver politik partai tertua di Indonesia tersebut.

Sosok Setnov tak pernah lepas dari kontroversi, termasuk kontroversi yang dibuatnya dalam ajang Musyawarah Nasional Luar Biasa (munaslub) Partai Golkar yang mengantarkan dirinya sebagai orang nomor satu di partai berlambang beringin itu.

Sederet kasus selama ini mewarnai perjalanan politikus kelahiran Bandung, 12 November 1954 itu. Selain tersangkut perkara etik, bekas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu juga pernah beberapa kali terseret kasus pidana.

Rentetan perkara dugaan korupsi pernah memaksa Setya mesti bolak balik menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah beberapa kali memeriksa Setya. Tidak cuma KPK, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pun beberapa kali memintai keterangan dari Setnov.

Salah satu orang dekat Aburizal Bakrie itu pernah diperiksa perkara suap terkait pembangunan lanjutan venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII. Tersangkanya dalam kasus itu ada bekas Gubernur Riau Rusli Zainal. Penyidik KPK bahkan pernah menggeledah ruang kerja Setnov pada 19 Maret 2013.

Perkara dugaan korupsi lainnya yang ikut menyeret-nyeret nama Setnov, yaitu pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012. Dalam kasus di proyek Kemendagri itu nama Setnov disebut oleh bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

Nazaruddin ketika itu menyebut ada aliran dana yang mengalir ke sejumlah anggota DPR di antaranya Setnov. Kala itu Setnov yang menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Golkar disebut-sebut menerima Rp300 miliar dari proyek besar e-KTP. Nazaruddin waktu itu juga menyebut bahwa salah satu pengendali proyek e-KTP adalah Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setnov.

Jauh sebelumnya, nama Setnov juga sempat berurusan dengan hukum. Pada 2001 silam, Setnov menjadi salah satu saksi di persidangan kasus hak piutang (cassie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

Kasus lain yang pernah membawa-bawa nama Setnov, yaitu masalah penyelundupan 60 ribu ton beras Vietnam, yang perkaranya ditangani Kejaksaan Agung pada 2005. Serupa dengan di kasus sebelumnya, dia membantah terlibat.

Selanjutnya perkara korupsi lain yang sempat memunculkan kembali Setnov di hadapan aparat penegak hukum yaitu dalam kasus dugaan korupsi pemilihan kepala daerah. Setya pernah hadir dalam sidang dengan terdakwa bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam kasus dugaan korupsi pilkada di sejumlah daerah.

Belum lama ini, nama Setnov kembali menjadi sorotan buruk. Bukan dalam perkara dugaan korupsi namun menyangkut pelanggaran etika sebagai Ketua DPR. Pada awal September lalu, Setnov bersama pimpinan DPR lain, yaitu Fadli Zon menemui kandidat calon presiden AS, Donald Trump. Keduanya kemudian diperkarakan ke Majelis Kehormatan DPR.

Setelah tersangkut perkara etik di atas, Setnov lagi-lagi membetot perhatian publik dengan mencuatnya kasus pencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memperpanjang masa kontrak PT Freeport di Indonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melaporkan Setnov ke MKD DPR ihwal politisi Senayan yang diduga mencatut nama Jokowi dan JK.

Kontroversi seputar Setnov bahkan juga mencuat dalam ajang munaslub Golkar yang digelar di Nusa Dua Bali pada 15 hingga 17 Mei. Sejak awal munaslub digelar terdapat wacana pemilihan ketua umum akan digiring ke arah aklamasi melalui sistem pemilihan secara terbuka.

Bahkan, Setnov harus berhadapan dengan tujuh bakal calon ketum lainnya yang menolak pemilihan ketua umum dilakukan secara terbuka. Upaya penggiringan yang disebut untuk memenangkan Setnov. Kontroversi lainnya yaitu terkait pertemuan antara Setnov dengan Menkopolhukam. Meskipun Luhut menyebut ada pertemuan, namun Setnov menyangkalnya.

SUMUT PILIH SETNOV
Sekretaris DPD I Partai Golkar Sumut, Sodrul Fuad mengaku pihaknya dari awal mendukung Setya Novanto untuk menjadi Ketua Umum melalui pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).

“Dari awal DPD I Sumut dan sejumlah DPD II Kabupaten/Kota mendukung (Setya Novanto) menjadi ketua umum, keputusan menjadikan ARB (Abu Rizal Bakri) Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) juga perlu diapresiasi,” ujar Sodrul ketika dihubungi wartawan dari Medan, Selasa (17/5).

Terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketum DPP dan ARB didaulat menjadi Wantim diyakini Sodrul bakal mampu mengembalikan kembali kejayaan Partai Golkar yang kurun waktu satu tahun setengah terakhir sibuk berkonflik internal.

“Golkar Sumut berharap hasil munaslub ini menjadi momentum awal bagi partai agar bersatu dan maju kedepannya,” katanya.

Sodrul tak lupa menyampaikan apresiasi dan bangga kepada para pimpinan dan anggota panitia munaslub Golkar, khususnya Nurdin Halid selaku ketua panitia pengarah dan pimpinan munaslub yang telah banyak menghadapi dan menyelesaikan langsung guncangan dan persoalan yang dihadapi di arena munaslub.

“Suksesnya munaslub ini tidak terlepas berkat kerjasama semua kader yang menjaga musyawarah ini dengan demokratis dan saling hormat menghormati antarsesama kita demi menjaga keutuhan Golkar,” sebutnya. (bbs/jpnn/dik/val)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/