26.7 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Kubu Ical Lawan Akbar

FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie meninggalkan ruang rapat usai menutup rapat pleno persiapan Munas Golkar, Senin (24/11/2014) di DPP Golkar. Rapat diteruskan Selasa karena situasi tidak kondusif.
FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS
Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie meninggalkan ruang rapat usai menutup rapat pleno persiapan Munas Golkar, Senin (24/11/2014) di DPP Golkar. Rapat diteruskan Selasa karena situasi tidak kondusif.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Partai Golkar tetap menggelar Musyawarah Nasional (Munas) di Bali. Padahal, peringatan telah dikeluarkan Akbar Tanjung selaku Dewan Pertimbangan (Wantim) Partai Golkar atas rencana Munas yang diusung kubu Aburizal ‘Ical’ Bakrie tersebut.

Menurut Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham pernyataan wantim itu bukan melarang rapat lima tahunan itu. Namun hanya sebuah imbauan agar berhati-hati dalam mengadakan kegiatan.

Hal itu dikatakan Idrus saat berkunjung ke DPR kemarin (28/11). Idrus menegaskan partai Golkar akan terus melanjutkan Munas di Bali. Pasalnya panitia sudah siap menggelar rapat yang diadakan pada tanggal 30 November-3 Desember itu. “Semuanya sudah siap. Baik peserta dan materi pun juga sudah disiapkan,” jelasnya.

Idrus menjelaskan pernyataan Ketua Wantim Golkar Akbar Tanjung itu bukan merupakan halangan untuk menggelar Munas. Sebab, tidak ada larangan menyelenggarakan Munas dalam perkataan yang disampaikan Akbar, Kamis (27/11). Menurut Idrus ada dua poin yang disampaikan Akbar. Yang pertama pembentukan presidium penyelamat Golkar itu tidak seuai dengan AD ART. Sehingga tidak konstitusional. Sedangkan yang kedua, Akbar memberikan imbuan agar peserta Munas berhati-hati saat rapat di Bali. “Ini merupakan perhatian. Kami sampaikan bahwa kami sudah siap menyelenggarakan Munas. Jadi Munas jalan terus,” jelasnya.

Menurut Idrus, pernyataan kekhawatiran yang disampaikan Akbar merupakan kewajaran. Pasalnya Akbar merupakan senior yang selalu mengikuti proses-proses rapat internal di partai beringin itu. Dia juga ikut dalam pengambilan keputusan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar di Jogjakarta yang memutuskan tanggal dan tempat Munas. “Jadi wajar saja Bang Akbar memberikan warning,” paparnya.

Pria berasal dari Pinrang Sulawesi Selatan itu mengatakan salah satu yang menjadi kekhawatiran Akbar adalah faktor keamanan. Sebab saat ini Golkar masih terbelah. Yakni kubu Ical dan kubu Agung Laksono. Idrus menyatakan pihaknya yakin tidak akan terjadi keributan di area Munas. Pasalnya dia sudah berkoordinasi dengan pihak keamanan setempat. Dia mengaku sudah mengantongi rekomendasi dari Kapolri dan Polda Bali tertanggal 24 November lalu. Sehingga jika ada kerusuhan maka, pihak keamanan yang akan melakukan penertiban.

Selain itu, Golkar sudah menyebar surat undangan pada ketua parpol. Idrus menegaskan akan mengundang semua partai baik KIH dan KMP. Dia juga sudah berkoordinasi dengan Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Dari hasil pertemuan itu, Made tidak melarang Munas digelar di Bali. “Pak Gubernur mempersilahkan Munas di Bali,” ujarnya.

Ada kekawatiran bahwa Munas itu dikacaukan oleh sesama anggota Golkar seperti yang dilakukan saat rapat Pleno di DPP Golkar beberapa waktu lalu. Pada asat itu terjadi baku hantam antara kelompok yang menamakan Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dan Kelompok yang dipimpin oleh Yoris Raweyai.

Menanggapi itu Idrus yakin tidak ada kader Golkar yang ingin mengacaukan rapat tertinggi tersebut. Seperti Yoris, dia mengaku Yoris merupakan kader yang menginginkan Golkar terus maju. “Sehingga tidak mungkin akan mengacau pada saat rapat. Jika dia mengacau maka akan mendegradasi nama dia di partai dan masyarakat,” jelasnya.

Ada kabar yang menyebutkan kubu Agung Laksono akan menyelenggarakan Munas tandingan pada tanggal 15 Januari tahun depan. Rapat itu akan dilakukan di Jakarta. Tak hanya itu, Agung juga sudah bertemu dengan Menkum HAM Yasonna Laoly kemarin (27/11). Dia menyerahkan kepengurusan baru DPP Golkar. Jika itu terjadi, maka praktis DPP Golkar akan mempunyai dua ketua umum.

Pria yang pernah menjadi anggota MPR pada tahun 1997 itu yakin bahwa tidak ada Munas tandingan dan mengakui Agung Laksono sebagai ketum Golkar. Sebab dia yakin Menkum HAM tahu kepengurusan mana yang asli. Idrus pun balik mengecam Agung. Dia mengatakan seharusnya jika ingin menjadi ketua umum, seorang kader golkar tidak perlu melakukan tindakan inkonstitusional. “misalnya saya ingin jadi ketua umum. Satya harus persiapkan 3-4 tahun sebelumnya. Aktif di kegiatan partai dan turun ke DPD,” paparnya.

Ditanya apakah Partai Golkar akan menerima Agung jika kembali mendukung Ical sebagai ketum? Idrus belum bisa memastikan. Menurut dia pembahasan itu akan ditentukan setelah Munas.

Terpisah, Tim Penyelamat Partai Golkar memastikan mengambil alih kepengurusan DPP. Setelah sempat mencopot label ‘presidium, tim penyelamat Partai Golkar kembali menggunakan nama depan itu, sekaligus pernyataan resmi mengambil alih kepengurusan DPP.

“Kalau dibilang tim penyelamat itu ilegal, itu tidak benar,” kata Agun Gunanjar Sudarsa, salah satu anggota presidium di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, kemarin (28/11).

Agun menyatakan, presidium justru memiliki landasan konstitusional. Pasal 4 Anggaran Dasar (AD) Partai Golkar menyebut, kedaulatan Partai Golkar ada di tangan anggota dan dilaksanakan menurut AD/ART. Karena itu, Agung menepis anggapan jika seorang Ketua Umum Partai Golkar mampu memutuskan semuanya, dengan mengabaikan kedaulatan anggota. “Jadi, (sebenarnya) partai kita ini paling demokratis,” kata Agun.

Pasal-pasal lain yang bisa membuktikan, kata Agun, adalah aturan pasal 15 a AD yang menyebutkan anggota berkewajiban menjunjung tinggi nama dan kehormatan partai. Selanjutnya, ada pasal 16 a AD yang memberikan kepada anggota hak untuk berbicara dan memberikan suara.

“Dari posisi anggota itu, dijelaskan pula posisi DPP. Bahwa DPP adalah pelaksana tertinggi partai yang bersifat kolektif,” kata Agun. Aturan itu tercantum dalam Pasal 19 ayat 1 AD, di mana semua anggota DPP merupakan anggota badan pelaksana yang bersifat kolektif.

Tokoh senior Partai Golkar itu menyatakan, dalam AD/ART, tidak pernah dikenal yang namanya hak prerogatif Ketua Umum. Hal ini berlainan dengan pernyataan Ical, yang menyebut bahwa keputusan untuk menunjuk panitia Rapat Pimpinan Nasional dan Musyawarah Nasional adalah haknya.

“Pasal 36 ayat 2, diatur bahwa Ketua Umum adalah Ketua DPP yang kolektif dan pengambilan keputusan dilakukan musyawarah mufakat. Jika tidak mungkin, maka dengan perolehan suara terbanyak,” ujarnya.

Nah, Agun menilai keputusan pleno pada Selasa (25/11) yang menetapkan bahwa DPP siap melaksanakan keputusan Rapimnas Jogjakarta, tidak sesuai aturan main Partai Golkar. Di mana, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Theo L Sambuaga, penerima mandat pimpinan pleno DPP Partai Golkar dari Ical, hanya menyampaikan pengumuman, tanpa memperhatikan interupsi keras dari peserta pleno.

Lebih jauh dari itu, pelaksanaan Munas pada 30 November juga tidak meliputi berbagai pembahasan agenda. Mulai dari Rancangan Perubahan AD/ART, Rancangan Program Umum, Rancangan Pertanggungjawaban DPP, Rancangan Tata Tertib Munas sebagaimana diatur tentang wewenang Munas di pasal 30 ayat (2), Rancangan Pemilihan Pimpinan Partai sebagaimana diatur dalam pasal 45 ART.

“Sampai saat ini semuanya tidak pernah dibicarakan, dibahas dan diputuskan dalam rapat pleno DPP,” ujar mantan Ketua Komisi II DPR itu,

Menurut Agun, sepanjang sejarah dia menjadi kader Partai Golkar, baru pertama kali inilah DPP tidak menggelar pleno, demi membahas persiapan Munas. Karena itulah, menjadi hal yang mendasar jika sejumlah kader mengambil keputusan untuk membentuk presidium penyelamat Partai Golkar.

“Dengan dasar itu. Kami tidak mengakui dan menyatakan penyelenggaraan Munas IX di Bali melanggar AD/ART partai, dan dengan sendirinya tidak sah. Untuk itu kami meminta kepada pemerintah untuk tidak mengakui keberadaan penyelenggaraan Munas IX Partai Golkar di Bali,” pungkasnya. (aph/bay/jpnn/rbb)

FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie meninggalkan ruang rapat usai menutup rapat pleno persiapan Munas Golkar, Senin (24/11/2014) di DPP Golkar. Rapat diteruskan Selasa karena situasi tidak kondusif.
FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS
Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie meninggalkan ruang rapat usai menutup rapat pleno persiapan Munas Golkar, Senin (24/11/2014) di DPP Golkar. Rapat diteruskan Selasa karena situasi tidak kondusif.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Partai Golkar tetap menggelar Musyawarah Nasional (Munas) di Bali. Padahal, peringatan telah dikeluarkan Akbar Tanjung selaku Dewan Pertimbangan (Wantim) Partai Golkar atas rencana Munas yang diusung kubu Aburizal ‘Ical’ Bakrie tersebut.

Menurut Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham pernyataan wantim itu bukan melarang rapat lima tahunan itu. Namun hanya sebuah imbauan agar berhati-hati dalam mengadakan kegiatan.

Hal itu dikatakan Idrus saat berkunjung ke DPR kemarin (28/11). Idrus menegaskan partai Golkar akan terus melanjutkan Munas di Bali. Pasalnya panitia sudah siap menggelar rapat yang diadakan pada tanggal 30 November-3 Desember itu. “Semuanya sudah siap. Baik peserta dan materi pun juga sudah disiapkan,” jelasnya.

Idrus menjelaskan pernyataan Ketua Wantim Golkar Akbar Tanjung itu bukan merupakan halangan untuk menggelar Munas. Sebab, tidak ada larangan menyelenggarakan Munas dalam perkataan yang disampaikan Akbar, Kamis (27/11). Menurut Idrus ada dua poin yang disampaikan Akbar. Yang pertama pembentukan presidium penyelamat Golkar itu tidak seuai dengan AD ART. Sehingga tidak konstitusional. Sedangkan yang kedua, Akbar memberikan imbuan agar peserta Munas berhati-hati saat rapat di Bali. “Ini merupakan perhatian. Kami sampaikan bahwa kami sudah siap menyelenggarakan Munas. Jadi Munas jalan terus,” jelasnya.

Menurut Idrus, pernyataan kekhawatiran yang disampaikan Akbar merupakan kewajaran. Pasalnya Akbar merupakan senior yang selalu mengikuti proses-proses rapat internal di partai beringin itu. Dia juga ikut dalam pengambilan keputusan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar di Jogjakarta yang memutuskan tanggal dan tempat Munas. “Jadi wajar saja Bang Akbar memberikan warning,” paparnya.

Pria berasal dari Pinrang Sulawesi Selatan itu mengatakan salah satu yang menjadi kekhawatiran Akbar adalah faktor keamanan. Sebab saat ini Golkar masih terbelah. Yakni kubu Ical dan kubu Agung Laksono. Idrus menyatakan pihaknya yakin tidak akan terjadi keributan di area Munas. Pasalnya dia sudah berkoordinasi dengan pihak keamanan setempat. Dia mengaku sudah mengantongi rekomendasi dari Kapolri dan Polda Bali tertanggal 24 November lalu. Sehingga jika ada kerusuhan maka, pihak keamanan yang akan melakukan penertiban.

Selain itu, Golkar sudah menyebar surat undangan pada ketua parpol. Idrus menegaskan akan mengundang semua partai baik KIH dan KMP. Dia juga sudah berkoordinasi dengan Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Dari hasil pertemuan itu, Made tidak melarang Munas digelar di Bali. “Pak Gubernur mempersilahkan Munas di Bali,” ujarnya.

Ada kekawatiran bahwa Munas itu dikacaukan oleh sesama anggota Golkar seperti yang dilakukan saat rapat Pleno di DPP Golkar beberapa waktu lalu. Pada asat itu terjadi baku hantam antara kelompok yang menamakan Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dan Kelompok yang dipimpin oleh Yoris Raweyai.

Menanggapi itu Idrus yakin tidak ada kader Golkar yang ingin mengacaukan rapat tertinggi tersebut. Seperti Yoris, dia mengaku Yoris merupakan kader yang menginginkan Golkar terus maju. “Sehingga tidak mungkin akan mengacau pada saat rapat. Jika dia mengacau maka akan mendegradasi nama dia di partai dan masyarakat,” jelasnya.

Ada kabar yang menyebutkan kubu Agung Laksono akan menyelenggarakan Munas tandingan pada tanggal 15 Januari tahun depan. Rapat itu akan dilakukan di Jakarta. Tak hanya itu, Agung juga sudah bertemu dengan Menkum HAM Yasonna Laoly kemarin (27/11). Dia menyerahkan kepengurusan baru DPP Golkar. Jika itu terjadi, maka praktis DPP Golkar akan mempunyai dua ketua umum.

Pria yang pernah menjadi anggota MPR pada tahun 1997 itu yakin bahwa tidak ada Munas tandingan dan mengakui Agung Laksono sebagai ketum Golkar. Sebab dia yakin Menkum HAM tahu kepengurusan mana yang asli. Idrus pun balik mengecam Agung. Dia mengatakan seharusnya jika ingin menjadi ketua umum, seorang kader golkar tidak perlu melakukan tindakan inkonstitusional. “misalnya saya ingin jadi ketua umum. Satya harus persiapkan 3-4 tahun sebelumnya. Aktif di kegiatan partai dan turun ke DPD,” paparnya.

Ditanya apakah Partai Golkar akan menerima Agung jika kembali mendukung Ical sebagai ketum? Idrus belum bisa memastikan. Menurut dia pembahasan itu akan ditentukan setelah Munas.

Terpisah, Tim Penyelamat Partai Golkar memastikan mengambil alih kepengurusan DPP. Setelah sempat mencopot label ‘presidium, tim penyelamat Partai Golkar kembali menggunakan nama depan itu, sekaligus pernyataan resmi mengambil alih kepengurusan DPP.

“Kalau dibilang tim penyelamat itu ilegal, itu tidak benar,” kata Agun Gunanjar Sudarsa, salah satu anggota presidium di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, kemarin (28/11).

Agun menyatakan, presidium justru memiliki landasan konstitusional. Pasal 4 Anggaran Dasar (AD) Partai Golkar menyebut, kedaulatan Partai Golkar ada di tangan anggota dan dilaksanakan menurut AD/ART. Karena itu, Agung menepis anggapan jika seorang Ketua Umum Partai Golkar mampu memutuskan semuanya, dengan mengabaikan kedaulatan anggota. “Jadi, (sebenarnya) partai kita ini paling demokratis,” kata Agun.

Pasal-pasal lain yang bisa membuktikan, kata Agun, adalah aturan pasal 15 a AD yang menyebutkan anggota berkewajiban menjunjung tinggi nama dan kehormatan partai. Selanjutnya, ada pasal 16 a AD yang memberikan kepada anggota hak untuk berbicara dan memberikan suara.

“Dari posisi anggota itu, dijelaskan pula posisi DPP. Bahwa DPP adalah pelaksana tertinggi partai yang bersifat kolektif,” kata Agun. Aturan itu tercantum dalam Pasal 19 ayat 1 AD, di mana semua anggota DPP merupakan anggota badan pelaksana yang bersifat kolektif.

Tokoh senior Partai Golkar itu menyatakan, dalam AD/ART, tidak pernah dikenal yang namanya hak prerogatif Ketua Umum. Hal ini berlainan dengan pernyataan Ical, yang menyebut bahwa keputusan untuk menunjuk panitia Rapat Pimpinan Nasional dan Musyawarah Nasional adalah haknya.

“Pasal 36 ayat 2, diatur bahwa Ketua Umum adalah Ketua DPP yang kolektif dan pengambilan keputusan dilakukan musyawarah mufakat. Jika tidak mungkin, maka dengan perolehan suara terbanyak,” ujarnya.

Nah, Agun menilai keputusan pleno pada Selasa (25/11) yang menetapkan bahwa DPP siap melaksanakan keputusan Rapimnas Jogjakarta, tidak sesuai aturan main Partai Golkar. Di mana, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Theo L Sambuaga, penerima mandat pimpinan pleno DPP Partai Golkar dari Ical, hanya menyampaikan pengumuman, tanpa memperhatikan interupsi keras dari peserta pleno.

Lebih jauh dari itu, pelaksanaan Munas pada 30 November juga tidak meliputi berbagai pembahasan agenda. Mulai dari Rancangan Perubahan AD/ART, Rancangan Program Umum, Rancangan Pertanggungjawaban DPP, Rancangan Tata Tertib Munas sebagaimana diatur tentang wewenang Munas di pasal 30 ayat (2), Rancangan Pemilihan Pimpinan Partai sebagaimana diatur dalam pasal 45 ART.

“Sampai saat ini semuanya tidak pernah dibicarakan, dibahas dan diputuskan dalam rapat pleno DPP,” ujar mantan Ketua Komisi II DPR itu,

Menurut Agun, sepanjang sejarah dia menjadi kader Partai Golkar, baru pertama kali inilah DPP tidak menggelar pleno, demi membahas persiapan Munas. Karena itulah, menjadi hal yang mendasar jika sejumlah kader mengambil keputusan untuk membentuk presidium penyelamat Partai Golkar.

“Dengan dasar itu. Kami tidak mengakui dan menyatakan penyelenggaraan Munas IX di Bali melanggar AD/ART partai, dan dengan sendirinya tidak sah. Untuk itu kami meminta kepada pemerintah untuk tidak mengakui keberadaan penyelenggaraan Munas IX Partai Golkar di Bali,” pungkasnya. (aph/bay/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/