Badan Metrologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) wilayah Sumatera Utara mencatat suhu maksimum di Kota Med di bulan ini mencapai 34 derajat celcius. Kondisi ini mengakibatkan tubuh lebih mudah kekeringan.
“Kalau dilihat juga secara keseluruhan pada bulan April ini Medan memasuki musim hujan. Pada dasarnya suhu ini masih relatif normal. Hanya saja, bagi masyarakat akan terasa lebih gerah karena efek bangunan perkotaan,” ucap Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Sumut, Hendra Suwarta, Selasa (9/4).
Bulan ini pola angin pada ketinggian sekitar 3 ribu kaki yang terbentuk di sekitar wilayah Sumbagut, merupakan pola angin menyebar (divergence). Dalam kondisi angin demikian, awan sulit terbentuk. Dengan efek pemanasan perkotaan, rasa gerahnya sangat tinggi.
Karena langit tidak tertutup awan, sinaran matahari dengan bebas menerpa permukaan bumi, membuat panas terasa lebih menyengat.
Apalagi efek pemanasan perkotaan tak hanya karena dinding gedung, banyak permukaan tanah sudah tertutup aspal dan semen menyebabkan sinar matahari yang datang ke permukaan langsung dipantulkan dan suhu udara menjadi cepat tinggi atau panas.
BMKG juga mencatat, bulan ini suhu tidak lebih tinggi dari 34 derajat celcius. “Suhu tinggi dan intensitas hujan lebih dari 150 mm juga perlu diwaspadai potensi bencana, seperti angin kencang dan lainnya,” jelasnya.
Selain faktor alam, manusia memberi sumbangan besar terhadap peningkatan suhu ini. Direktur Walhi Sumut, Kusnadi mengingatkan, padatnya permukiman, perkantoran dan gedung-gedung di perkotaan dan kian sedikitnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) mempercepat proses pemanasan global.
Catatan Sumut Pos, Kota Medan dengan luas sekitar 26.510 hektare (ha), hanya memiliki 5 taman kota dengan luas keseluruhannya sekitar 6,3 ha, atau hanya sekitar 0,023 persen. Perinciannya, Taman Gajah Mada (1 ha), Taman Ahmad Yani (1,5 ha), Taman Beringin (1 ha), Teladan (0,8 ha) dan Lapangan Merdeka (2 ha).
Pengembang Enggan Disalahkan
Pelaku industri perumahan tidak mau dijadikan sasaran penyebab percepatan terjadinya pemanasan suhu. Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sumut, Tomi Wistan mengatakan, suhu naik di perkotaan ini akumulasi beberapa kondisi. Pemerintah sendiri sudah menetakan syarat RTH mencapai 30 persen utuk memperoleh izin membangun. “Pembangunan itu boleh di cek, lebih banyak yang dibangun masyarakat dari pada pengemban. Dan memmang, efek dari rumah kaca karema faktor lain meningkatkan pemanasan dari 1 sampai 2 derajat celsius,” terangnya.
Tomi juga mengimbau pemerintah untuk tidak mengeluarkan izin bangunan baru di wilayah padat dan mengarahkannya pada daerah yang masih lapang. “Kami dari REI khususnya membangun di perkotaan sekarang memiliki kebijakan pada bangunan yang vertikal bukan lagi horizontal. Karena dengan bangunan yang vertikal, ruang terbuka hijau tidak diganggu,” ucapnya.
Sekretaris Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia ( Apersi) Sumut, Irwan Ray, turut menyinggung persyaratan pengurusan IMB perumahan soal alokasi ruang terbuka hijau. Setiap pengembang pasti diwajibkan mengalokasikan 30 persen lahan untuk ruang terbuka saat mengantongi IMB . “Itu ada ketentuan RO, 30 persen lahan harus ada RTH,”jelasnya.
Dengan ketentuan itu, kata Irwan, peningkatan suhu akibat pembangunan property harusnya bisa diminimalisir. “Kalau ada yang tidak menggikuti, itu pasti oknum pengembang nakal,” ucapnya.
Kepala Dinas (Kadis) Tata Ruang Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan Syampurno Pohan berjanji menindak tegas pengembang yang tidak memenuhi persyaratan. “Setiap bangunan harus punya RTH 30 persen. Kalau tidak, kita tindak tegas sesuai Perda,” ucapnya dengan singkat.(mag-19)