26 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Kapasitas Inventarisasi GRK

Gatot Buka Workshop Pengembangan

MEDAN- Berbagai dampak perubahan iklim tidak terlepas dari perilaku manusia dalam menjalankan aktivitas pembangunan ekonomi, baik di negara maju maupun negara berkembang.

Kebijakan pembangunan yang terintegrasi dengan penanganan dampak perubahan iklim saat ini sangat diperlukan di Sumut. Sehingga, pembangunan ekonomi dan pelestarian fungsi lingkungan hidup dapat berjalan selaras, serasi dan seimbang.

Demikian disampaikan Plt Gubsu H Gatot Pujo Nugroho ST dalam sambutannya sebelum membuka workshop Pengembangan Kapasitas Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) di Sumut, Selasa (28/2) di Hotel Madani, Medan. Hadir dalam acara itu, Konsul Jepang Mr Yuuji Hamada, Ketua Penitia (Kepala BLH Sumut) Dr Ir Hj Hidayati MSi, Ir Hari Wibowo (Mewakili Deputy Bidang Kerusakan Hutan dan Perubahan Iklim) dan para undangan lainnya.

Dikatakan Gatot, pemerintah Indonesia pada pertemuan G20 di Kopenhagen tahun 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah berkomitmen melakukan penurunan emisi gas GRK 26 persen dari aksi mitigasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sampai tahun 2020, dan dilaksanakan di lima sektor yaitu kehutanan dan gambut 22,78 persen, limbah 1,63 persen, pertanian 0,27 persen, industri 0,03 persen serta energi dan transportasi 1,29 persen.

“Sebagai tindaklanjut dari komitmen tersebut pemerintah Indonesia telah menerbitkan Perres No. 61 tahun 2011 tentang rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca dan Perpres No. 71 tahun 2011 tentang penyelenggaraan inventarisasi GRK. Di dalamnya dinyatakan tentang kewajiban Pemprovsu dan provinsi lainnya untuk menyusun rencana aksi daerah penurunan emisi gas rumah kaca (RAD-GRK),” kata Gatot.

Sedangkan Ir Hari Wibowo yang mewakili Deputy Bidang Kerusakan Hutan dan Perubahan Iklim menyampaikan, kebijakan penurunan emisi GRK 26 persen yang telah berjalan kurang lebih 2 tahun memerlukan percepatan dalam pelaksanaannya. “Untuk itu, unit kerja Presiden RI bidang pengendalian dan pengawasan pembangunan (UKP-4) akan menggunakan instrumen pengendalian dan pengawasan yang telah dikembangkan UKP-4 selama ini untuk memastikan capaian kebijakan penurunan emisi 26 persen,” ujarnya.

Dan, lanjutnya, percepatan pelaksanaan Perpres No. 61 tahun 2011 dan Perpres No. 71 tahun 2011 itu diwujudkan dengan akan dikeluarkannya pedoman RAD GRK dalam waktu tidak terlalu lama lagi.

Dia juga berharap melalui pertemuan itu para pemangku kepentingan daerah memahami dasar-dasar inventarisasi GRK. Kemudian para pelaksana inventarisasi GRK di daerah terutama kabupaten/kota dapat melakukan penghitungan emisi GRK, serta meningkatkan kualitas pelaporan inventarisasi GRK daerah.

Sementara menurut data dari BLH Sumut, kalau sumber GRK di Sumut selama ini paling banyak berasal dari kendaraan (2.284.404 kenderaan), lalu industri (1600 industri), kebakaran hutan/lahan (498 titik hotspot), dan sampah (15 juta orang x 0,6 kg).

Kata dia, Sumut memiliki 1,7 juta Ha areal perkebunan sawit yang berpotensi menghasilkan 8,7 miliar ton setara CO2 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dengan kapasitas olah 30 ton/jam saja dapat menghasilkan 13.000 ton setara CO2 per tahun dan berpotensi menghasilkan emisi 35.000-100.000 ton CO2 per tahun.

“Jadi apabila kualitas udara nasional melalui emisi tidak diperbaiki atau tidak dilakukan perubahan, maka telah diproyeksikan pada tahun 2018 akan terjadi peningkatan 20 kali partikel debu (PM). Makanya BLH Sumut melakukan 10 strategi 2010-2014, antara lain : peningkatan kualitas air permukaan (Asahan, Deli dan Belawan), konservasi ekosistem Danau Toba, Pantai Timur dan lain-lain,” katanya. (*/ila)

Gatot Buka Workshop Pengembangan

MEDAN- Berbagai dampak perubahan iklim tidak terlepas dari perilaku manusia dalam menjalankan aktivitas pembangunan ekonomi, baik di negara maju maupun negara berkembang.

Kebijakan pembangunan yang terintegrasi dengan penanganan dampak perubahan iklim saat ini sangat diperlukan di Sumut. Sehingga, pembangunan ekonomi dan pelestarian fungsi lingkungan hidup dapat berjalan selaras, serasi dan seimbang.

Demikian disampaikan Plt Gubsu H Gatot Pujo Nugroho ST dalam sambutannya sebelum membuka workshop Pengembangan Kapasitas Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) di Sumut, Selasa (28/2) di Hotel Madani, Medan. Hadir dalam acara itu, Konsul Jepang Mr Yuuji Hamada, Ketua Penitia (Kepala BLH Sumut) Dr Ir Hj Hidayati MSi, Ir Hari Wibowo (Mewakili Deputy Bidang Kerusakan Hutan dan Perubahan Iklim) dan para undangan lainnya.

Dikatakan Gatot, pemerintah Indonesia pada pertemuan G20 di Kopenhagen tahun 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah berkomitmen melakukan penurunan emisi gas GRK 26 persen dari aksi mitigasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sampai tahun 2020, dan dilaksanakan di lima sektor yaitu kehutanan dan gambut 22,78 persen, limbah 1,63 persen, pertanian 0,27 persen, industri 0,03 persen serta energi dan transportasi 1,29 persen.

“Sebagai tindaklanjut dari komitmen tersebut pemerintah Indonesia telah menerbitkan Perres No. 61 tahun 2011 tentang rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca dan Perpres No. 71 tahun 2011 tentang penyelenggaraan inventarisasi GRK. Di dalamnya dinyatakan tentang kewajiban Pemprovsu dan provinsi lainnya untuk menyusun rencana aksi daerah penurunan emisi gas rumah kaca (RAD-GRK),” kata Gatot.

Sedangkan Ir Hari Wibowo yang mewakili Deputy Bidang Kerusakan Hutan dan Perubahan Iklim menyampaikan, kebijakan penurunan emisi GRK 26 persen yang telah berjalan kurang lebih 2 tahun memerlukan percepatan dalam pelaksanaannya. “Untuk itu, unit kerja Presiden RI bidang pengendalian dan pengawasan pembangunan (UKP-4) akan menggunakan instrumen pengendalian dan pengawasan yang telah dikembangkan UKP-4 selama ini untuk memastikan capaian kebijakan penurunan emisi 26 persen,” ujarnya.

Dan, lanjutnya, percepatan pelaksanaan Perpres No. 61 tahun 2011 dan Perpres No. 71 tahun 2011 itu diwujudkan dengan akan dikeluarkannya pedoman RAD GRK dalam waktu tidak terlalu lama lagi.

Dia juga berharap melalui pertemuan itu para pemangku kepentingan daerah memahami dasar-dasar inventarisasi GRK. Kemudian para pelaksana inventarisasi GRK di daerah terutama kabupaten/kota dapat melakukan penghitungan emisi GRK, serta meningkatkan kualitas pelaporan inventarisasi GRK daerah.

Sementara menurut data dari BLH Sumut, kalau sumber GRK di Sumut selama ini paling banyak berasal dari kendaraan (2.284.404 kenderaan), lalu industri (1600 industri), kebakaran hutan/lahan (498 titik hotspot), dan sampah (15 juta orang x 0,6 kg).

Kata dia, Sumut memiliki 1,7 juta Ha areal perkebunan sawit yang berpotensi menghasilkan 8,7 miliar ton setara CO2 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dengan kapasitas olah 30 ton/jam saja dapat menghasilkan 13.000 ton setara CO2 per tahun dan berpotensi menghasilkan emisi 35.000-100.000 ton CO2 per tahun.

“Jadi apabila kualitas udara nasional melalui emisi tidak diperbaiki atau tidak dilakukan perubahan, maka telah diproyeksikan pada tahun 2018 akan terjadi peningkatan 20 kali partikel debu (PM). Makanya BLH Sumut melakukan 10 strategi 2010-2014, antara lain : peningkatan kualitas air permukaan (Asahan, Deli dan Belawan), konservasi ekosistem Danau Toba, Pantai Timur dan lain-lain,” katanya. (*/ila)

Artikel Terkait

Bobby Resmikan Pekan Kuliner Kondang

Dua Artis Meriahkan HMAF 2019

Gagal Jadi Pengusaha, Kini Jadi Pengajar

Terpopuler

Artikel Terbaru

/