27 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Jangan Permainkan Masalah Tanah

Diskusi Kelompok Pemikir Delapan di Hotel Garuda Plaza Medan

Permasalahannya tanah di Sumut menjadi perhatian serius para cendikiawan yang tergabung dalam Kelompok Delapan yang menggelar diskusi di Hotel Garuda Plaza Medan, pekan lalu. Prof Dr Syahrin Harahap MA, Hamdani Harahap SH MH, Dr Muhammad Yusuf Harahap, Dr Shohibul Ansor MA dan Usman Hasibuan menuangkan berbagai pemikiran bernas mengatasi masalah klasik reforma agraria terutama di Sumut.

Berbagai aspek agama, hukum, ekonomi, sosial dan politik menjadi kajian terintegrasi di mana pemerintah kurang memberi perhatian serius terhadap pemasalahan tanah. Alhasil, menurut Syahrin Harahap, dari dulu hingga sekarang masalah tanah terus terjadi sehingga sering menyebabkan konflik di tengah-tengah masyarakat.

Padahal, menurut Syahrin yang juga Guru Besar IAIN Sumut, manusia berasal dari tanah dan kembali ke tanah sehingga masalah tanah dari aspek agama sangat penting untuk segera diselesaikan.

Ia mengingatkan orang-orang yang mempermainkan masalah tanah merupakan iblis. Disamping itu kesalahan dalam pemanfaatan tanah menyebabkan kemiskinan. Kegalauan terhadap masalah tanah juga diutarakan Hamdani Harahap SH MH. Ia mengatakan reforma agraria pertanahan yang diprogramkan harus dipercepat dengan adanya revolusi agraria. Namun, Hamdani menolak revolusi agraria dilaksanakan dengan penuh kekerasan maupun dengan kekuatan senjata. Usman Hasibuan juga mencontohkan beberapa kasus tanah di Sumut di mana tidak ada sinkronisasi data tanah seperti yang dimiliki Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Menghadapi ketidaksinkronan institusi, Shohibul mendesak pembentukan suatu lembaga baru yang memiliki ‘super body dan super power’ yang mampu mengatasi kasus-kasus tanah dalam masa waktu tertentu. Ia juga berharap calon Gubernur Sumut mendatang dapat menjadikan penyelesaian persoalan tanah menjadi program prioritas yang akan diselesaikan dalam masa pemerintahannya di Sumut. ‘’Kita juga berharap presiden yang dipilih tahun 2014 juga memiliki komitmen menyelesaikan kasus tanah di Indonesia,’’ pintanya.

Dr Muhammad Yusuf Harahap yang juga dosen Unimed mengemukakan, kasus-kasus tanah di Sumut berkaitan dengan aspek ekonomis tanah. ‘’Tanah-tanah subur banyak dialihfungsikan menjadi kawasan perumahan. Padahal dalam kurun waktu yang lebih panjang, nilai tanah subur akan memiliki nilai ekonomis lebih tinggi bila tidak dijadikan lahan perumahan,’’ kata Yusuf.

Di akhir diskusi, Kelompok Pemikir Delapan ini sepakat menyampaikan materi diskusi pada pihak-pihak terkait dalam penyelesaian kasus tanah di Indonesia sehingga terdapat sinkronisasi intitusi pemerintahan dan terbentuknya lembaga yang mampu menyelesaikan kasus tanah. Mereka juga mendesak adanya penyusunan tata ruang penggunaan lahan yang lebih baik di masa mendatang. (dmp)

Diskusi Kelompok Pemikir Delapan di Hotel Garuda Plaza Medan

Permasalahannya tanah di Sumut menjadi perhatian serius para cendikiawan yang tergabung dalam Kelompok Delapan yang menggelar diskusi di Hotel Garuda Plaza Medan, pekan lalu. Prof Dr Syahrin Harahap MA, Hamdani Harahap SH MH, Dr Muhammad Yusuf Harahap, Dr Shohibul Ansor MA dan Usman Hasibuan menuangkan berbagai pemikiran bernas mengatasi masalah klasik reforma agraria terutama di Sumut.

Berbagai aspek agama, hukum, ekonomi, sosial dan politik menjadi kajian terintegrasi di mana pemerintah kurang memberi perhatian serius terhadap pemasalahan tanah. Alhasil, menurut Syahrin Harahap, dari dulu hingga sekarang masalah tanah terus terjadi sehingga sering menyebabkan konflik di tengah-tengah masyarakat.

Padahal, menurut Syahrin yang juga Guru Besar IAIN Sumut, manusia berasal dari tanah dan kembali ke tanah sehingga masalah tanah dari aspek agama sangat penting untuk segera diselesaikan.

Ia mengingatkan orang-orang yang mempermainkan masalah tanah merupakan iblis. Disamping itu kesalahan dalam pemanfaatan tanah menyebabkan kemiskinan. Kegalauan terhadap masalah tanah juga diutarakan Hamdani Harahap SH MH. Ia mengatakan reforma agraria pertanahan yang diprogramkan harus dipercepat dengan adanya revolusi agraria. Namun, Hamdani menolak revolusi agraria dilaksanakan dengan penuh kekerasan maupun dengan kekuatan senjata. Usman Hasibuan juga mencontohkan beberapa kasus tanah di Sumut di mana tidak ada sinkronisasi data tanah seperti yang dimiliki Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Menghadapi ketidaksinkronan institusi, Shohibul mendesak pembentukan suatu lembaga baru yang memiliki ‘super body dan super power’ yang mampu mengatasi kasus-kasus tanah dalam masa waktu tertentu. Ia juga berharap calon Gubernur Sumut mendatang dapat menjadikan penyelesaian persoalan tanah menjadi program prioritas yang akan diselesaikan dalam masa pemerintahannya di Sumut. ‘’Kita juga berharap presiden yang dipilih tahun 2014 juga memiliki komitmen menyelesaikan kasus tanah di Indonesia,’’ pintanya.

Dr Muhammad Yusuf Harahap yang juga dosen Unimed mengemukakan, kasus-kasus tanah di Sumut berkaitan dengan aspek ekonomis tanah. ‘’Tanah-tanah subur banyak dialihfungsikan menjadi kawasan perumahan. Padahal dalam kurun waktu yang lebih panjang, nilai tanah subur akan memiliki nilai ekonomis lebih tinggi bila tidak dijadikan lahan perumahan,’’ kata Yusuf.

Di akhir diskusi, Kelompok Pemikir Delapan ini sepakat menyampaikan materi diskusi pada pihak-pihak terkait dalam penyelesaian kasus tanah di Indonesia sehingga terdapat sinkronisasi intitusi pemerintahan dan terbentuknya lembaga yang mampu menyelesaikan kasus tanah. Mereka juga mendesak adanya penyusunan tata ruang penggunaan lahan yang lebih baik di masa mendatang. (dmp)

Artikel Terkait

Bobby Resmikan Pekan Kuliner Kondang

Dua Artis Meriahkan HMAF 2019

Gagal Jadi Pengusaha, Kini Jadi Pengajar

Terpopuler

Artikel Terbaru

/