30 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Reformasi Pendidikan Hanya Pencitraan

ANGGOTA Komisi X DPR, Raihan Iskandar menilai reformasi bidang pendidikan yang sudah berjalan selama 15 tahun belum berjalan, bahkan terkesan rutinitas dan pencitraan.

Menurutnya kemajuan dalam peningkatan anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen dari APBN tak dapat pungkiri.

Namun implikasi berupa pendidikan gratis bagi siswa SD dan SMP belum sepenuhnya terwujud.

“Pendidikan yang dijalani selama ini terkesan hanya rutinitas tanpa visi misi yang menjiwainya secara jelas. Lebih parahnya lagi, rutinitas pendidikan terkesan seperti untuk pencitraan belaka,” kata Politisi PKS itu.

Dia juga menganggap pemegang kebijakan pendidikan selama ini terlalu mengejar target APK (Angka Partisipasi Kasar) dan APM (Angka Partisipasi Murni).

Karena alih-alih meningkatkan mutu pendidikan, tapi malah sibuk dengan target-target angka.

“Hasilnya seperti yang terjadi pada pelaksanaan UN (kacau),” kata Raihan.

Raihan juga menyoroti lemahnya koordinasi dalam perencanaan penyusunan anggarannya kurikulum 2013 hasil penilaian BPKP.

Sehingga tampak jelas kurangnya evaluasi yang menyeluruh dan kebijakan yang tidak terencana.

“Akhirnya para guru menjadi korban kebijakan parsial. Atau memang ada kepentingan lain di balik fenomena perubahan kurikulum yang marak,” ujar Raihan tanpa merinci kepentingan yang dia maksud. (fat/jpnn)

ANGGOTA Komisi X DPR, Raihan Iskandar menilai reformasi bidang pendidikan yang sudah berjalan selama 15 tahun belum berjalan, bahkan terkesan rutinitas dan pencitraan.

Menurutnya kemajuan dalam peningkatan anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen dari APBN tak dapat pungkiri.

Namun implikasi berupa pendidikan gratis bagi siswa SD dan SMP belum sepenuhnya terwujud.

“Pendidikan yang dijalani selama ini terkesan hanya rutinitas tanpa visi misi yang menjiwainya secara jelas. Lebih parahnya lagi, rutinitas pendidikan terkesan seperti untuk pencitraan belaka,” kata Politisi PKS itu.

Dia juga menganggap pemegang kebijakan pendidikan selama ini terlalu mengejar target APK (Angka Partisipasi Kasar) dan APM (Angka Partisipasi Murni).

Karena alih-alih meningkatkan mutu pendidikan, tapi malah sibuk dengan target-target angka.

“Hasilnya seperti yang terjadi pada pelaksanaan UN (kacau),” kata Raihan.

Raihan juga menyoroti lemahnya koordinasi dalam perencanaan penyusunan anggarannya kurikulum 2013 hasil penilaian BPKP.

Sehingga tampak jelas kurangnya evaluasi yang menyeluruh dan kebijakan yang tidak terencana.

“Akhirnya para guru menjadi korban kebijakan parsial. Atau memang ada kepentingan lain di balik fenomena perubahan kurikulum yang marak,” ujar Raihan tanpa merinci kepentingan yang dia maksud. (fat/jpnn)

Artikel Terkait

Rekening Gendut Akil dari Sumut?

Pedagang Emas Kian Ketar-ketir

Selalu Menghargai Sesama

Dahlan Iskan & Langkanya Daging Sapi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/